Bank Dunia: Dampak Pandemi terhadap Pengangguran Bisa Hambat Pertumbuhan Ekonomi
Bank Dunia memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh di kisaran 3,7 persen pada tahun 2021, lalu akan naik menjadi 5,2 persen pada 2022.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
TANGKAPAN LAYAR PELUNCURAN WORLD BANK INDONESIA ECONOMIC PROSPECTS
Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste Satu Kahkonen dalam peluncuran World Bank Indonesia Economic Prospects Report secara virtual, Kamis (16/12/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 di Indonesia memunculkan risiko jangka panjang terkait potensi meningkatnya pengangguran. Ini bisa menghambat tercapainya pertumbuhan ekonomi yang optimal. Bank Dunia merekomendasikan adanya kebijakan untuk memperkuat investasi dan peningkatan kualitas tenaga kerja.
Pandangan Bank Dunia tersebut terkandung dalam World Bank Indonesia Economic Prospects Report yang diluncurkan Kamis (16/12/2021) secara virtual. Selain ekonom dan pejabat Bank Dunia, turut hadir dalam acara ini antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, serta Vice Chairman for ASEAN Standard Chartered Indonesia Rino Donosepoetro.
Proyeksi terbaru Bank Dunia terhadap ekonomi Indonesia adalah tumbuh di kisaran 3,7 persen pada tahun 2021, lalu akan naik menjadi 5,2 persen pada 2022. Proyeksi pertumbuhan 2021 sebesar 3,7 persen lebih rendah dari proyeksi Bank Dunia sebelumnya pada Juni lalu yang mencapai 4,4 persen.
Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi tak lepas dari dampak varian Delta yang menyebar pada Juli-Agustus lalu. (Satu Kahkonen)
Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste Satu Kahkonen mengatakan, penurunan proyeksi tak lepas dari dampak Covid-19 varian Delta yang menyebar pada Juli-Agustus lalu. Respons pemerintah untuk menangani pandemi, termasuk melalui vaksinasi, akan menjadi kunci dalam mendukung pemulihan ekonomi.
”Di luar respons kesehatan masyarakat, penting juga bagi Pemerintah Indonesia untuk mempertahankan upaya reformasi struktural guna memperkuat investasi serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja,” ujarnya.
Peningkatan investasi akan menopang keberlanjutan pemulihan ekonomi Indonesia di tengah kebijakan otoritas fiskal yang secara bertahap pada tahun depan mulai mengurangi insentif untuk dunia usaha. Menurut Kahkonen, reformasi struktural Indonesia merupakan hal vital yang diperlukan untuk membangun ekonomi Indonesia yang lebih kompetitif dan tangguh.
Kepala Ekonom Bank Dunia Regional Indonesia dan Timor Leste Habib Rab mengungkapkan, meningkatnya pengangguran dan menurunnya investasi sebagai dampak dari pandemi bisa berlangsung lama. Bank Dunia melihat hal ini dapat menyebabkan tak tercapainya pertumbuhan ekonomi potensional Indonesia.
”Persoalan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi banyak negara di dunia. Pemerintah perlu mengidentifikasi lebih rinci mengenai permasalahan tersebut,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran pada Agustus 2021 mencapai 9,1 juta orang atau secara persentase mencapai 6,49 persen dari jumlah angkatan kerja. Sebelum pandemi, angka pengangguran pada Agustus 2019 mencapai 7,05 juta. Secara hitungan kasar, terdapat tambahan 2 juta orang yang menganggur karena pandemi Covid-19.
Bank Dunia juga melihat adanya penurunan 14 persen dari keikutsertaan pekerja di Indonesia dalam pendidikan dan pelatihan selama pandemi Covid-19. Hal tersebut memungkinkan terjadinya penurunan kualitas pekerja.
”Banyak tenaga kerja keluar dari pasar ketenagakerjaan dan tidak terlibat dalam pendidikan dan pelatihan selama pandemi. Di sisi lain, pasar tenaga kerja muda juga terdampak berkurangnya serapan tenaga kerja,” ujar Rab.
Ia berharap Pemerintah Indonesia berhasil menjalankan reformasi struktural untuk menciptakan iklim bisnis yang kondusif sehingga investasi bisa meningkat. Apabila investasi meningkat, akan lebih banyak lapangan kerja tercipta untuk mengurangi pengangguran.
Di sisi lain, peningkatan kualitas sumber daya manusia juga patut terus dilakukan, baik dari sisi pendidikan formal maupun pelatihan khusus yang melibatkan sektor swasta. ”Reformasi struktural akan bisa memperdalam dampak positif dari kebijakan ekonomi makro Indonesia,” kata Rab.
Menanggapi hal tersebut, Sri Mulyani mengatakan, secara persentase, angka pengangguran di Indonesia turun dari 7,07 persen dari angkatan kerja pada Agustus 2020 menjadi 6,49 persen pada Agustus 2021. ”Situasi ini terjadi karena pemerintah terus menggenjot pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19,” ujarnya.
Melalui desain kebijakan yang telah dibentuk pemerintah untuk memulihkan kondisi ekonomi dari pandemi, ia yakin pada tahun depan perekonomian Indonesia akan kembali pulih. Ia pun berharap pertumbuhan ekonomi pada 2022 akan kembali di atas 5 persen.
”Kebijakan fiskal masih menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan tahun depan. Selama pandemi, Indonesia telah melonggarkan defisit anggaran untuk bisa mengatasi guncangan ekonomi akibat pandemi,” ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, Arifin Tasrif mengatakan, transisi energi harus mampu menciptakan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Peralihan ini diharapkan akan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat di masa mendatang serta membantu pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
”Proses peralihan ini harus dioptimalkan oleh Indonesia sehingga dapat membuka lapangan kerja baru serta meningkatkan kualitas layanan penyediaan energi,” katanya.