Kasus-kasus kematian satwa lindung terus terjadi di Aceh. Tanpa aksi nyata untuk memberikan perlindungan, bukan mustahil suatu saat satwa kunci itu tinggal nama.
Oleh
ZULKARNAINI MASRY
·5 menit baca
KOMPAS/ZULKARNAINI
Opsetan satwa lindung hasil sitaan yang disimpan di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh, Rabu (15/8/2018). Empat spesies kunci satwa Sumatera terancam punah akibat maraknya perburuan terhadap mereka.
Kasus kematian satwa lindung di Provinsi Aceh silih berganti. Penyebab kematian beragam, mulai dari jatuh ke lumpur, diserang virus, kena jerat, hingga dipenggal kepala oleh pemburu. Kehidupan mereka kian terancam. Aksi nyata yang melibatkan semua pemangku kepentingan diperlukan untuk melindungi satwa.
Pada awal tahun 2021, dunia konservasi dikejutkan dengan kematian gajah jinak bernama Otto, di Conservation Unit Response (CRU) Cot Girek Aceh Utara. Gajah jantan itu mati karena sakit. Ditemukan parasit pada organ dalam, sedangkan usus menghitam. Karena tidak ditemukan unsur pidana, proses hukum ditutup.
Sebulan kemudian, Februari 2021 seekor anak gajah usia satu bulan jatuh ke lumpur, kubangan kerbau, di Pidie. Sebulan dirawat di Pusat Latihan Gajah Saree, Aceh Besar, gajah malang itu mati.
Pada Maret 2021, satu ekor gajah liar ditemukan mati di perkebunan warga di Aceh Jaya. Gajah usia remaja ini mati karena mal nutrisi, kekurangan pakan. Diduga dia terpisah dari kelompok, lalu tersesat di area perkebunan warga.
Pada Juli 2021, seekor gajah jantan mati diracun dan kepalanya dipenggal oleh pemburu. Bagkai gajah tergeletak di perkebunan sawit milik sebuah perusahaan. Gading gajah itu dijual kepada perajin di Bekasi, Jawa Barat. Polisi meringkus satu pelaku pembunuh dan empat pelaku penjualan gading.
DOK BKSDA ACEH
Sepasang gading gajah milik Bunta, gajah jinak yang mati dibunuh di Aceh Timur, diserahkan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh.
Tahun lalu, tepatnya pada Januari 2020, sebanyak lima ekor gajah liar ditemukan mati menyisakan tulang. Dua ekor di antaranya jantan. Dua pasang gading raib, diduga dibawa pelaku untuk dijual. Namun, hingga kini polisi belum berhasil mengungkap siapa dalang. Proses kasus ini berjalan di tempat.
Pada Agustus dan September 2020, gajah jinak Bernama Ollo mati di CRU Sampoiniet dan gajah jinak, Arjuna, di CRU Peusangan, Meriah, juga mati. Ollo mati karena sakit, sedangkan Arjuna luka berat diserang gajah liar. Masih dalam bulan September, satu ekor gajah liar betina, mati setelah tersengat pagar listrik di kebun warga di Pidie.
Melihat lagi ke belakang, pada 2017, gajah jinak Bunta dibunuh dengan keji. Bunta diberi makan yang telah bubuhi racun, setelah mati gadingnya diambil untuk dijual. Pada tahun yang sama, satu ekor gajah liar di Karang Ampar, Aceh Tengah, mati diberondong peluru AK-56.
Bukan hanya gajah, kasus kematian harimau sumatera juga terus bertambah. Pada Juni 2020, seekor harimau di Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, betina mati karena memakan daging kambing yang sudah dibubuhi racun serangga. Hingga kini pelaku belum tertangkap.
Ketika kasus kematian harimau itu belum terungkap, kita kembali harus bersedih karena kematian tiga ekor harimau sekaligus. Tiga harimau itu mati di kawasan hutan lindung di Kecamatan Meukek, Aceh Selatan, karena terkena jerat.
Ketika kasus kematian harimau itu belum terungkap, kita kembali harus bersedih karena kematian tiga ekor harimau sekaligus.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh Agus Arianto menyebut itu jerat babi. Lokasi penemuan tiga bangkai itu berbatasan antara hutan lindung dan area budidaya. Kasus ini sedang didalami oleh Balai Penegakan Hukum Sumatera. Diduga ada unsur pidana, sebab jerat itu sengaja dipasangi.
Sementara cerita kasus kematian orangutan sumatera juga tidak kalah pilu. Pada September 2020, seekor orangutan di Aceh Selatan mati setelah tubuhnya dihantam 137 peluru senapan angin. Sampai saat ini aparat Polres Aceh Selatan belum berhasil menangkap pelakunya.
Kasus ini sama dengan yang dialami ”Hope” orangutan yang kritis ditembak 74 peluru senapan angin pada Maret 2019. Karena pelaku masih usia anak, hanya dihukum sosial, wajib azan di surau selama beberapa bulan.
