Di dunia maya, para kreator berhasil memanfaatkan platform digital yang tersedia untuk membuat konten dengan beragam motif. Keunikan dan kekhasan tetap penting untuk dibentuk dalam menggaet target audiens.
Oleh
Melati Mewangi/Elsa Emiria Leba
·4 menit baca
Disrupsi digital telah menggeser posisi media arus utama sebagai satu-satunya pusat informasi. Pintu bagi kemunculan media alternatif semakin terbuka lebar. Tanpa terkecuali, setiap individu sekarang bisa memiliki platform dan membuat konten sendiri untuk berbagi narasi.
Di dunia maya, para kreator berhasil memanfaatkan platform digital yang tersedia untuk membuat konten dengan beragam motif. Ada yang ingin berbagi informasi, pemikiran, inspirasi, hingga kebahagiaan. Beberapa kreator bahkan mencoba menjawab keresahan-keresahan yang berseliweran di masyarakat sembari membentuk branding.
Pengisi suara (voice over talent) dan penyulih suara (dubber), Leyla Aderina Putri, berusaha menyebarkan kebahagiaan dengan mengunggah konten-konten lucu di TikTok dan Instagram dengan memanfaatkan keterampilannya di dunia isi suara.
Leyla suka membuat variasi suara dan parodi suara, meniru suara tokoh kartun, dan memberikan tips menjadi pengisi suara. Hasilnya, Leyla bisa menghibur pengikutnya yang mencapai 1,8 juta akun di TikTok.
”Kita harus bahagia saat membuat sebuah konten. Selain bahagia, kita harus menjadi diri sendiri dalam menemukan ciri khas yang ingin kita bangun,” ucap Leyla dalam sesi kelas virtual How To Do Audio-based Content di Kompasfest 2021, Jumat (20/8/2021).
Leyla juga membuat akun @pukulduamalam di Instagram untuk meredakan kecemasan yang sering melanda anak muda. Sesuai namanya, pukul dua malam merujuk pada waktu dini hari saat seseorang tak kunjung tidur karena pikiran dilanda kecemasan. Pengalaman itu turut dirasakan Leyla.
Lewat akun itu, ia mengajak pengikutnya berbagi pemikiran, keluh kesah, pengalaman, dan refleksi kepada orang lain. Dengan begitu, mereka jadi merasa tidak sendirian dan bisa mengeluarkan perasaan negatif. ”Overthinking yang diolah bisa jadi bahan refleksi dan karya tulisan. Dengan berbagi keresahan yang sama, sebenarnya kita saling menguatkan,” ucap Leyla.
Sementara itu, Bartega Studio lahir dari keresahan Nadia Daniella dan dua temannya akibat minimnya kegiatan berkreasi yang bisa dinikmati keluarga dan teman, tahun 2017. Lewat Bartega Studio, mereka menyediakan jasa kelas melukis dan acara kesenian secara luring. Mereka ingin agar orang merasakan pengalaman melukis tanpa takut tidak memiliki bakat.
“Kami ingin membuat seni lukis sebagai bagian dari lifestyle yang menyenangkan. Selama Senin sampai Jumat dipakai untuk kerja, pasti capek. Saat akhir pekan, pengen ada kegiatan yang meaningful dan berkreasi dengan melukis,” kata Nadia, yang mengalihkan kelas melukis luring menjadi daring selama pandemi.
Selain itu, melalui akun Youtube dan Instagram, Bartega Studio telah memproduksi video tutorial melukis dengan beragam jenis cat. Mereka menjelaskan proses melukis secara bertahap, dimulai dari kanvas putih kosong, membuat sketsa awal, memadukan warna cat, menggunakan kuas, dan membuat detail pada lukisan.
Nadia juga memanfaatkan media sosial untuk mempertemukan dan mendukung orang-orang yang hobi melukis dengan membuat komunitas Bartega People. “Di komunitas ini kita bisa mengenal lebih dalam terkait seni lukis dan berkenalan dengan banyak seniman. Mereka bisa saling mendukung dan berbagi inspirasi,” ucapnya.
Dalam satu sesi di Kompasfest, Nadia turut memaparkan manfaat membuat jurnal bagi kesehatan mental diri dengan kegiatan menggambar yang dipadu dengan menulis. Menurut Nadia, kegiatan membuat jurnal dengan gambar bisa menjadi alat bagi seseorang untuk memahami diri, berkomunikasi, dan menavigasikan hidup.
Demokratisasi informasi
Dampak disrupsi digital juga terlihat dari kehadiran media alternatif, seperti Greatmind sejak 2018. Greatmind adalah media yang memanfaatkan kanal digital untuk berbagi pemikiran tentang isu kehidupan yang berkaitan dengan kesehatan mental. Media besutan David Irianto dan Ben Soebiakto ini membantu audiens mewujudkan eksistensi diri, keselarasan hubungan dengan sekitar, dan karya yang berdampak sosial.
”Kami mengundang expert memberi opini atau pendapat sehingga audiens bisa mendapatkan pemikiran-pemikiran yang hebat. Ini lahir karena kami memiliki concern besar bahwa informasi yang kita konsumsi berpengaruh pada kualitas kehidupan,” kata David.
Ia melanjutkan, Greatmind mengangkat topik, tokoh, dan pemikiran yang jarang terekspos media massa konvensional. Namun, mereka berusaha menyeimbangkan suara personal kontributor terpilih dengan visi yang dimiliki tim redaksi Greatmind. Greatmind telah menggaet lebih dari 182.000 pelanggan di Youtube dan 346.000 pengikut di Instagram.
Di Greatmind, lebih dari 500 kontributor berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari selebritas, pengusaha, aktivis, seniman, akademisi, hingga pejabat pemerintah. Tema pembahasan mereka dibagi menjadi tiga kategori besar, yaitu self (hubungan intrapersonal), circle (hubungan interpersonal), dan society (hubungan dengan masyarakat).
”Kami sadar sekarang terjadi demokratisasi informasi sehingga semua orang adalah media sendiri. Jadi, kami juga menantang expert pemikiran apa yang ingin mereka bagikan,” tutur David.
Dalam sesi How to Build Your Own Media from Scratch di Kompasfest, David merujuk pada tiga faktor penting dalam membuat media, yaitu what (produk), how (proses pembuatan produk), dan why (tujuan produk). ”Kalau bisa mendapatkan why, itu bisa membantu kamu tetap orisinal karena ada kegelisahan apa yang kamu ingin bahas,” tuturnya.
David melanjutkan, tidak mudah untuk menemukan hal yang baru, tetapi keunikan dan kekhasan tetap penting untuk dibentuk dalam menggaet target audiens. Banyak media yang terjebak tren, padahal tren tidak selamanya bertahan jika tidak diikuti dengan kreativitas dan inovasi dalam memproduksi konten.