Di Jember, para ”kartini” mencoba hidup berdikari seusai menjadi buruh migran. Kemandirian ekonomi penting agar mereka tak perlu lagi bekerja di luar negeri.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·5 menit baca
Lebaran kurang dua bulan, tetapi sejumlah perempuan di Desa Ambulu, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember, sibuk membuat kue kering. Mereka adalah para mantan pekerja migran yang tengah bergelut meniti jalan kemandirian ekonomi di kampungnya sendiri.
Ratusan kue kering berbentuk bulat kecil tertata rapi memenuhi loyang. Kue-kue yang baru saja keluar dari pemanggangan itu kemudian diberi lapisan di permukaannya berupa taburan meses. Ada pula yang dicelupkan dalam cairan coklat dan krim. Hasilnya, kue kering berbentuk donat itu terlihat cantik dan menggoda selera.
”Kue-kue ini merupakan produk terbaru kami. Namun, masih dalam proses uji coba. Menurut rencana, setelah berhasil, baru dipasarkan ke tetangga untuk persiapan menyambut datangnya bulan Ramadhan dan Lebaran tahun ini,” ujar Darwati (44), Jumat (11/3/2022).
Selain Darwati, proses pembuatan kue itu juga melibatkan Lisa Widyawati (32), Wijianingsih (43), dan Wiwin (30). Mereka merupakan anggota kelompok Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi) Kartini Desa Ambulu, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Desbumi Kartini didirikan pada 2017 dengan anggota awal hanya tiga orang. Seiring berjalannya waktu, anggota kelompok semakin bertambah hingga saat ini mencapai 20 orang yang aktif berkegiatan. Hampir seluruh anggotanya merupakan pekerja migran yang pulang ke kampung halaman. Mereka dikenal dengan sebutan mantan atau purnapekerja migran.
Lisa Widyawati mengatakan, membuat kue kering merupakan salah satu upaya Desbumi Kartini membangun usaha yang bergerak di bidang ekonomi. Bisnis kue kering dilirik karena prospeknya cukup menjanjikan menjelang Lebaran. Prospek bisnis ini kian cerah seiring kebijakan pemerintah yang melonggarkan aturan pembatasan kegiatan masyarakat. Acara kumpul keluarga bisa kembali digelar saat perayaan Lebaran nanti.
”Adapun untuk membuat kue kering ini modalnya berasal dari hasil iuran anggota. Modal lainnya, keterampilan dan pengalaman membuat kue pia khas Jember,” kata Lisa.
Sebelum menjajaki bisnis kue kering, para kartini ini lebih dulu menggeluti bisnis pembuatan kue pia khas Jember. Kue produksi mereka laris dijual sebagai oleh-oleh khas daerah. Namun, selama pandemi Covid-19, penjualan menurun karena kebijakan pembatasan kegiatan sosial masyarakat telah menurunkan jumlah pelaku perjalanan lokal.
Selain membuat kue kering, mereka di Desa Ambulu ini juga terus mengembangkan usaha produktif pembuatan batik tulis, ecoprint, dan jasa cuci pakaian atau laundry. Produksi ecoprint mencapai 10 lembar kain per bulan dengan motif yang menawan dan berbahan ramah lingkungan.
Setiap lembar kain dipasarkan dengan harga di kisaran Rp 300.000. Adapun metode pemasarannya dilakukan secara dalam jaringan menggunakan jasa lokapasar (market place) dan media sosial. Desbumi Kartini tengah berupaya membangun kerja sama dengan pemerintah desa atau pemerintah daerah untuk pengadaan seragam batik.
Wiwin mengatakan, usaha produktif yang juga sudah berjalan adalah jasa cuci dan setrika pakaian. Desbumi Kartini Desa Ambulu memiliki dua gerai laundry yang dikerjakan para anggotanya. Ada yang menangani urusan setrika pakaian, ada pula yang berperan mengantar dan menjemput barang. Hasil usaha dibagi secara proporsional berdasarkan jenis pekerjaan.
