Pemda Lambat, Pemerintah Pusat Pertimbangkan Ambil Alih Penyaluran BLT Desa
Kementerian Keuangan mempertimbangkan untuk mengambil alih penyaluran bantuan langsung tunai atau BLT Desa yang pencairannya saat ini mandek di pemerintah daerah.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Keuangan mempertimbangkan untuk mengambil alih penyaluran bantuan langsung tunai atau BLT Desa yang pencairannya saat ini mandek di pemerintah daerah. Hingga pekan ketiga Juni 2021, total serapan BLT Desa baru mencapai 21,2 persen dari pagu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, hingga paruh pertama 2021, masih terdapat 163 daerah setingkat kabupaten/kota dengan tingkat penyerapan BLT Desa di bawah 15 persen dari anggaran. Sementara hanya ada 21 daerah dengan tingkat serapan di atas 50 persen.
Ke-21 daerah tersebut adalah Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat, Barru, Karangasem, Mempawah, Buleleng, Kudus, Sleman, Hulu Sungai Tengah, Mimika, Belitung Timur, Sinjai, Bolaang Mongondow Utara, Lombok Utara, Banyuasin, Bondowoso, Banyuwangi, Hulu Sungai Selatan, Sukabumi, Kendal, dan Kota Denpasar.
Terdapat 163 daerah setingkat kabupaten/kota dengan tingkat penyerapan BLT Desa di bawah 15 persen dari anggaran. Sementara hanya ada 21 daerah dengan tingkat serapan di atas 50 persen.
Program BLT Desa merupakan salah satu instrumen program perlindungan sosial yang termasuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021. Sasaran dari BLT Desa adalah 8 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dengan nilai manfaat Rp 300.000 per bulan yang disalurkan selama setahun penuh.
Dalam konferensi pers APBN KiTA yang berlangsung Rabu (21/7/2021), Sri Mulyani memaparkan bahwa realisasi anggaran transfer BLT Desa hingga 19 Juli 2021 baru mencapai Rp 6,11 triliun atau 21,2 persen dari pagu alokasi anggaran sebesar Rp 28,8 triliun.
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah pusat punya opsi mengambil alih anggaran dana desa dari pemerintah daerah untuk mempercepat penyaluran BLT Desa. Pengambilalihan ini merupakan bentuk sanksi jika penyerapan di daerah tetap lambat, baik itu dalam bentuk dana transfer ke daerah maupun APBD.
”Kami akan mencoba intercept karena uang itu sudah ada, tapi belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Kami bisa cari nama dan akun yang tercatat di tiap-tiap desa untuk menerima manfaat BLT Desa,” katanya.
Sebelum memutuskan untuk mengambil alih penyaluran BLT Desa, Kementerian Keuangan telah menggandeng Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi untuk melakukan berbagai relaksasi agar pemerintah daerah dapat meningkatkan penyerapan dana desa.
Untuk memastikan letak dari sumbatan, Kementerian Keuangan juga sudah menggandeng Kementerian Dalam Negeri untuk memantau laporan pelaksanaan APBD agar bisa mendeteksi adanya perlambatan realisasi di daerah, terutama yang berhubungan dengan transfer dana ke daerah.
Kami akan mencoba intercept karena uang itu sudah ada, tapi belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Kami bisa cari nama dan akun yang tercatat di tiap-tiap desa untuk menerima manfaat BLT Desa. (Sri Mulyani Indrawati)
”Itu bisa dalam bentuk DAU, DBH, DAK fisik, DAK non-fisik, dana desa, serta dana otsus untuk beberapa daerah otonomi khusus. Presiden telah memerintahkan Polri dan Kejaksaan Agung untuk mengawal hal tersebut hingga ke level Forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah),” ujarnya.
Total nilai APBD yang tahun ini ditujukan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat mencapai Rp 25,46 triliun. Dana ini terdiri dari anggaran untuk perlindungan sosial sebesar Rp 12,11 triliun dan anggaran untuk pemberdayaan ekonomi Rp 13,35 triliun.
Hingga 20 Juli 2021, realisasinya baru mencapai 18,5 persen atau setara dengan Rp 4,7 triliun dari pagu yang tersedia. Realisasi itu terdiri dari serapan kegiatan perlindungan sosial Rp 2,3 triliun atau 19,2 persen dari pagu sebesar Rp 12,11 triliun. Adapun serapan anggaran untuk pemberdayaan ekonomi sebesar Rp 2,4 triliun atau 17,8 persen dari pagu Rp 13,35 triliun.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti mengungkapkan, saldo pemda di perbankan pada Juni kembali mengalami kenaikan. Pada Juni 2021, posisinya menyentuh Rp 190 triliun, lebih tinggi daripada bulan sebelumnya yang sebesar Rp 172 triliun.
”Sampai akhir Juni naik lagi, bulan Mei Rp 172 triliun dan sekarang sampai akhir Juni Rp 190 triliun. Kalau dibandingkan Juni tahun lalu memang lebih rendah karena Juni tahun lalu jumlahnya Rp 196 triliun,” katanya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, selain Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi sebenarnya bisa memberikan asistensi kepada pemerintah daerah yang khawatir jika percepatan penyaluran BLT Desa berpotensi menimbulkan pelanggaran hukum.
”Asistensi langsung dari pemerintah pusat kepada pejabat daerah penyalur BLT Desa, terutama terkait aturan administrasi teknis, saat ini diperlukan agar penyaluran menjadi lebih cepat,” ujarnya.
Ia juga berharap pemerintah menambah alokasi anggaran perlindungan sosial sehingga setiap keluarga bisa mendapatkan setidaknya Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta per bulan, khususnya di Jawa dan Bali ketika PPKM darurat dilaksanakan.
”Dengan asumsi batas garis kemiskinan adalah Rp 472.000 per orang per bulan, maka satu keluarga dengan 3 orang, penduduk miskin punya kebutuhan hidup minimal Rp 1,4 juta per bulan untuk keluar dari jurang kemiskinan,” kata Bhima.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat, pemerintah akan menyiapkan anggaran tambahan Rp 55,21 triliun. Anggaran tersebut dialokasikan untuk beberapa bantuan sosial, seperti kartu sembako hingga bantuan beras Bulog yang akan diberikan langsung kepada masyarakat.