Revitalisasi Tambak dan Bahan Baku Pakan Jadi Tantangan
Pemerintah optimistis produksi dan nilai ekspor komoditas udang sebagai andalan perikanan nasional bisa tumbuh signifikan ke depan. Namun, upaya menggenjot produksi udang secara berkelanjutan masih menghadapi tantangan
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah optimistis produksi dan nilai ekspor komoditas udang sebagai andalan perikanan nasional bisa tumbuh signifikan ke depan. Namun, upaya menggenjot produksi udang secara berkelanjutan masih menghadapi tantangan hulu-hilir.
Pemerintah menargetkan ekspor udang naik bertahap hingga 250 persen dalam kurun tahun 2019-2024, yakni dari 1,7 miliar dollar AS menjadi 4,25 miliar dollar AS. Secara tahunan, nilai ekspor udang diharapkan tumbuh (CAGR) rata-rata 20 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan volume ekspor rata-rata 15 persen per tahun.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengemukakan, Indonesia menempati peringkat ke-5 sebagai eksportir udang dunia pada tahun 2019, setelah India, Ekuador, Vietnam, dan China. Namun, kontribusi udang Indonesia terhadap pasar dunia masih sangat kecil, yakni 7,1 persen
”Potensi pasar harus digarap, terutama pasar yang memberikan nilai tambah tinggi,” kata Trenggon dalam Shrimp Talks, yang diselenggarakan Masyarakat Akuakultur Indonesia bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran, Senin (14/6/2021).
Trenggono mengatakan, upaya mencapai target produksi dan ekspor udang harus menggunakan pendekatan hulu-hilir. Tantangan yang muncul adalah aspek keberlanjutan. Dari kunjungan ke beberapa lokasi tambak, pihaknya masih menemukan tambak udang di pinggiran laut yang tidak dilengkapi instalasi pengolahan air limbah sehingga dikhawatirkan menimbulkan kerusakan yang fatal.
Kebijakan pemerintah dalam pemanfaatan sumber daya tidak hanya eksploitasi untuk kepentingan ekonomi, tetapi juga harus memerhatikan lingkungan dan keberlanjutan. Oleh karena itu, peningkatan produksi udang dengan strategi shrimp estate akan didukung dengan penyediaan infrastruktur dan revitalisasi tambak milik masyarakat.
”Pembangunan tambak udang nasional harus memperhatikan kaidah ekonomi biru, dengan kesehatan laut menjadi tujuan utama,” kata Trenggono.
Persoalan lain adalah kebutuhan pakan yang merupakan komponen biaya produksi terbesar. Sinergi dengan perguruan tinggi diperlukan untuk mencapai komponen pakan yang lebih efisien serta mengurangi ketergantungan impor pakan dan pakan dari hasil tangkapan.
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia Rokhmin Dahuri mengemukakan, target peningkatan produksi udang menjadi 2 juta ton dan kenaikan nilai ekspor hingga 250 persen pada tahun 2024 hanya bisa dicapai melalui revitalisasi tambak dan pembukaan tambak baru. Pembukaan tambak baru tidak selalu identik dengan perusakan habitat bakau karena bisa dilakukan di luar lahan bakau.
Ia menilai, revitalisasi tambak udang kadang gagal akibat persoalan teknis hingga sosio kultural. Peningkatan produksi udang harus ditopang sistem manajemen rantai suplai yang terintegrasi, cara budidaya yang baik, dan produksi udang yang berkelanjutan. Selain itu, diperlukan penguatan industri pengolahan udang.
”Hancurnya tambak dan lahan selama ini karena tidak mematuhi tata ruang dan daya dukung. Jangan pernah mengembangkan tambak dengan melampaui daya dukungnya,” kata Rokhmin.
Efisiensi
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Yudi Nurul Ihsan mengemukakan, budidaya udang memiliki peluang pasar yang besar, termasuk pasar dalam negeri. Tren konsumsi udang meningkat berkat diversifikasi produk. Produksi udang bisa terus dipacu, antara lain, dengan memanfaatkan lahan di pulau-pulau kecil.
Ketua Divisi Akuakultur Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Harris Muhtadi mengemukakan, produsen pakan siap menyuplai kebutuhan pakan untuk pencapaian target produksi udang. Dibutuhkan 3 juta ton pakan udang untuk memproduksi 2 juta ton udang pada 2024. Pabrik pakan ikan pun siap melakukan konversi untuk menghasilkan pakan udang.
Produksi pakan budidaya perikanan di Indonesia menempati peringkat ke-4 dunia, yakni 1,7 juta ton pada 2020. Dari jumlah itu, sebanyak 400.000 ton berupa pakan udang dan 1,3 juta ton pakan ikan. Adapun kapasitas terpakai pabrik pakan hanya 55,2 persen. Tahun 2020, kapasitas terpasang pabrik pakan udang hanya 710.000 metrik ton, tetapi tahun ini akan ada tambahan kapasitas baru 160.000 metrik ton sehingga total kapasitas terpasang menjadi 870.000 ton.
Tantangan lain yang muncul adalah substitusi bahan baku tepung ikan. Produk udang dinilai menjadi tidak kompetitif jika masih mengandalkan tepung ikan yang dihasilkan dengan penangkapan yang merusak lingkungan. Muncul tekanan internasional untuk menolak udang yang menggunakan bahan baku tepung ikan.
Regional Aquaculture Consultant, Ronnie Tan, mengemukakan, dampak pandemi Covid-19 telah menyebabkan produksi udang dunia anjlok 10,5 persen. Penurunan produksi terbesar di India, yakni 26 persen, akibat tenaga kerja yang terdampak kebijakan penutupan aktivitas. Produksi udang di China juga turun 13,5 persen akibat penutupan hotel, restoran, dan kafe. Tahun ini, produksi udang dunia diprediksi membaik.
Sementara itu, nilai impor udang secara global menunjukkan tren menurun sejak tahun 2013. Target Indonesia untuk menggenjot nilai ekspor udang di tengah penurunan harga udang perlu diimbangi dengan upaya menekan biaya pakan dan mencari substitusi bahan baku.