Ruang Kreasi di Gedung Cagar Budaya
Gedung cagar budaya memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan. Gedung cagar budaya pun dibangkitkan sebagai destinasi wisata, ruang komersial, hingga ruang kreasi kekinian.
Pos Bloc Jakarta yang menempati cagar budaya Gedung Filateli Jakarta atau bekas Kantor Pos Pasar Baru, Rabu (20/10/2021) siang itu, ramai pengunjung. Di pelatarannya — yang berseberangan dengan Pasar Baru — terdapat sejumlah anak muda swafoto ataupun berfoto bersama. Ada pula sejumlah anak muda memilih duduk-duduk santai sambil berbincang.
Nastar by Ritz, kedai kue nastar yang menempati ruang depan gedung, tak kalah mencolok. Interiornya warna-warni dilengkapi ornamen ilustrasi buah nanas berukuran besar. Aroma sedap kue nastar memenuhi ruangan, bahkan sampai ke luar. Keluar-masuk pengemudi ojek yang mengambil pesanan, juga pengunjung Pos Bloc Jakarta yang makan di tempat ataupun antre untuk membawa pulang pesanan.
”Ini (Nastar by Ritz) adalah jenama lokal baru. Memberikan warna berbeda, kesegaran terhadap dunia pernastaran. Orang bisa membelinya sebagai oleh-oleh,” ujar Jacob Gatot Sura, Co-Founder PT Radar Ruang Riang.
Merevitalisasi bangunan cagar budaya, memanfaatkannya dan memberdayakan jenama lokal menjadi salah satu visi PT Radar Ruang Riang (M Bloc Group) sejak terlibat revitalisasi gedung Perum Peruri di kawasan Blok M (Jakarta Selatan) tahun 2019 yang kini menjadi M Bloc Space. Di M Bloc Space, terdapat 25 jenama lokal. Salah satunya, Titik Temu Coffee, jenama kedai kopi yang populer di Bali.
PT Radar Ruang Riang juga terlibat merevitalisasi salah satu ruangan di kompleks Jogja National Museum (JNM), Yogyakarta. Dulu, bangunan JNM merupakan kampus Institut Seni Indonesia Yogyakarta dan tahun 1950-an merupakan Akademi Seni Rupa Indonesia. JNM yang merupakan salah satu tempat bersejarah bagi seni rupa Indonesia itu direvitalisasi dan diberi nama JNM Bloc. Bangunan itu diisi oleh delapan jenama lokal yang didominasi jenama baru.
Tahun ini, perusahaan itu mengoperasikan Pos Bloc di cagar budaya Gedung Filateli dengan menggandeng 22 jenama lokal. Selain jenama baru, beberapa jenama lokal tergolong sudah mapan di tingkat nasional, seperti Damn!I Love Indonesia (mode) dan Filosofi Kopi (kedai minuman kopi).
Baca juga: Pos Bloc, Destinasi Cagar Budaya Baru di Jakarta
Menurut dia, pihaknya membuka pendaftaran jenama lokal dari daerah setempat yang mau buka layanan luring di M Bloc Space, Pos Bloc Jakarta, ataupun JNM Bloc, lalu dikurasi ketat. Jenama lokal yang sudah mapan di tingkat nasional biasanya juga diajak untuk menyemarakkan kehadiran pengunjung dan meminimalkan risiko.
Karena misinya memberdayakan jenama lokal, maka dia menjelaskan tidak ada sistem sewa. Antara jenama lokal, operator yang merevitalisasi dan mengelola gedung (M Bloc Grup), dan pemilik aset gedung tua saling bagi hasil keuntungan. Harapannya, para jenama semakin bersemangat berbisnis dan terus berinovasi.
Transformasi BUMN
Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero) Faizal Rochmad Djoemadi menyampaikan, Pos Bloc Jakarta di Gedung Filateli untuk tahap pertama menempati luas 2.400 meter persegi. Area yang dipakai oleh Pos Bloc itu mencakup West Veranda, East Veranda (beranda depan), Great Hall (aula utama), West Garden, East Garden (taman), East Loading Bay, West Loading Bay (area bongkar muat), hingga Cultural Hall (ruang kegiatan atau pameran).
”Sejak dibuka, jumlah pengunjung rata-rata sebanyak 2.000 orang per hari dan sebagian besar milenial. Oleh karena itu, pada tahun depan, Pos Bloc tahap kedua dengan luas 4.200 meter persegi akan dibuka,” ujar Faizal.
Revitalisasi itu, dia tekankan, sebagai bagian transformasi Pos Indonesia. Pos Indonesia mesti semakin dekat dengan para milenial dan generasi setelahnya sebagai segmen pasar potensial. Menurut Direktur Utama PT Pos Properti Indonesia (PPI) Handriani, serupa dengan Pos Bloc Jakarta, segera dibangun juga Pos Bloc Surabaya dan Bandung yang juga memanfaatkan aset bangunan tua milik Pos Indonesia.
