Peran Mossad dikembalikan ke fungsi sebelumnya, yakni intelijen. Peran kementerian luar negeri dan kementerian pertahanan Israel yang tenggelam akibat besarnya peran Mossad di era sebelumnya, kini kembali bersinar.
Oleh
Musthafa Abd Rahman, dari Kairo, Mesir
·3 menit baca
Suksesi kekuasaan di Israel ternyata membawa perubahan pula pada pola kerja strategis di negara itu. Dinas Intelijen Luar Negeri Israel (Mossad), yang sangat berjaya pada era Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, kini mulai tampak redup pada era PM Israel yang baru, Naftali Bennett.
Bennett ingin mengembalikan peran Mossad ke habitatnya semula, yakni urusan intelijen semata. Ini sangat berbeda dengan era Netanyahu yang memberi peran sangat besar kepada Mossad sehingga merambah ke isu keamanan dan diplomasi. Mossad juga terkesan menggeser peran kementerian luar negeri dan kementerian pertahanan Israel.
Peran institusi militer dan kementerian luar negeri mulai bersinar pada era Bennett saat ini. Hal itu ditunjukkan oleh keputusan Bennett memberi kepercayaan penuh kepada kepala staf angkatan bersenjata Israel, Aviv Kochavi, untuk memimpin delegasi Israel menuju Washington DC, Amerika Serikat, Minggu (20/6/2021).
Kochavi, yang akan melakukan kunjungan ke Washington DC selama tujuh hari, mendapat mandat penuh dari Bennett untuk membahas semua isu strategis dengan para pejabat tinggi AS, seperti isu nuklir Iran, faksi Hamas di Jalur Gaza, Hezbollah di Lebanon, dan isu Iran setelah terpilihnya kandidat kubu konservatif, Ebrahim Raisi, sebagai presiden baru Iran.
Kunjungan delegasi Israel yang dipimpin Kochavi ke Washington DC itu merupakan kunjungan pejabat tinggi Israel pertama ke AS sejak koalisi baru pimpinan Bennett mendapat pengesahan Knesset (parlemen) pada 13 Juni.
Ketika Direktur Mossad sebelumnya, Yossi Cohen, memimpin delegasi pejabat tinggi Israel ke Washington DC pada awal Mei lalu, Kochavi hanya anggota delegasi. Kini, Kochavi yang memimpin delegasi pejabat tinggi Israel ke Washington dan direktur Mossad yang baru, David Barne, diberitakan bahkan tidak masuk anggota delegasi.
Peran strategis
Hal itu menunjukkan pula betapa strategis peran yang dipikul Kochavi saat ini. Apalagi isu nuklir Iran tengah menghadapi masa krusial karena sejak perundingan Vienna dimulai April lalu masih gagal tercapai kesepakatan.
Kementerian Luar Negeri Iran, seperti dikutip stasiun televisi Al Jazeera, Senin (21/6/2021), menyampaikan, perundingan nuklir di Vienna mendatang bisa jadi perundingan tahap akhir. Perundingan nuklir sampai saat ini telah sampai tahap keenam dan perundingan akan dimulai lagi untuk tahap ketujuh dalam kurun 10 hari mendatang. Para diplomat Uni Eropa, dalam keterangan pers yang disampaikan kepada wartawan, Minggu malam, menegaskan, perundingan nuklir Iran tidak mungkin berjalan terus tanpa batas waktu.
Dalam hal diplomasi, duet PM Bennett dan Menlu Israel baru, Yair Lapid, juga akan mengembalikan peran tersebut kepada kementerian luar negeri. Apalagi posisi jabatan menteri luar negeri kini dijabat oleh Yair Lapid sendiri.
Menurut kesepakatan koalisi, Bennett akan menjabat perdana menteri untuk dua tahun pertama, kemudian diganti Lapid sebagai perdana menteri untuk dua tahun sisanya. Pada dua tahun sisanya, Bennett akan menjabat menlu.
Oleh karena itu, jabatan menlu pasti memikul beban strategis karena dijabat secara bergantian oleh Lapid dan Bennett. Menlu Lapid dalam sidang kabinet pertama pekan lalu menegaskan bahwa ia akan menangani isu hubungan Israel dengan Palestina, negara Arab tetangga, dan masyarakat internasional.
Pada era PM Netanyahu, hubungan luar negeri ini banyak digarap oleh Mossad. Mossad dikenal sangat berperan di balik tercetusnya Abraham Accord, yakni pembukaan hubungan resmi Israel dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko.