Sebanyak 245 korban konflik di Provinsi Aceh akan diberikan hak reparasi pada 2022. Pemprov Aceh telah menganggarkan dana Rp 2,45 miliar untuk para korban.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Sebanyak 245 korban konflik di Provinsi Aceh akan diberikan hak reparasi pada 2022. Pemprov Aceh telah menganggarkan dana Rp 2,45 miliar untuk para korban.
Deputi III Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Jamaluddin dihubungi, Jumat (9/7/2021), menuturkan 245 orang tersebut ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 330/1209/2020 tentang Penetapan Penerima Reparasi Mendesak Pemulihan Hak Korban. ”Ke-245 korban ini hasil verifikasi oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi,” kata Jamaluddin.
Para korban yang ditetapkan dalam pergub tersebut mereka yang telah menyampaikan kesaksian di hadapan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh. KKR adalah lembaga yang bertugas memverifikasi para korban konflik.
Sebenarnya jumlah korban konflik di Aceh mencapai ribuan. Namun, yang baru diverifikasi faktual sebanyak 245 orang. Sebenarnya reparasi untuk korban terlambat. (Jamaluddin)
KKR dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Sementara BRA dibentuk atas dasar qanun/peraturan daerah.
Jamaluddin mengatakan sebenarnya jumlah korban konflik di Aceh mencapai ribuan. Namun, yang baru diverifikasi faktual 245 orang. ”Sebenarnya reparasi untuk korban terlambat, saat perdamaian 16 tahun,” kata Jamaluddin.
Reparasi untuk korban diberikan dalam bentuk hibah uang tunai, pemberdayaan ekonomi, dan rehabilitasi. Korban 245 orang tersebut semuanya warga sipil. Dalam regulasi ada tiga kelompok korban konflik, yakni mantan napi politik/tahanan politik, mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka, dan warga sipil.
Perjanjian damai antara GAM dan Pemerintah RI ditandatangani pada 15 Agustus 2005. Selain menghentikan konflik, para korban akan dipulihkan. Pemerintah RI memberikan dana otonomi khusus untuk Aceh agar program-program pemulihan pascakonflik berjalan dengan cepat.
Menurut Jamaluddin, seharusnya tim anggaran Pemprov Aceh memberikan anggaran untuk program reintegrasi minimal 0,5 persen dari dana otsus. Setiap tahun sejak 2008, Aceh mendapatkan dana otsus mencapai Rp 8 triliun.
Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh Hendra Saputra mengatakan, reparasi adalah hak korban konflik. Namun, hingga 16 tahun perdamaian reparasi tidak kunjung diberikan. Baru pada 2020, Gubernur Aceh mengeluarkan pergub penetapan nama-nama penerima reparasi.
Kondisi mendesak dalam reparasi kalau mau kita umpakan dalam situasi bencana alam, mirip seperti proses emergency response pasca bencana, korban terdampak bencana mesti dibantu dengan cepat. (Hendra Saputra)
”Kondisi mendesak dalam reparasi kalau mau kita umpakan dalam situasi bencana alam, mirip seperti proses emergency response pascabencana, korban terdampak bencana mesti dibantu dengan cepat,” kata Hendra.
Hendra menambahkan, reparasi mendesak bagian dari proses pengungkapan kebenaran atas peristiwa pelanggaran HAM masa lalu di Aceh. Hendra berharap hak korban konflik segera dipenuhi agar tercipta keadilan.