Senada dengan itu, PT Peruri Properti — anak usaha Perum Peruri yang bertugas mengoptimalisasi lahan dan aset properti milik Peruri yang idle—juga memiliki ide merevitalisasi bangunan bersejarah sejalan dengan transformasi Perum Peruri di era teknologi digital dan pusaran industri kreatif.
Direktur Utama PT Peruri Properti Indra Setiadjid menjelaskan, aset lahan Perum Peruri di Jakarta Selatan mencapai luas 5,4 hektar. Lahan itu berbatasan sebelah barat dengan Jalan Sisingamangaraja, utara Jalan Trunojoyo, timur Jalan Falatehan, dan selatan Terminal Blok M.
Dari 5,4 hektar itu, seluas 8.000 meter persegi kini telah dikelola menjadi M Bloc Space, mencakup bangunan-bangunan rumah karyawan, brandgang (batas belakang antara bangunan khas desain Belanda dan biasanya dipakai sebagai jalan evakuasi), dan gudang. Peruri sebagai pemilik aset, sedangkan PT Radar Ruang Riang melalui anak usaha PT Ruang Riang Milenial sebagai operator pengelola.
”Deretan bangunan rumah karyawan sebelumnya tidak semuanya terisi, mungkin hanya dua-tiga saja. Terlihat kurang terurus dan kalau malam gelap. Kami ingin merevitalisasi bagian itu menjadi sesuatu yang punya nilai sosial dan komersial,” ujarnya.
Menurut Indra, tidak banyak orang tahu bangunan Perum Peruri di Jakarta Selatan. Namun, banyak orang mengenal Blok M, tak jauh dari kompleks Perum Peruri, sebagai tempat kumpul anak muda kreatif sejak lama. Sisi romantisisme masa lalu Blok M inilah kemudian diangkat dalam ide revitalisasi.
”Di sekitaran Blok M juga berdiri stasiun mass rapid trans (MRT) Jakarta. Kami melihat keberadaan fasilitas angkutan umum itu menambah kemudahan akses anak muda yang akan datang ke aset Peruri yang sudah direvitalisasi menjadi M Bloc Space,” ujarnya.
Dengan tujuan menghadirkan nilai sosial dan komersial, ide revitalisasi bangunan cagar budaya lebih cocok dikonsep sebagai ruang ekonomi kreatif bagi jenama lokal dan warga generasi milenial. Revitalisasi harus menghasilkan bangunan berfungsi baru, tetapi tidak merusak jiwa warisan budaya.
Sebelumnya, insiasi untuk merevitalisasi bangunan-bangunan bersejarah Kota Tua dilakukan konsorsium PT Pembangunan Kota Tua Jakarta (JOTRC) sejak tahun 2013. Ada sembilan perusahaan developer dan nondeveloper yang bergabung dalam konsorsium itu, yakni PT Jababeka Tbk, Agung Sedayu Group, Agung Podomoro Group, PT Intiland Development Tbk, Ciputra Group, PT Plaza Indonesia Realty Tbk, Grup Saratoga, Berca Group, dan Gunas Land.
Baca juga: Merawat Bangunan Tua Jejak Perjuangan Bangsa
Kawasan Kota Tua, Jakarta, seluas 334 hektar di Jakarta Utara dan Jakarta Barat ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya pada tahun 2015. Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993, terdata 136 bangunan cagar budaya di DKI Jakarta.
Direktur Utama PT Pembangunan Kota Tua Jakarta Yayat Sujatna mengemukakan, tahap awal revitalisasi ditargetkan terhadap 12 bangunan cagar budaya di kawasan Kota Tua Jakarta. Anggaran yang disiapkan konsorsium itu untuk revitalisasi gedung cagar budaya mencapai 10 juta dollar AS.
Saat direnovasi, beberapa gedung milik BUMN masih dalam kondisi masih baik, tetapi sebagian sudah rusak. Gedung yang kembali rapi dan dapat difungsikan diharapkan menjadi destinasi baru untuk industri kreatif. Beberapa gedung cagar budaya, misalnya, telah difungsikan menjadi galeri, ruang kantor, restoran, penginapan, serta museum 3D.
”Kami mencoba mengaktivasi gedung-gedung cagar budaya yang sudah diperbaiki. Harapannya, bangunan tidak sekadar menjadi tempat foto-foto, tetapi juga muncul ruang kreasi dan destinasi baru untuk kebangkitan ekonomi, serta menghidupkan kawasan,” ujar Yayat.
Gedung Pos di Taman Fatahillah, misalnya, setelah direnovasi tahun 2014 sempat dikelola menjadi Galleri Fatahillah untuk ruang pameran. Setelah sistem sewa dua tahun berakhir, gedung itu kembali dikelola oleh PT Pos Indonesia.
