Hunian berbasis TOD Tetap Dibidik
Problematika di wilayah megapolitan Jakarta adalah kemacetan. Hunian berbasis TOD dinilai menjawab kebutuhan masyarakat yang bergerak cepat, mengurai kemacetan, serta menghemat waktu dan biaya transportasi.
Di tengah kelesuan pasar properti, konsep pengembangan hunian yang terintegrasi dengan konektivitas terus berderap. Properti yang terintegrasi dengan multimoda transportasi berkembang sejalan dengan tren gaya hidup yang dinamis.
Kawasan berorientasi transit (TOD) menawarkan tata ruang dengan memaksimalkan ruang hunian, komersial, dan hiburan yang terintegrasi dengan akses transportasi umum. Di sejumlah kota-kota besar di negara maju, seperti Jepang, Singapura, dan China, konsep TOD berkembang pesat dan menjadi pilihan masyarakat urban.
Di Indonesia, proyek TOD mulai tumbuh sejalan pengembangan kereta komuter (KRL), moda raya terpadu (MRT), dan kereta ringan (light rapid transit/LRT). Pemerintah telah menargetkan LRT Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek) beroperasi mulai Juni 2022. Pada 2025, penumpang LRT ditargetkan mencapai 650.000 orang.
Penyelesaian LRT Jabedebek tahap I sekaligus melengkapi KRL dan MRT yang telah beroperasi, serta memberi angin segar bagi pengembangan proyek-proyek hunian berbasis TOD yang didominasi hunian vertikal. Jalur LRT direncanakan melintasi Cawang-Cibubur, Cawang-Kuningan-Dukuh Atas, serta Cawang-Bekasi Timur.
PT Adhi Commuter Properti, anak usaha PT Adhi Karya (Persero) Tbk, kini tengah menggarap 11 proyek hunian berbasis TOD yang berjarak nol kilometer dari stasiun LRT, dengan memanfaatkan jalur LRT yang dibangun PT Adhi Karya.
Problematika di wilayah megapolitan Jakarta adalah kemacetan. TOD dinilai menjawab kebutuhan masyarakat yang bergerak cepat, mengurai kemacetan, serta menghemat waktu dan biaya transportasi.
Direktur Utama PT Adhi Commuter Properti Rizkan Firman mengemukakan, problematika di wilayah megapolitan Jakarta adalah kemacetan. TOD dinilai menjawab kebutuhan masyarakat yang bergerak cepat, mengurai kemacetan, serta menghemat waktu dan biaya transportasi.
Baca Juga: Hunian Terintegrasi dengan Konektivitas Tetap Diminati
Setiap proyek LRT City digarap pada lahan seluas rata-rata 5 hektar dengan jumlah pembangunan sekitar 8-10 menara apartemen serta area komersial. Di Sentul, proyek Adhi City yang berbasis TOD juga menyasar hunian tapak pada lahan seluas 120 ha. ”Properti berbasis TOD dibutuhkan oleh masyarakat ke depan untuk meningkatkan kualitas hidup,” katanya.
Rizkan mengakui, masa pandemi Covid-19 telah memukul sektor properti. Pukulan serius terjadi pada proyek-proyek apartemen. Setelah penjualan apartemen sempat tiarap pada Maret 2020, proyek LRT City dan Adhi City kini kembali tumbuh. Hingga saat ini, penjualan (presales) hunian berbasis TOD itu telah terjual 4.000 unit atau 58,1 persen dari 7.000 unit yang ditawarkan. Dari 11 proyek, 4 proyek tahap I sudah diserahterimakan.
Adaptasi juga dilakukan seiring perubahan tatanan hidup masyarakat di masa pandemi. Desain unit-unit apartemen dimodifikasi untuk menyesuaikan kebutuhan bekerja dari rumah. Peruntukan ruangan dapat diubah menjadi ruang kerja melalui pemilihan furnitur yang multifungsi.
”Hunian berbasis TOD masih tetap stabil dan bertahan di masa-masa sulit. Kami berupaya terus adaptif dengan mengadopsi kebutuhan pasar,” kata Rizkan.
Rizkan menambahkan, target pasar hunian berbasis TOD adalah generasi muda dan usia produktif. Harga apartemen ditawarkan mulai dari Rp 350 juta hingga Rp 1,5 miliar per unit, sedangkan hunian tapak seharga Rp 700 juta-Rp 2 miliar per unit. Hingga saat ini, porsi terbesar pembeli hunian LRT City didominasi investor, yakni 60 persen, sedangkan penghuni (end user) 40 persen.
Tahun ini, pihaknya berencana melakukan serah terima pembangunan tahap I LRT City di Cisauk Point (Serpong) dan Adhy City (Sentul). Tahun depan, serah terima direncanakan untuk LRT City Ciracas, LRT City Jatibening tahap II, serta beberapa area komersial di LRT City MT Haryono dan Cisauk Point.
Peluang pasar hunian berbasis TOD juga dilirik pengembang asing. Mitbana Pte Ltd, perusahaan patungan antara Surbana Jurong (Singapura) dan Mitsubishi Corporation (Jepang), bekerja sama dengan PT Bumi Serpong Damai Tbk menggarap TOD intermoda di BSD City. Perusahaan yang berpusat di Singapura itu fokus dalam pengembangan TOD di Asia Tenggara dan Asia Selatan.
