Penyaluran Kredit Baru Perbankan Mencapai Rp 205,6 Triliun Per Bulan
Penyaluran kredit baru (new loan) bank periode Januari-Juli sebesar Rp 1.439 triliun. Artinya, tiap bulan rata-rata ada Rp 205,57 triliun new loan. Angka ini sudah lebih besar dibandingkan rata-rata new loan pada 2019.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyaluran kredit baru perbankan selama pandemi sudah melebihi penyaluran sebelum pandemi. Namun, pelunasan kredit selama pandemi juga tinggi sehingga pertumbuhan saldo kredit menjadi lambat.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran kredit baru (new loan) bank periode Januari-Juli 2021 sebesar Rp 1.439 triliun. Artinya, setiap bulan rata-rata ada Rp 205,6 triliun new loan. Angka ini sudah lebih besar dibandingkan rata-rata new loan pada 2019, saat pandemi belum terjadi, yang sebesar Rp 143,7 triliun.
Di sisi lain, nilai pelunasan dan pembayaran angsuran kredit pada periode Januari-Juli 2021 mencapai Rp 1.332 triliun. Pelunasan kredit umumnya dilakukan debitor-debitor besar.
Dengan demikian, saldo kredit per akhir Juli 2021 mencapai Rp 5.655 triliun, tumbuh 0,5 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Pertumbuhan penyaluran kredit ini melanjutkan tren positif sejak Juni yang sudah tumbuh 0,59 persen. Sebelumnya, selama delapan bulan sejak Oktober 2020, pertumbuhan kredit selalu negatif secara tahunan. Pertumbuhan kredit bank ini jauh merosot dibandingkan sebelum ada pandemi yang bisa mencapai 6,5 persen per tahun.
”OJK mencatat sektor jasa keuangan tetap stabil dengan data hingga Juli 2021 menunjukkan angka pertumbuhan yang positif seperti intermediasi perbankan,” ujar Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik Anto Prabowo dalam keterangannya, Kamis (26/8/2021).
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menjelaskan, lambatnya pertumbuhan kredit karena debitor besar justru melunasi kreditnya. ”Ini menutup tambahan kredit baru yang terjadi sehingga penyaluran kredit secara menyeluruh tidak bertumbuh pesat,” ujar Piter.
Ia menambahkan, kondisi perekonomian yang belum pulih membuat permintaan dan konsumsi masyarakat belum optimal. Hal ini membuat debitor besar belum mau mengambil kredit untuk ekspansi.
”Jadi, kita berharap pandemi bisa lekas berakhir dan penyaluran kredit bisa kembali pulih,” ujar Piter.
Pada kesempatan berbeda, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengajak sektor jasa keuangan untuk terlibat dalam pengembangan ekonomi berbasis wawasan lingkungan, sosial, dan pengelolaan (environmental, social, and governance/ESG). Pelaku jasa keuangan bisa terlibat dalam pendanaan hijau atau pendanaan pada proyek-proyek pengembangan energi baru dan terbarukan.
”Kita harus terus menuju pengembangan ekonomi dan keuangan yang berkelanjutan,” ujar Wimboh pada webinar bertajuk ”Sustainability Action for Future Economy: Membahas Financing Sustainability”, Kamis (26/8/2021).
Ia mengatakan, apabila lingkungan dan sosial ini tidak dijaga dan dikelola dengan baik, hal itu akan menimbulkan kerugian dan mengganggu perekonomian.
Selain itu, isu pengelolaan lingkungan hidup yang bisa menghambat aktivitas ekspor ke negara yang punya perhatian besar soal pemeliharaan lingkungan hidup.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, perubahan iklim bisa dikatakan seperti pandemi, yakni punya dampak lintas batas negara. Maka, ini juga harus jadi perhatian semua negara dan pelaku dunia usaha serta jasa keuangan.
Corporate Banking Director Bank DBS Indonesia Kunardy Lie menyatakan, pihaknya sudah mendukung pendanaan ESG sejak 2012. Pihaknya sudah menyalurkan pendanaan ke proyek-proyek seperti pertanian, panas bumi, dan pengolahan air bersih.