PT Pembangunan Kota Tua Jakarta juga berkolaborasi dengan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia Persero (PPI) untuk merevitalisasi dan mengelola gedung Cipta Niaga, gedung Kerta Niaga dan Rotterdam LloydKota Tua hingga tahun 2035. Selain itu, kerja sama dengan PT Asuransi Jiwasraya untuk merevitalisasi Bangunan Jiwasraya di Jembatan Batu Kota Tua.
Salah satu gedung cagar budaya Kota Tua yang sudah direstorasi dan kini dioperasikan ialah Rotterdam Lloyd. Gedung yang dulunya ditempati salah satu toserba pertama di Batavia (Van Vleuten & Cox) dan kantor perusahaan pelayaran Rotterdamsche Lloyd itu kini diperuntukkan multifungsi, yakni pusat informasi pariwisata Indonesia (TIC), perpustakaan, ruang kerja bersama (coworking space) Mula, dan tempat ibadah.
Co-Founder Mula Coworking Space Etty Tejalaksana mengemukakan, pemanfaatan bangunan cagar budaya untuk kepentingan sosial dan komersial itu diharapkan menjadi pemicu gedung-gedung bersejarah lain untuk dikelola. Ketimbang dibiarkan terbengkalai, gedung-gedung tua yang butuh biaya pemeliharaan itu sebaiknya dikerjasamakan dalam pemanfataannya melalui sistem bagi hasil dengan sistem keuangan yang terbuka.
”Menjadi kebanggaaan bisa memanfaatkan gedung yang cantik dan bernilai sejarah. Bangunan dikelola tanpa menghilangkan nilainya. Dengan sendirinya, orang akan datang jika gedung itu terlihat bagus,” kata Etty, yang juga pendiri Indonesia Tourism Information Center (TIC).
Ia menilai Kota Tua adalah ikon kota Jakarta sehingga perlu inisiasi pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta untuk desain besar pemanfaatan gedung-gedung cagar budaya, serta BUMN sebagai pemilik gedung. Saat ini tengah dilakukan penjajakan rute baru Transjakarta khusus Kota Tua melalui kerja sama dengan Dinas Perhubungan, Bank Indonesia, dan PT Transportasi Jakarta.
Tantangan revitalisasi
Komisaris Utama PT Jababeka Tbk Setyono Djuandi Darmono mengemukakan, kebangkitan Kota Tua Jakarta dengan ratusan bangunan cagar budaya memerlukan kesadaran bersama untuk membangkitkan rasa memiliki dan upaya memperbaiki. Sebagian gedung cagar budaya saat ini tidak terurus dan dibiarkan terbengkalai. Merenovasi bangunan tua diakui makan waktu lebih lama dan lebih sulit ketimbang bangunan baru.
Kompleksitas masalah muncul karena kawasan sekitar bangunan cagar budaya cenderung tidak terawat dan minim akses. Hambatan lain, regulasi yang cenderung berubah seiring dengan penggantian pemerintahan. Oleh karena itu, diperlukan keberpihakan regulasi dan koordinasi pemerintah pusat dalam perbaikan sarana, prasarana dan infrastruktur, serta dukungan DKI Jakarta dalam pendanaan. Swasta juga perlu dilibatkan dalam pendanaan.
”Kota Tua adalah heritage kita, perlu dirawat bersama. Butuh kerja keroyokan,” kata Darmono, yang juga pendiri PT Pembangunan Kota Tua Jakarta.
Hal senada disampaikan Jacob. Revitalisasi bangunan tua harus membutuhkan sidang pemugaran di bawah dinas kebudayaan. Namun, untuk merevitalisasi bangunan tua seperti cagar budaya, muncul tantangan awal sebelum proses revitalisasi dilakukan. Kadang tidak ada data lengkap kondisi bangunan awal. Padahal, usia bangunan puluhan sampai ratusan tahun.
Kini, kerja sama M Bloc dalam pemanfaatan ruang cagar budaya berlangsung lima tahun dan bisa diperpanjang lima tahun setelahnya. Ketentuan ini tentu menjadi tantangan bagi jenama-jenama lokal, terutama pendatang baru, yang dilibatkan mengisi gedung pascarevitalisasi, seperti bagaimana mereka harus piawai mengelola bisnis agar berkelanjutan.
”Terlepas dari tantangan dan potensi risiko yang ada, kami tetap optimistis misi kami akan sukses. Kami ingin ketika orang datang ke bangunan tua yang sudah kami revitalisasi sebagai ruang kreatif, mereka langsung ketemu jenama lokal. Selama ini, kalau masuk sejumlah mal, pengunjung datang langsung disuguhi jenama internasional dan kami tidak ingin seperti itu,” tuturnya.