CEO Mitbana Pte Ltd Gareth Wong mengemukakan, Indonesia memiliki potensi TOD yang cemerlang di masa depan. Tren pengembangan perumahan di masa depan adalah memiliki konektivitas dengan sarana transportasi umum.
Seusai pandemi Covid-19, transportasi berkelanjutan bangkit seiring pergerakan masyarakat yang masif, seperti terjadi di Singapura dan Jepang. Di sisi lain, masyarakat semakin terbuka untuk tinggal di apartemen. Ini adalah potensi yang besar untuk menyediakan hunian yang terintegrasi dengan kawasan komersial dan sarana transportasi massal. Investasi jangka panjang tengah disiapkan untuk pengembangan hunian berbasis TOD di Indonesia.
”Kuncinya adalah memastikan bahwa pembangunan TOD direncanakan dengan baik dan memiliki fasilitas yang terintegrasi dengan kenyamanan transportasi. Kami ingin memastikan produk berkualitas dan terjangkau,” ujar Gareth.
Baca Juga: Pengembangan TOD dan Penyediaan Hunian Masyarakat Berpenghasilan Rendah Disinergikan
TOD intermoda di BSD City akan mengintegrasikan hunian dengan sarana terminal bus dan kereta api. Pengembangan kota pintar yang berkesinambungan akan menjawab kebutuhan masyarakat terhadap lingkungan hidup dan tempat tinggal yang nyaman. Target pasarnya adalah keluarga muda yang ingin memiliki rumah pertama (end user) serta penduduk usia muda, seperti pelajar dan mahasiswa yang bersekolah di kawasan tersebut.
Meski peluncuran proyek hunian berbasis TOD intermoda sempat tertunda tahun ini akibat pandemi Covid-19, Gareth optimistis proyek itu akan diluncurkan pada semester I-2022. Pembangunan fase I proyek apartemen dan fasilitas komersial direncanakan pada lahan seluas 5,6 hektar. Tahap pertama berupa pengembangan apartemen sekitar 1.000 unit, beserta fasilitas komersial.
Pembangunan hunian berbasis TOD dengan konsep cerdas dinilai perlu mengadopsi tren bekerja dari rumah dengan kemudahan konektivitas internet serta penataan ruangan yang fungsional untuk bekerja.
Pembangunan hunian berbasis TOD dengan konsep cerdas dinilai perlu mengadopsi tren bekerja dari rumah dengan kemudahan konektivitas internet serta penataan ruangan yang fungsional untuk bekerja. Disamping itu, pengaturan ruang publik yang mengelola jarak sosial serta lingkungan hidup yang lebih sehat.
Dominasi investor
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Andy Simarmata mengatakan, kepemilikan hunian TOD hingga kini masih dominan jadi sasaran investasi dan bukan hunian tempat tinggal. Salah satu faktor penyebabnya adalah harga jual yang dinilai tinggi.
”Isu ini bukan hal baru. Kebanyakan properti urban mengalami isu yang sama. Properti urban yang cenderung dipakai sasaran investasi memang karena permintaan pasar,” katanya.
Dilihat dari sisi perencanaan tata ruang, Andy berpendapat, pandemi Covid-19 punya pengaruh terhadap penyesuaian ukuran dan desain TOD. Daya tampung TOD yang biasanya diperuntukkan untuk hunian 5.000 orang perlu disesuaikan setengahnya. Ruang-ruang terbuka hijau diperbanyak, begitu pula dengan utilitas kesehatan dan keamanan.
Dalam satu gedung hunian vertikal, misalnya. Dia menyebut perlu adanya ruang publik per lantai. Semuanya itu bertujuan untuk mendukung protokol kesehatan Covid-19 dan menuju lingkungan berkelanjutan.
Hanya saja, dia menyebut, tantangannya adalah ada ongkos tambahan yang dibebankan kepada penyewa. Akibatnya, segmen pembeli TOD akan semakin spesifik. Pemerintah bisa membantu warga kelas menengah bawah dengan memberikan insentif. Pemerintah juga bisa merevisi aturan teknis pembangunan gedung.
Director Strategic Consulting Cushman & Wakefield Indonesia Arief Rahardjo menjelaskan, jalur transportasi yang belum banyak tersedia menyebabkan sebagian warga belum merasakan keuntungan bertempat tinggal di TOD.
”Warga juga masih mengandalkan kendaraan pribadi sehingga merasa tidak perlu TOD. Kami memperkirakan, apabila transportasi antarmoda berkembang pesat dan merata, hunian TOD juga lebih diminati daripada sekarang,” katanya.
Lokasi TOD mempengaruhi bentuk bangunan TOD, yaitu rumah tapak atau hunian vertikal. Lokasi ini juga mempengaruhi harga jual kepada konsumen.
”Apabila di suatu lokasi kinerja penjualan TOD berbentuk bangunan hunian vertikal rendah, kami menduga di sekelilingnya terdapat rumah tapak yang harganya bersaing. Sebab, kebanyakan warga Indonesia cenderung lebih suka hunian tempat tinggal pertamanya adalah rumah tapak,” tuturnya.