”Shrimp Estate” Diminta Sasar Petambak Tradisional
Pengembangan ”shrimp estate” yang menghabiskan anggaran Rp 250 miliar pada tahun 2022 dinilai perlu ditopang manajemen kawasan untuk tata kelola budidaya yang baik. Petambak tradisional perlu dilibatkan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemerintah untuk mengembangkan kluster udang (shrimp estate) dinilai perlu menyentuh tambak-tambak tradisional. Proyek percontohan kluster udang itu diharapkan bisa ditiru petambak skala kecil.
Program shrimp estate merupakan bagian dari rencana Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menggenjot ekspor udang hingga 250 persen dalam kurun tahun 2019-2024, yakni dari 1,7 miliar dollar AS menjadi 4,25 miliar dollar AS. Secara tahunan, nilai ekspor udang diharapkan tumbuh (CAGR) rata-rata 20 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan volume ekspor rata-rata 15 persen per tahun.
Rencana pengembangan shrimp estate meliputi evaluasi dan revitalisasi tambak-tambak udang. Pemerintah akan menyiapkan instalasi pengolahan limbah, tandon, irigasi, pakan, perbenihan, dan laboratorium. Namun, pengembangan shrimp estate untuk tahun 2022 dengan rencana alokasi anggaran Rp 250 miliar menuai sorotan karena akan menghabiskan 33 persen dari pagu anggaran perikanan budidaya.
Ketua Forum Udang Indonesia Budhi Wibowo menyampaikan, revitalisasi tambak perlu menyasar tambak tradisional plus agar bisa berkembang menjadi tambak semi-intensif. Proyek percontohan shrimp estate diharapkan bisa diikuti oleh petambak-petambak hingga skala kecil. Pemerintah perlu mendorong perbaikan sistem irigasi dan instalasi pengolahan air limbah secara komunal.
”Proyek percontohan shrimp estate harus bisa dicontoh sebanyak mungkin oleh petambak kecil dan menengah. Kalau berbiaya mahal, petambak kecil tidak akan bisa mengikutinya,” kata Budhi saat dihubungi, Jumat (25/6/2021).
Ia menambahkan, upaya revitalisasi juga perlu ditopang manajemen kawasan secara bersama melalui pembentukan kelompok-kelompok pembudidaya. Selama ini, tambak-tambak dalam satu kawasan umumnya dikelola sendiri-sendiri.
Senada dengan itu, Ketua Harian Shrimp Club Indonesia Hardi Pitoyo berpendapat, perhatian pemerintah secara konsepsional dalam perbaikan irigasi air masuk dan saluran pembuangan serta membuatkan model instalasi pengolahan air limbah di wilayah tertentu dinilai tepat. Namun, untuk tambak yang menggunakan sarana air bersama atau kawasan kerumunan tambak, perlu dibentuk kluster pengelolaan untuk memudahkan penataan irigasi, pembuangan air, jadwal tebar, dan tata kelola budidaya.
”Tak kalah pentingnya, edukasi pelaku teknis di lapangan harus terus dilakukan,” ujar Pitoyo.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebutkan, pihaknya sedang menyiapkan rencana induk pengembangan shrimp estate hingga tahun 2024. Langkah yang dilakukan antara lain mengevaluasi dan merevitalisasi tambak-tambak udang.
”Revitalisasi itu (artinya) negara harus hadir menyiapkan instalasi pengolahan limbah, tandon, irigasi, pakan, perbenihan, dan laboratorium. Ini model yang akan kita buat,” kata Trenggono dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Kamis.
Menurut Trenggono, tambak yang rusak akan direvitalisasi agar lebih efisien. Hasil tambak nantinya akan dibagi kepada pemilik tambak setelah dikurangi biaya infrastruktur, seperti listrik dan instalasi pengolahan air limbah, perbenihan, dan pakan.
Sementara itu, sejumlah anggota Komisi IV DPR mengingatkan pemerintah untuk menyusun peta jalan dan target yang jelas agar menekan potensi kegagalan shrimp estate dan tidak memboroskan anggaran KKP yang sudah terbatas.