Terus terulang
Kasus-kasus di atas adalah gambaran betapa keberlangsungan satwa kunci itu terancam. Jika berkaca pada deretan kasus di atas potensi untuk terus berulang sangat mungkin, sebab nyaris tidak ada pembenahan pada penyebab kematian.
Sebagai contoh setelah kematian lima ekor gajah di Aceh Jaya karena tersengat pagar listrik pada Januari 2020, kejadian serupa berulang di Pidie pada September 2020.
Sebagai respons atas penyebab kematian, BKSDA Aceh mengimbau warga agar tidak memasang kabel listrik tegangan tinggi di kebun. Selain mengancam satwa juga nyawa manusia. Namun, tidak ada gerakan nyata membongkar pagar-pagar listrik di kebun warga.
Contoh lain setelah kasus penembakan Hope dengan senapan angin pada Maret 2019, peristiwa serupa kembali terjadi pada September 2020. Artinya tidak ada upaya penertiban penggunaan senapan angin.
KOMPAS
Hope orangutan di Aceh yang dihujani 74 peluru oleh pemburu satwa liar.
Kepala Balai Penegakan Hukum LHK Wilayah Sumatera Subhan menuturkan, saat ini gerakan perlindungan belum dilakukan secara komprehensif dan tidak sinergi antarpihak.
Jika berkaca pada deretan kasus di atas, potensi untuk terus berulang sangat mungkin, sebab nyaris tidak ada pembenahan pada penyebab kematian.
Hal itu disampaikan dalam diskusi daring ”Darurat Perlindungan Satwa” oleh Forum Jurnalis Lingkungan, pada 12 Agustus 2021. Subhan mengatakan komitmen para pihak belum sama kuat.
”Peran serta pemda dan komitmennya harus ditingkatkan lagi. Peran pihak swasta saya lihat masih minim, terutama perusahaan yang dekat dengan lokasi kematian gajah,” kata Subhan.
Subhan juga menyoroti penegakan hukum tidak tuntas, otak intelektual atau mafia pembunuhan satwa tidak terungkap. Subhan mengajak para pihak untuk membuat solusi jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.
Sebenarnya Gubernur Aceh telah membentuk Tim Penegakan Hukum Terpadu Pencegahan dan Pemberantasan Pengurusakan Hutan dan Pengendalian Peredaran Satwa Liar Dilindungi. Namun, tim tersebut lebih banyak vakum.
”Saya rasa perlu mempertemukan semua pihak yang terlibat dalam Tim Penegakan Hukum Terpadu untuk melakukan tugas yang dibebankan,” kata Subhan.
Kepala Balai Sumber Daya Alam Aceh Agus Arianto mengatakan, tantangan melindungi satwa di Aceh semakin besar. Sebab, nyaris 80 persen satwa lindung kini berada di luar kawasan konservasi. Satwa yang berada di dalam area budidaya sangat terancam kehidupannya karena bisa kena jerat atau kena sengatan pagar listrik.
Para pihak sepakat perlindungan satwa di Aceh pekerjaan besar dan mendesak. Namun, kasus-kasus kematian satwa lindung terus terjadi. Kini butuh aksi nyata, jika tidak suatu saat satwa kunci itu tinggal nama.
Habitat satwa kini terfragmentasi, antara satu kawasan dan kawasan lain tidak saling terhubung. Akibatnya, tidak sedikit satwa kunci itu nyasar di area budidaya lalu mati kena jerat, setrum, atau mati kekurangan pakan. Sepanjang 2015-2021, sebanyak 46 ekor gajah mati.
Agus mengatakan, upaya yang sudah dilakukan memasang power fancing kabel listrik tegangan rendah sepanjang 13.000 meter dari target 35.000 meter di daerah rawan konflik. Pemasangan kalung deteksi/GPS Collar pada 10 kelompok gajah.
”BKSDA juga akan membentuk tim ranger dan mitra masyarakat peduli satwa untuk mencegah konflik satwa dan manusia,” ujar Agus.
Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh Abdul Hanan mengatakan dukungan nyata dari Pemprov Aceh membantu biaya operasional CRU. Saat ini juga sedang dirancang kawasan ekosistem esensial sebagai kawasan khusus koridor satwa.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Sebanyak 71 paruh burung rangkong diperlihatkan dalam konferensi pers di Polda Aceh, di Banda Aceh, Selasa (10/11/2020). Dalam kasus tersebut polisi menyita 71 paruh burung rangkong, 28 kilogram sisik trenggiling, satu helai kulit harimau, dan tulang belulang harimau. Perdagangan satwa lindung masih marak sehingga semakin mengancam keberlangsungan hidup satwa.
Para pihak sepakat perlindungan satwa di Aceh pekerjaan besar dan mendesak. Namun, kasus-kasus kematian satwa lindung terus terjadi. Kini butuh aksi nyata. Jika tidak, suatu saat satwa kunci itu tinggal nama.