Wiwin mengatakan, pendapatan dari usaha jasa cuci setrika ini baru Rp 600.000-Rp 700.000 per bulan. Mayoritas jasa setrika dengan tarif Rp 1.800 per kg pakaian. Usahanya belum berkembang optimal karena dampak pandemi Covid-19. Selain itu, lokasinya juga kurang strategis karena berada di desa. Untuk mendapatkan tempat usaha yang bagus, diperlukan biaya sewa yang cukup mahal.
Upaya membangun kemandirian ekonomi di kampung sendiri juga diperjuangkan para mantan pekerja migran di Desa Dukuh Dempok, Kecamatan Wuluhan. Ketua Desbumi Dukuh Dempok Jumiatun (54) mengatakan, usaha produktif dirintis sejak 2016 dan saat ini telah berkembang signifikan.
Upaya menumbuhkembangkan usaha produktif diharapkan mampu memberdayakan para mantan pekerja migran di bidang ekonomi agar mereka mampu mandiri.
Desbumi Dukuh Dempok memiliki gerai yang menjajakan makanan dan minuman. Di gerai yang berlokasi dekat kantor desa itu juga dipajang aneka produk yang dihasilkan para mantan pekerja migran, seperti keripik tempe, opak gulung, dan sirup jahe. Di ruang yang sama, juga dijumpai beragam baju hasil jahitan mereka.
Jumiatun mengatakan, meski usaha yang dikembangkan cukup banyak, pendapatan dari hasil usaha ini baru sebatas cukup untuk membantu penghasilan keluarga atau memenuhi kebutuhan uang jajan. Pendapatan yang diperoleh belum bisa dijadikan sumber penghidupan yang utama.
”Masih banyak hal yang perlu ditingkatkan, baik dari sisi kualitas produksi maupun pemasaran. Hal itu memerlukan dukungan dari berbagai pihak, terutama pemangku kebijakan daerah ataupun di tingkat pusat,” ucap Jumiatun.
Project Officer Migran Care Jember Bambang Teguh Karyanto mengatakan, Desa Ambulu dan Dukuh Dempok merupakan dua dari empat desa peduli buruh migran. Dua desa lainnya adalah Desa Wonoasri di Kecamatan Tempurejo dan Desa Sabrang di Kecamatan Ambulu.
Di empat desa ini, jumlah pekerja migran yang masih bekerja ataupun yang sudah menjadi mantan cukup banyak. Sebagai gambaran, dalam data Migran Care Jember tahun 2018 disebutkan, jumlah pekerja dan mantan pekerja migran di Desa Wonoasri mencapai 640 orang, Dukuh Dempok sebanyak 411 orang, Ambulu sebanyak 258 orang, dan Sabrang sebanyak 243 orang. Data itu dinamis karena masih banyak yang belum tercatat.
Desbumi menyediakan layanan migrasi hingga cara menumbuhkembangkan usaha produktif. Selain itu, mereka juga memfasilitasi pembentukan komunitas pembangunan keluarga dan upaya menumbuhkembangkan koperasi atau badan usaha milik desa.
”Upaya menumbuhkembangkan usaha produktif diharapkan mampu memberdayakan para mantan pekerja migran di bidang ekonomi agar mereka mampu mandiri,” ujar Bambang Teguh.
Menurut dia, kemandirian ekonomi penting untuk mencegah pekerja migran kembali bekerja di luar negeri. Di sisi lain, dengan tercapainya kemandirian ekonomi, diharapkan banyak tercipta lapangan pekerjaan di kampung halaman sehingga warganya tidak perlu lagi pergi ke negeri jiran.
Hingga saat ini, situasi pekerja migran masih diliputi ketidakpastian. Banyak negara tujuan masih menutup jalur resmi, sementara lapangan pekerjaan di desa belum banyak tersedia. Semangat kemandirian para kartini pekerja migran diharapkan bisa menginspirasi pemangku kepentingan untuk membuat kebijakan yang lebih berpihak dan mampu meningkatkan kesejahteraan.