Kondisi pasar perkantoran diprediksi melemah sebagai dampak pandemi yang berkelanjutan. Tren properti diprediksi bergeser dengan munculnya pola kerja hibrida.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 yang berlanjut berdampak pada subsektor properti, khususnya perkantoran. Tren baru perkantoran sebagai tempat kerja muncul dengan perubahan cara pandang yang berbeda.
Tren pergeseran perkantoran, antara lain, tecermin dari survei Knight Frank Asia Pacific terhadap 400 lembaga bisnis internasional terkait preferensi, ekspektasi, dan prediksi investasi untuk tiga tahun ke depan. Hampir separuh responden menyatakan bahwa pola bekerja dari rumah atau model hibrida akan berkelanjutan dan tempat kerja menjadi lebih fleksibel sebagai alternatif sistem kerja.
Di sisi lain, sekitar 66 persen responden di Asia Pasifik menilai relokasi kantor pusat menjadi salah satu pilihan alternatif dalam tiga tahun ke depan. Pertimbangannya, antara lain, adaptasi terhadap transformasi bisnis, mendekati sumber tenaga kerja, dan mencari tempat yang lebih berkualitas.
Country Head of Knight Frank Indonesia Willson Kalip mengemukakan, kantor tetap dibutuhkan sebagai tempat kolaborasi, bertukar gagasan, dan mendifusikan budaya korporasi ke dalam semangat para pekerja. Meski demikian, masa pandemi menyebabkan pergeseran dan penataan ulang pola kerja akibat kebijakan bekerja dari rumah yang berlangsung lebih dari setahun. Pola hibrida menjadi salah satu pilihan, yakni memadukan bekerja di kantor dan dari rumah sehingga terjadi efisiensi ruang kerja.
Hampir separuh responden menyatakan bahwa pola bekerja dari rumah atau model hibrida akan berkelanjutan dan tempat kerja menjadi lebih fleksibel sebagai alternatif sistem kerja.
”Korporasi akan menakar ulang fungsi dan pola kerja setiap divisi untuk mendapat performa yang optimal. Dengan demikian, beberapa divisi dapat diarahkan untuk menjalankan pola hibrida,” kata Willson secara tertulis, Rabu (14/7/2021).
Evaluasi atas kebutuhan ruang kantor juga memungkinkan korporasi melakukan perluasan ruang kantor dengan memperhatikan standar kepadatan ruang, yaitu 8-11 meter persegi per pekerja, untuk menopang kebutuhan jaga jarak. Desain ulang juga dilakukan untuk mengadopsi kebutuhan ruang terbuka. Apabila luasan tetap, desain ulang dilakukan dengan membuka sekat antar-ruang kerja.
Pasar melemah
Willson memproyeksikan kondisi pasar perkantoran di Jakarta masih menantang di semester I-2021. Pelemahan pasar perkantoran diikuti dengan menurunnya tingkat hunian dan penyesuaian harga.
”Penjadwalan ekspansi korporasi yang harusnya berlangsung di semester ini bakal tertunda. Meski demikian, serapan ruang perkantoran masih datang dari perusahaan teknologi finansial, e-dagang, farmasi, dan teknologi informasi,” ujar Willson.
Evaluasi atas kebutuhan ruang kantor juga memungkinkan korporasi melakukan perluasan ruang kantor dengan memperhatikan standar kepadatan ruang, yaitu 8-11 meter persegi per pekerja, untuk menopang kebutuhan jaga jarak.
Senada dengan Wilson, Senior Associate Director Colliers Indonesia Ferry Salanto mengemukakan, tingkat hunian perkantoran terus menurun. Di kawasan pusat bisnis di Jakarta, tingkat hunian pada triwulan II-2021 rata-rata 79,2 persen atau turun 1,1 persen dibanding triwulan sebelumnya. Di luar kawasan pusat bisnis, tingkat hunian rata-rata 78,4 persen atau turun 1,2 persen dari triwulan sebelumnya.
”Ini adalah pertama kalinya tingkat hunian rata-rata di kawasan pusat bisnis ada di bawah 80 persen,” ujar Ferry.
Tingkat hunian perkantoran di kawasan pusat bisnis di Jakarta diperkirakan terus menurun hingga akhir 2021. Tambahan pasokan ruang relatif terbatas yang ditandai dengan penundaan beberapa proyek di kawasan pusat bisnis.