Kasus Covid-19 Melonjak, Pemulihan Ekonomi Indonesia Melambat
Laju pemulihan ekonomi Indonesia diproyeksi melambat akibat lonjakan kasus Covid-19 yang memaksa pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Laju pemulihan ekonomi Indonesia diproyeksi melambat akibat lonjakan kasus Covid-19 yang memaksa pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat. Tingkat vaksinasi yang tinggi menjadi kunci untuk kembali mempercepat laju pemulihan ekonomi.
Dalam laporan World Economic Outlook edisi Juli 2021, Dana Moneter Internasional atau IMF merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021 dari 4,3 persen menjadi 3,9 persen secara tahunan.
Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath mengatakan, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan sejumlah negara Asia diturunkan akibat gelombang penularan Covid-19 yang parah dalam sebulan terakhir. Kondisi tersebut dinilai akan memperlambat proses pemulihan ekonomi.
”Lonjakan kasus baru kembali menekan mobilitas masyarakat. Bahkan, bisa lebih rendah dibandingkan dengan kuartal IV-2020 dan kuartal I-2021,” ujarnya dalam ”World Economic Outlook Update, Juli 2021” yang disiarkan melalui kanal Youtube IMF, Rabu (28/7/2021).
Laporan IMF juga menyebutkan, pada negara-negara dengan tingkat vaksinasi tinggi, seperti Inggris dan Kanada, dampak pandemi Covid-19 terhadap aktivitas dan mobilitas masyarakat relatif lebih rendah.
Sementara itu, negara-negara yang tertinggal dalam pelaksanaan vaksinasi, seperti India dan Indonesia, akan menjadi negara yang paling menderita karena akan kesulitan mengejar pemulihan ekonomi di antara negara-negara anggota kelompok 20 (G-20).
Selain Indonesia, IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan negara-negara ASEAN-5 lainnya, yakni Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Secara rata-rata, proyeksi pertumbuhan ekonomi ASEAN-5 tahun 2021 menjadi 4,3 persen dari sebelumnya 4,9 persen.
Adapun secara global, IMF mempertahankan perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia di angka 6 persen untuk 2021. Pemulihan ekonomi global diperkirakan terus berlanjut, dengan kesenjangan pemulihan yang melebar antara negara maju dan negara berkembang.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan bahwa pemulihan ekonomi global terjadi secara tidak merata. Penyebabnya adalah situasi pandemi, kecepatan vaksinasi, dan dukungan stimulus ekonomi.
Dengan kondisi yang ada, Febrio mengatakan, Indonesia akan berupaya mengambil manfaat dari pemulihan ekonomi global sembari terus mewaspadai risiko-risiko yang ada. Kinerja ekspor Indonesia yang membaik seiring tingginya permintaan global menjadi peluang untuk mendongkrak kinerja industri manufaktur.
”Untuk itu, strategi Indonesia ke depan adalah terus fokus pada upaya pengendalian pandemi, melindungi kesejahteraan masyarakat, mendorong pemulihan ekonomi nasional, serta terus meningkatkan daya saing,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Pemerintah pun terus memperkuat kebijakan anggaran di sisi kesehatan dan perlindungan sosial. Untuk membantu masyarakat yang terdampak penerapan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), kinerja APBN dioptimalkan untuk memperluas perlindungan sosial dan dukungan bagi UMKM, yang diiringi upaya percepatan dalam penyalurannya.
Febrio mengungkapkan bahwa Indonesia harus dapat belajar dari pengalaman beberapa negara dalam kurun waktu 1,5 tahun terjadi pandemi. Pemulihan akan terjadi apabila diiringi dengan penanganan kesehatan yang tepat.
”Pandemi Covid-19 memberikan ketidakpastian yang sangat tinggi terhadap ekonomi. Kita perlu sangat hati-hati dan terus menjaga disiplin protokol kesehatan. Kita juga belajar bahwa akselerasi vaksinasi menjadi salah satu kunci utama pengendalian kasus,” katanya
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede memperkirakan pola pemulihan ekonomi Indonesia akan berbentuk huruf K (K-shaped). Ini berarti pola pemulihannya tidak seragam, ada sektor yang tumbuh cepat, tetapi ada pula sektor yang terpuruk.
Sejumlah sektor yang bisa mengalami pertumbuhan cukup signifikan, antara lain, ialah sektor perdagangan, sektor konstruksi, dan sektor manufaktur. Adapun sektor yang masih tertekan adalah sektor yang berkaitan dengan pariwisata dan sektor transportasi.
”Sektor pariwisata dan transportasi sangat erat kaitannya dengan mobilitas masyarakat, yang kemungkinan masih akan terus dibatasi sebagai upaya pemerintah dalam menangani pandemi,” ujarnya.
Josua mengingatkan, divergensi pertumbuhan sektoral ini perlu dicermati karena membuat pemulihan ekonomi menjadi lebih lambat. Selain itu, juga membuat penyerapan tenaga kerja menjadi kurang optimal.