Dari Meja ke Meja dan Anugerah Emas
Muncul ide menggambarkan jumlah warga yang positif, meninggal, dan sembuh dari Covid-19 dalam format infografik. Hasilnya muncul di halaman muka koran Kompas yang kelak meraih anugerah emas dalam Asian Media Awards 2021.
Harian Kompas baru saja menerima tiga penghargaan dalam Asian Media Awards 2021 yang diadakan Asosiasi Surat Kabar dan Penerbit Berita Dunia (WAN-IFRA), Kamis (22/7/2021).
Anugerah tertinggi emas diperoleh Kompas untuk kategori Desain Halaman Depan Surat Kabar. Kompas berhasil mengungguli Khaleej Times dari Uni Emirat Arab yang meraih perak dan Arab News dari Arab Saudi yang memperoleh perunggu. Seperti halnya Kompas, Khaleej Times dan Arab News mengangkat tema terkait pandemi.
Kompas juga berhasil meraih dua penghargaan lainnya, yakni penghargaan perunggu untuk kategori Foto Terkait Covid-19 dan Pemasaran Koran (Newspaper Marketing) bertema ”Masker Kompas55” untuk edisi khusus ulang tahun ke-55 harian Kompas.
Desain yang meraih penghargaan emas berupa infografik pada halaman muka koran Kompas yang terbit 2 September 2020. Visualnya berupa deretan ikon orang yang memenuhi hampir satu halaman.
Ikon berbentuk orang menyimbolkan jumlah korban yang terpapar Covid-19 yang lantas diberi warna berbeda. Warna hitam menyimbolkan korban meninggal, abu-abu muda untuk mereka yang sembuh, dan abu-abu gelap untuk yang masih dirawat.
Ide halaman muka ini muncul, antara lain, dari hasil berkeliling dari meja ke meja. Saat itu, Wakil Manajer Desk Visual Rianto yang akrab disapa Cak Rie mampir ke meja-meja anggota tim.
Warna hitam menyimbolkan korban meninggal, abu-abu muda untuk mereka yang sembuh, dan abu-abu gelap untuk yang masih dirawat.
Di satu meja, ia melihat data infografik terkait jumlah kasus Covid-19 yang tengah disiapkan Pandu Lazuardy Patriary (Manajer Desk Visual) untuk e-paper. Dengan ribuan warga terkonfirmasi positif Covid-19, pihaknya ingin menggambarkan jumlah mereka yang positif, meninggal, dan sembuh dalam format infografik. Terkesan sederhana, tetapi perlu ketelitian, kesabaran, dan akurasi.
Cak Rie kemudian mengusulkan agar infografis tersebut diajukan kepada pimpinan untuk halaman depan edisi khusus. Gayung bersambut. Jadilah halaman muka koran yang kemudian diberi judul ”Bersiap yang Terburuk, Berharap Terbaik”.
Edisi ini membawa pesan agar pemerintah perlu memberi perhatian lebih serius, cermat, dan total dalam penanganan pandemi Covid-19. Jangan sampai, deretan ikon itu hanya dianggap sebagai data statistik yang akan bertambah panjang jika diabaikan.
Baca juga : Bermodal Nekat, Mendaki Kilimanjaro
”Dalam judul Bersiap yang Terburuk, Berharap Terbaik, frasa ’berharap terbaik’ lebih tertuju ke pemerintah. Namun, dalam versi lengkapnya, publik tentu perlu bersiap dengan yang terburuk sembari berharap penanganan terbaik oleh pemerintah,” kata Redaktur Pelaksana Kompas Adi Prinantyo.
Visual halaman muka itu sekaligus sebagai bentuk penyampaian simpati kepada keluarga korban Covid-19. Itu sebabnya, seperti diungkapkan Pandu, dipilih tone gelap yang identik dengan kedukaan. Selebihnya, untuk menyesuaikan dengan komposisi agar nyaman saat dibaca. Nuansa gelap juga semakin menguatkan judul utama Bersiap yang Terburuk, Berharap Terbaik.
Interpretasi lain mungkin saja muncul, seperti warna gelap memberi kesan gloomy (tidak bahagia atau suram), karena kasus Covid-19 di Indonesia terus bertambah. Kompas ingin mengajak pembaca ikut membayangkan masifnya kasus Covid-19 selama enam bulan berjalan.
”Dengan melihat ikon berbentuk orang, pembaca bisa mendapat gambaran berapa jumlah korban yang terpapar Covid-19. Gambaran besarnya tak bisa dianggap remeh,” kata Pandu.
Baca juga : ”Kompas” Raih Penghargaan Emas
Pesan ini rupanya juga ditangkap oleh WAN-IFRA yang memberi penilaian, halaman muka Kompas yang berupa infografik sederhana ini bukan sekadar statistik yang menggambarkan banyaknya korban Covid-19. Visual ini juga mengingatkan, korban akan kian banyak jika tidak ada tindakan nyata untuk melindungi diri dan lingkungan (Kompas, 23/7/2021).
