Meliput All England 2009, Kala China Perkasa, Indonesia Terpana
Polemik didepaknya tim Indonesia dari kejuaraan bulu tangkis All England 2021, mengingatkan saya pada pengalaman meliput All England 2009 di Birmingham, Inggris. Kala itu, China perkasa sementara Indonesia terpana.
Oleh
ADI PRINANTYO
·4 menit baca
Polemik terkait keharusan Indonesia mundur dari kejuaraan bulu tangkis All England 2021, mengingatkan saya pada pengalaman meliput All England 2009 di Birmingham, Inggris. Kala itu, China menyapu bersih lima gelar juara. Indonesia menyisakan Taufik Hidayat hingga semifinal sebelum akhirnya dikalahkan Lee Chong Wei (Malaysia).
Ketika itu, China tampil perkasa dengan merebut kelima gelar juara. Lima gelar tersebut yakni milik Lin Dan di tunggal putra, Wang Yihan (tunggal putri), Cai Yun/Fu Haifeng (ganda putra), Zhang Yawen/Zhao Tingting (ganda putri), serta He Hanbin/Yu Yang di ganda campuran. ”Indonesia harus berjuang keras mengejar China. Negara-negara lain juga, termasuk India,” kata Atik Jauhari, pelatih asal Indonesia yang pada All England 2009 menjadi pelatih tim India.
Indonesia sebenarnya kala itu juga mempunyai andalan di ganda campuran, Nova Widianto/Liliyana Natsir. Duo ini menjadi unggulan pertama ganda campuran. Posisi unggulan pertama biasanya berbanding lurus dengan peringkat di klasemen dunia.
Sebelum kejuaraan, saya sempat mewawancarai Nova, yang kini anggota tim pelatih ganda campuran Pelatnas Bulu Tangkis Indonesia. Menurut Nova, dia dan Liliyana sudah mempelajari teknik permainan tulang punggung China di ganda campuran, He Hanbin/Yu Yang. ”Sudah kami pelajari. Kalau nanti melawan mereka, sudah siap,” ujar Nova.
Persiapan tim ”Merah Putih” juga terpantau maksimal, dengan berlatih sejak dua hari sebelum kejuaraan di bangsal latihan National Indoor Arena (NIA) Kota Birmingham. ”Meski beberapa pemain batal berangkat, tapi persiapan maksimal,” kata Nova lagi.
Saya sempat bertemu dan berbincang-bincang dengan Rexy Mainaky, yang waktu itu menjadi pelatih kepala tim Malaysia. Rexy bahkan memberitahu posisi bangsal latihan. ”Kalau mau tahu ruangan apa saja di sini, tanya saya. Dulu kan ini daerah kekuasaan saya," kata Rexy, yang sebelumnya melatih tim Inggris, penuh canda.
Selain Rexy, di tim Malaysia saya juga beberapa kali mewawancarai Misbun Sidek, pelatih tunggal putra. Apalagi, saya berjumpa Misbun ketika sama-sama mendarat di Bandar Udara Birmingham, sehingga sempat bertegur sapa.
Nova/Liliyana mengawali penampilan dengan kemenangan sangat menyakinkan, yakni dua gim 21-9, 21-15 atas ganda Taiwan, Hsieh Yu-Hsien/Chen Yu Chin. Pada putaran kedua, mereka mengungguli ganda Thailand, Songphon Anugritayawon/Kunchala Voravichitchaikul, juga dalam dua gim, 21-10, 21-17.
Di babak perempat final, ganda campuran Indonesia ini bertemu pasangan gado-gado Indonesia/Rusia: Flandy Limpele/Anastasia Russkikh. Mereka ini bukan ganda unggulan, dan belum lama terbentuk, setidaknya lewat penuturan Flandy, pemain asal Indonesia yang sebelumnya pernah tergabung di Pelatnas Cipayung. Flandy bersama Eng Hian meraih medali perunggu bagi Indonesia di nomor ganda putra Olimpiade Sydney 2000.
