Dorong Daya Saing, Hulu-Hilir Industri Garam Rakyat Diperbaiki
Pemerintah mendorong hulu-hilir produksi garam rakyat. Produksi garam rakyat diolah sendiri untuk dipasarkan guna mengurangi stok garam yang menumpuk.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mendorong hasil produksi garam rakyat untuk langsung diolah dan dipasarkan sendiri. Hal ini dinilai sebagai salah satu solusi untuk mengatasi penumpukan garam rakyat akibat ketidakpastian serapan garam oleh industri.
Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan Miftahul Huda mengemukakan, tantangan terbesar produksi garam rakyat adalah kualitas dan kontinuitas pasar. Produksi garam rakyat belum terserap pasar sehingga menumpuk. Oleh karena itu, kualitas garam rakyat terus ditingkatkan melalui adopsi teknologi dan integrasi lahan, yang disinergikan dengan pengolahan garam. Dengan harapan, petambak garam bisa memiliki lini bisnis hulu hingga hilir.
”Paradigmanya kita balik dengan melihat seperti apa garam yang dibutuhkan pasar. Maka produksi garam akan disesuaikan dengan permintaan pasar, dan garam rakyat diolah sendiri sesuai kebutuhan pasar supaya bisa terserap,” katanya dalam Bincang Bahari: Bedah Buku ”Potret Garam Nasional” secara daring, Selasa (29/6/2021).
Huda menambahkan, pemerintah sedang menyusun peraturan presiden tentang pembangunan pergaraman nasional melalui sentra ekonomi garan rakyat (segar) dengan penggabungan praproduksi, produksi, pacsrproduksi, pengolahan, dan pemasaran.
Pemerintah telah membangun tujuh unit pabrik pencucian dan pemurnian garam (washing plant), yakni di Karawang, Brebes, Indramayu, Pati, Gresik, Pasuruan, dan Sampang. Pabrik pencucian garam itu diharapkan mendorong sentra produksi garam rakyat mengembangkan industri pengolahan sendiri.
”Artinya, apa pun kualitas garam rakyat, kita coba tingkatkan kualitas dan rekayasa produk melalui teknologi permunian garam,” kata Huda.
Saat ini, salah satu produk garam hasil olahan yang banyak diserap industri ialah garam konsumsi beryodium dalam kemasan dengan kadar NaCl 95 persen. Usaha itu mampu menggerakkan garam rakyat dan lebih menjamin penyerapan pasar. Dicontohkan, pabrik pencucian garam di Indramayu memiliki kapasitas 6.500-7.000 ton. Setiap bulan dihasilkan 15 kontainer atau 300 ton garam beryodium.
Dari data KKP, total kebutuhan garam nasional tahun 2020 sebesar 4,4 juta ton. Sementara impor garam 2,9 juta ton. Adapun produksi garam rakyat tahun 2019 sebesar 2,8 juta ton. Saat ini, sebagian garam rakyat sisa produksi masih menumpuk karena tidak terserap.
Sebanyak 99 persen dari total 23.000 hektar tambak garam menggunakan teknologi evaporasi (solar salt). Peningkatan kualitas dilakukan melalui integrasi lahan serta penggunaan teknologi geomembran dan ulir filter.
Pembenahan hulu dari sisi produksi dan pemenuhan kebutuhan pasar dinilai akan mampu mengurai persoalan garam rakyat yang sulit terserap. ”Akan tetapi, ujung akhirnya adalah harga garam. Harga dan serapan pasar akan menentukan penambahan lahan garam dan sejauh mana petambak garam mau berusaha,” kata Huda.
Koordinator Perencanaan dan Kerja Sama Pusat Riset Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ifan Ridlo Suhelmi mengemukakan, penerapan teknologi pengolahan dan pemurnian garam perlu dibarengi dengan segmentasi pasar dan tata niaga. Dengan demikian, ada pengaturan harga untuk garam konsumsi maupun garam industri yang dihasilkan petambak rakyat.
”Perlu segmentasi (pasar) garam konsumsi dan garam industri sehingga ada tata niaga untuk jenis garam konsumsi dan garam industri,” kata Ifan.
Peneliti Pusat Riset Kelautan KKP Rikha Bramawanto mengemukakan, Sebagian besar produksi garam rakyat saat ini menerapkan sistem maduris yang mengandalkan metode evaporasi garam. Butiran kristal garam pada meja kristalisasi dipanen seluruhnya sehingga ada potensi garam bercampur dengan tanah.
Pola ini berbeda dengan beberapa negara iklim subtropis yang memanen garam pada alas garam setebal lebih dari 20 cm sehingga menghasilkan garam bersih, berkadar pengotor rendah, dan kadar NaCl tinggi. Garam tidak seluruhnya dipanen karena sebagian dijadikan alas garam.
Untuk mendorong peningkatan produksi yang bernilai ekonomi diperlukan pengelolaan kawasan pergaraman terpadu. Ada tiga model pengelolaan kawasan terpadu yang dapat diterapkan, yakni corporate farming,konsolidasi fisik lahan untuk dikelola korporasi dengan produksi hulu-hilir dikendalikan korporasi.
Selain itu, collective farming, yakni model pengelolaan kolektif yang konsolidasi lahan tidak mutlak dilakukan. Konsolidasi hanya diterapkan pada aspek prasarana, penerapan teknologi, produksi, pascapanen, dan pemasaran. Opsi ketiga, cooperative farming atau tidak ada konsolidasi lahan sama sekali. Konsolidasi hanya dilakukan pada aspek sarana, penerapan teknologi, pelaksanaan produksi, pascapanen, dan pemasaran.