Nuansa gelap pernah beberapa kali digunakan untuk halaman depan Kompas, khususnya untuk peristiwa duka. Salah satunya, halaman depan Kompas tanggal 11 Mei 2018 terkait peristiwa kerusuhan di Markas Komando Brigade Mobil Polri di Kelapa Dua, Depok, yang terjadi dua hari sebelumnya.
Saat itu, desain didominasi warna hitam, tidak ada foto, dan pada bagian tengah terdapat kotak berwarna merah sebagai bingkai tulisan. Di atasnya, tertulis judul Saatnya Negara Tegas. Desain ini pada tahun 2019 meraih penghargaan emas dari WAN-IFRA untuk kategori desain halaman depan.
Baca juga : Dicegat Preman Ghetto di ”Kampung” Zinedine Zidane
Para koki di dapur Visual
Hingga saat ini, harian Kompas sudah mengantongi setidaknya tiga kali penghargaan tertinggi emas dalam Asian Media Awards. Seperti halnya rumah, halaman muka surat kabar menjadi bagian yang pertama kali dilihat.
Itu sebabnya, tampilan visual yang kuat menjadi keharusan. Selain tentu saja, pesan yang ingin disampaikan. Dalam prosesnya, semua tak lepas dari diskusi dan keterlibatan lintas desk. Ide terkait halaman muka biasanya akan didiskusikan dalam rapat sore redaksi.
Setelah ide, tulisan, data, dan foto didapat, selanjutnya memikirkan penampilan halaman depan. Tampilan yang menarik atau eyecatching tentu saja penting banget! Harapannya, dapat menarik perhatian publik sehingga pesan yang ingin disampaikan bisa ditangkap dengan baik.
Nah, Desk Visual berperan mewujudkan halaman depan Kompas agar menarik dilihat tanpa mengesampingkan makna. Di balik halaman depan Kompas, ada pasukan Desk Visual yang siap tempur menelurkan ide terbaiknya. Mereka, antara lain, ilustrator, desainer halaman (layouter), dan desainer infografik. Semua punya gaya tersendiri dalam berkreasi.
Cak Rie mengibaratkan Desk Visual sebagai juru masak atau koki. Kok bisa? Karena tim ditantang untuk mampu meramu tulisan, data, foto, dan infografik yang tersedia untuk menjadi ”masakan” yang menggugah selera di halaman depan. Takaran bumbu, paduan warna, dan tulisannya harus pas sehingga menjadi sajian yang menarik dan nikmat saat disantap pembaca.
Untuk edisi khusus, pematangan ide untuk halaman depan biasanya lahir melalui proses yang tidak sebentar. Berbeda dengan edisi harian yang kebanyakan mengambil peristiwa hari sebelumnya. Namun, tak selamanya edisi khusus lahir dari perencanaan panjang.
Baca juga : Kukejar Gerhana Matahari hingga ke Palu
Peristiwa besar yang ”jatuh dari langit” atau bersifat dadakan, seperti kepergian seorang tokoh hingga bencana berskala besar, juga bisa diangkat menjadi halaman depan edisi khusus.
Bekerja di bawah tekanan dan dikejar deadline boleh dibilang hal biasa yang menuntut kecepatan berpikir nan kreatif. Cak Rie dan kawan-kawan tidak jarang dihadapkan pada perubahan atau permintaan dadakan terkait desain dan layout halaman depan. Panik gak sih? ”Wah bikin deg-degan. Kemringet banget! Apalagi kalau permintaannya mendekati deadline cetak,” ujar Cak Rie terkekeh.
Ngotot juga perlu dalam beberapa hal karena visual mempertimbangkan banyak elemen. Argumentasi kuat harus disampaikan, tetapi keputusan akhir tetap di pimpinan (Cak Rie).
Solusinya, berusaha tenang agar tetap jernih. Tidak jarang terjadi perdebatan dalam penentuan desain. Semua saran, sanggahan, dan kritikan ditampung untuk dirumuskan. Sesekali Desk Visual kekeuh mempertahankan argumentasinya. Tarik-ulur lumrah terjadi.
”Ngotot juga perlu dalam beberapa hal karena visual mempertimbangkan banyak elemen. Argumentasi kuat harus disampaikan tetapi keputusan akhir tetap di pimpinan,” kata Cak Rie.
Apa pun, upaya terbaik selalu diutamakan dalam proses menelurkan karya. Perjalanan Kompas sebagai AmanatHati Nurani Rakyat masih panjang. Bersama waktu, Kompas ingin hadir memberi makna. Penghargaan yang diraih akan semakin memompa energi dan membakar api semangat demi berkreasi yang lebih baik.