Setelah gim pertama dimenangi Flandy/Russkikh dengan 21-13, gim kedua milik Nova/Liliyana dengan skor 23-21. Tanpa diduga, pada gim ketiga poin Nova/Liliyana terhenti di angka 16, sehingga mereka harus mengakui keunggulan Flandy/Russkikh, 21-16. Melayanglah peluang Indonesia meraih gelar juara di ganda campuran.
Flandy tak mengira ia bisa menundukkan Nova/Liliyana. ”Persiapan sebenarnya kurang optimal. Pertama kali bertemu, dia (Anastasia) tidak mengira saya pemain kidal. Sehingga harus ada banyak penyesuaian di awal,” kata Flandy.
Pelatih ganda campuran Indonesia, Richard Mainaky, saat dikonfirmasi soal kekalahan ganda asuhannya, menuturkan, "Itu permainan khas Flandy, mainnya bola berat. Sudah berusaha diantisipasi, tetapi hasilnya begitu".
Flandy/Russkikh kemudian tersingkir di semifinal oleh He Hanbin/Yu Yang, yang lantas menjadi juara. Pada laga final, duo China ini mengalahkan pasangan Korea Selatan, Ko Sung-hyun/Ha Jung-Eun.
Tersisa Taufik di semifinal
Kegagalan Nova/Liliyana di perempat final, untungnya "ditebus" dengan kemenangan Taufik Hidayat di tunggal putra. Lawan Taufik di perempat final tak lain Peter Hoeg Gade dari Denmark. Taufik menjadi satu-satunya pemain Indonesia yang tersisa di tunggal putra, setelah Simon Santoso kalah dari Peter Gade di putaran pertama, dan Sony Dwi Kuncoro mundur di putaran kedua karena cedera.
Pada perempat final yang digelar Jumat, 6 Maret 2009, Taufik menang dua gim atas Peter Hoeg Gade, 21-17 dan 21-18. Dengan kemenangan ini, Taufik menantang Lee Chong Wei, pada semifinal yang digelar Sabtu, 7 Maret 2009. Pada semifinal lainnya, Lin Dan bertemu rekan senegaranya, Chen Jin.
Apa daya, di semifinal Taufik harus mengakui keunggulan Lee Chong Wei, dalam laga dua gim saja, 8-21, 13-21. ”Saya sudah bersiap-siap mengimbangi permainan Chong Wei yang biasanya cepat. Tetapi dia malah bermain lebih lambat, sehingga saya kesulitan sendiri,” ujar Taufik ketika itu.
Taufik sendiri cukup puas dengan pencapaian hingga semifinal All England, sementara posisinya sudah tidak lagi di Pelatnas Cipayung.
Lin Dan tampil sebagai juara tunggal putra All England 2009, setelah pada final menundukkan Chong Wei, 21-19 dan 21-12. Dalam konferensi pers setelah final, Lin Dan ditanya wartawan asal China soal rencana dia menikah. Terhadap pertanyaan itu, dia menjawab dengan tegas bahwa dia baru akan menikah setelah Olimpiade London 2012.
Alasannya, lanjut Lin Dan, dia masih berobsesi merebut medali emas tunggal putra Olimpiade 2012. Ia khawatir, jika menikah sebelum 2012, bakal gagal meraih target pribadinya itu.
Benar saja, Lin Dan meraih emas tunggal putra Olimpiade 2012, lagi-lagi dengan mengalahkan Lee Chong Wei di final. Kemudian, ia menikah dengan Xie Xingfang pada September 2012.
All England 2009 menjadi salah satu tahun kering prestasi bagi bulu tangkis Indonesia. Mengingat, sebelum itu, gelar juara bagi Indonesia terukir enam tahun sebelumnya yakni pada 2003, melalui ganda putra Candra Wijaya/Sigit Budiarto.
Sekian tahun berlalu tanpa gelar juara di All England, paceklik prestasi Indonesia baru berakhir pada 2012 seiring tampilnya Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir sebagai juara di ganda campuran.