Pemberantasan Penangkapan Ikan Ilegal Perlu Disertai Sanksi Berefek Jera
Pemerintah mengklaim telah menangkap 36 kapal ikan ilegal asing. Penindakan dan sanksi tegas diperlukan untuk memberikan efek jera.
Oleh
Brigita Maria Lukita
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menegaskan komitmen untuk memberantas praktik penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU Fishing) di perairan Indonesia. Namun, komitmen untuk menangkap kapal-kapal ikan ilegal tersebut dinilai perlu diikuti dengan sanksi tegas guna memberikan efek jera.
Operasi pengawasan yang dilakukan oleh aparat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 3-9 Juni 2021 dalam rangka memperingati Hari Internasional Memerangi IUU Fishing telah melumpuhkan 19 kapal pelaku penangkapan ikan ilegal di sejumlah wilayah perairan. Hari Internasional Memerangi IUU Fishing diperingati dunia setiap tanggal 5 Juni.
Sebanyak 19 kapal ikan ilegal ditangkap aparat yang terdiri dari 3 kapal berbendera Malaysia, yaitu SFI-C2 3969, TRF 1034, dan SF3 1290; 7 kapal berbendera Vietnam, yaitu KG 93094 TS, CM 91161 TS, CM 91884 TS, SBF 23, KG 91058 TS, KG 93055 TS, dan NQ 94274 TS, 2 kapal berbendera Filipina, yaitu John Rec dan Dudots Phanie; dan 7 kapal ikan Indonesia, yaitu KM Rejeki Baru 2, KM Sinar Terang 8, KM Bintang Cerah I, KM Sumber Rejeki 36, KM Mizi Jaya, KM Kota Nelayan, dan KM Bintang Anugrah.
Dengan penangkapan tersebut, aparat pengawasan KKP telah menangkap 113 kapal sejak awal tahun hingga 10 Juni 2021, terdiri dari 77 kapal ikan Indonesia yang melanggar ketentuan dan 36 kapal ikan asing yang mencuri ikan. Kapal ikan asing ilegal meliputi 9 kapal berbendera Malaysia, 4 kapal berbendera Filipina, dan 23 kapal berbendera Vietnam.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Mohammad Abdi Suhufan mengemukakan, pemerintah diharapkan tidak hanya berhenti pada banyaknya kapal ilegal yang ditangkap, tetapi juga sanksi tegas kepada pelaku guna memberikan efek jera. Muncul kesan, kapal Vietnam semakin marak masuk ke Indonesia karena ada pembiaran dari Pemerintah Vietnam terhadap nelayan yang mencuri ikan di perairan negara lain.
Hingga saat ini, tercatat sekitar 500 anak buah kapal (ABK) asal Vietnam yang ditahan Pemerintah RI di Ranai, Natuna, tetapi tidak juga dipulangkan oleh Pemerintah Vietnam. Dampaknya, Indonesia terbebani biaya ganda, yakni operasional pemberantasan IUU Fishing, dan biaya penampungan ABK asing dari kapal ikan ilegal.
Abdi menilai, KKP dan otoritas pengawasan perlu mengembangkan strategi pengamanan di Natuna, termasuk melakukan tindakan tegas untuk memberikan efek jera.
”Proses hukum terhadap pelaku IUU Fishing perlu terus dikawal, jangan hanya berhenti pada banyaknya kapal IUUF yang ditangkap,” kata Abdi, saat dihubungi, Kamis (10/6/2021).
Indonesia terbebani biaya ganda, yakni operasional pemberantasan IUU Fishing dan biaya penampungan ABK asing kapal ikan ilegal.
Secara terpisah, CEO Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Mas Achmad Santosa berpendapat, beberapa wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia rawan kejahatan perikanan, seperti WPP 711 (Laut Natuna Utara), WPP 571 (Selat Malaka), dan WPP 716 (Laut Sulawesi). Tingginya ancaman perikanan ilegal, terutama di Laut Natuna Utara, telah mencapai tingkat kritis sehingga pemerintah perlu merespons lebih agresif.
Berdasarkan pantauan IOJI, setiap hari potensi ancaman puluhan hingga ratusan kapal pukat harimau (trawl) ganda berbendera Vietnam masih terus terjadi dan membahayakan ekosistem. Nelayan Indonesia juga harus bersaing dengan kapal-kapal asing di Laut Natuna Utara sehingga sangat merugikan nelayan akibat berkurangnya tangkapan.
”Pemerintah perlu melakukan sinergi dengan lembaga lain yang bertugas menjaga keamanan laut Indonesia terhadap kejahatan perikanan sehingga patroli dapat mencakup seluruh wilayah perairan rawan IUU Fishing di Indonesia. Selain itu, masyarakat nelayan Indonesia juga perlu diikutsertakan dalam memberantas IUU Fishing,” katanya.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan, IUU Fishing merupakan ancaman serius bagi keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan. Selain menyebabkan kerusakan ekologi, praktik itu juga mengakibatkan kerugian ekonomi dan berbagai permasalahan sosial di banyak negara.
Pihaknya akan terus memperkuat pengawasan, termasuk penguatan infrastruktur. Ia mengapresiasi kinerja awak kapal pengawas dalam menjaga sumber daya kelautan dan perikanan.
”Dari sisi infrastruktur, tahun ini kita sudah menambah dua armada baru dan akan terus kami tambah dengan kapal-kapal pengawas sekelas kapal fregat secara bertahap,” ujar Trenggono, dalam siaran pers.