Batik berpewarna alam yang lebih sehat untuk lingkungan kini menjadi bagian dari tampilan batik khas Pasuruan, Jawa Timur.
Oleh
SOELASTRI SOEKIRNO
·3 menit baca
Batik berpewarna alam yang lebih sehat untuk lingkungan kini menjadi bagian dari tampilan batik khas Pasuruan, Jawa Timur. Tampilan warna tanah coklat, hitam, dan kekuningan mendominasi 12 busana koleksi Allegra Jane yang bekerja sama dengan para mahasiswa Universitas Ciputra, Surabaya, yaitu Lauren Veronica, Grace Carolina, Ilmaa Ramadhani Sumarlan, Vincentia Pamvelia, dan Winnie Nettabella.
Busana berupa gaun, blus, rok, outer (luaran), serta celana panjang itu tampil pada Kamis (10/3/2022) dalam Paypal Melbourne Fashion Festival – Styling Sustainable Fashion yang diadakan secara daring.
Janet Teowarang, dosen Fashion, Desain Produk, dan Bisnis Fakultas Industri Kreatif Universitas Ciputra, Surabaya, yang menyajikan karya busana tersebut menyatakan ingin mengenalkan batik Pasuruan kepada publik nasional maupun internasional, terutama warga Australia, lewat gelaran tersebut. Karya itu menjadi wujud dari proyek mode berkelanjutan yang didanai Pemerintah Australia. Ia mewujudkannya lewat cara mengembangkan karya dan kreativitas perajin batik di kabupaten tersebut. Para pembuat batik datang dari berbagai kalangan. Ada pembatik rumahan, ada juga ibu rumah tangga, pelajar, sampai buruh.
Motif dasar batik Pasuruan diambil dari bunga dan buah yang banyak terdapat di sana. Misalnya, bunga tanjung, sedap malam, krisan, buah salak, mangrove, apel, sampai daun lontar.
”Dulu batik dibuat dengan teknik kurang baik. Sebagian pembatik juga memakai warna sintetis. Kami datang memberi bimbingan baik dari sisi teknis maupun motif agar ada paduan gambar, hasil batik lebih bagus dan rapi, meski tetap motif kontemporer. Ada juga bimbingan pembuatan batik berkelanjutan yang lebih sehat untuk lingkungan sampai kewirausahaan,” jelas Janet pada Sabtu (19/3/2022) lewat telepon dari Surabaya.
Ia menambahkan, bahan pewarna alam batik diambil dari rebusan serat kayu tanaman jolawe, tanaman yang menghasilkan warna kuning kehijauan hingga hitam, daun jambu, daun jati, serta kayu mahoni.
Sebagai alumnus sekolah di Australia, Janet yang pernah studi pada program Short-term Australia Awards di Queensland University of Technology, Brisbane, itu bisa mengikuti skema hibah alumni dari Pemerintah Australia sehingga mendapat dua kali pembiayaan untuk pemberdayaan industri batik Pasuruan pada tahun 2019-2020 dan 2021-2022.
Mengenai busana dari batik itu, warga Pasuruan mengajukan 100 kain batik yang harus dikurasi, antara lain, oleh Carla van Lunn, fashion diplomat yang juga desainer dari Australia, serta Geraldus Sugeng, desainer mode berbasis di Surabaya dan Jakarta. Dari jumlah itu, kurator memilih 26 kain batik yang kemudian menjadi aneka busana.
Janet dan para mahasiswa yang menjadi bagian dari timnya sengaja membuat busana model dasar yang sederhana sesuai dengan selera sebagian warga Australia agar busana itu lebih mudah dipadupadankan. Warnanya juga netral dan tak merusak lingkungan. Setelah perkenalan busana karya pembatik Pasuruan itu, Janet berupaya membuka pintu perdagangan agar batik Pasuruan bisa dipasarkan ke luar negeri, terutama Australia.