Terdakwa Kasus Pemerkosaan Anak di Aceh Dibebaskan
Dalam sidang putusan perkara pemerkosa terhadap anak, hakim Mahkamah Syar’iyah Aceh, Kamis, 20 Mei 2021, menjatuhkan vonis bebas bagi DP. DP didakwa pelaku pemerkosa terhadap anak usia 11 tahun, ponakannya sendiri.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Vonis bebas Mahkamah Syar’iyah Aceh bagi DP (35), terdakwa kasus pemerkosaan anak, menuai kritik berbagai pihak. Alasannya, dalam sidang di tingkat pertama, terdakwa sudah divonis hukuman penjara 16 tahun.
Putusan bebas itu dijatuhkan kepada DP, Kamis (20/5/2021). Sebelumnya, warga Aceh Besar itu didakwa memerkosa anak berusia 11 tahun, yang juga keponakannya.
Dengan putusan ini, dua terdakwa yang diajukan ke persidangan untuk kasus yang sama dibebaskan. MA (33), ayah korban, divonis bebas di Mahkamah Syar’iyah Jantho pada Selasa (30/3/2021). DP dan MA dilaporkan warga kepada polisi pada Agustus 2020. Peristiwa itu terjadi beberapa bulan setelah ibu kandung korban meninggal.
Komisioner Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak (KPPA) Aceh Firdaus Nyak Idin, Senin (24/5/2021), mempertanyakan kualitas hakim Mahkamah Syar’iyah. Putusan bagi DP berbanding terbalik dengan vonis di pengadilan tingkat pertama. Apalagi, hakim yang memutuskan kasus itu diduga lebih terbiasa menangani kasus perdata.
”Pengalaman hakim Mahkamah Syar’iyah kemungkinan rendah menangani perkara pidana, termasuk kekerasan seksual terhadap anak ini,” ujar Firdaus.
Hak korban juga harus dipastikan terpenuhi. Korban pasti butuh pendampingan dan pemulihan trauma.
Kewenangan itu muncul setelah lahir Qanun/Perda Hukum Jinayah tahun 2014. Kasus pemerkosaan, pelecehan seksual terhadap anak menjadi kewenangan hakim Mahkamah Syar’iyah. Firadus mengatakan, KPPA Aceh berencana melaporkan hakim yang menangani perkara tersebut kepada Komisi Yudisial.
Direktur Flower, LSM perempuan, Riswati, juga mempertanyakan vonis bebas bagi DP. Riswati mendorong kejaksaan melakukan kasasi. ”Hak korban juga harus dipastikan terpenuhi. Korban pasti butuh pendampingan dan pemulihan trauma,” kata Riswati.
Dihubungi terpisah, Ketua Makmakah Syar’iyah Aceh Rosmawardani menolak menanggapi vonis bebas tersebut. Namun, dalam beberapa kasus yang sama, kata Rosmawardani, kemungkinan hakim berpendapat tidak cukup alat bukti. ”Itu kewenangan majelis hakim, ketua mahkamah tidak berhak mengintervensi,” ujar Rosmawardani.
Jaksa di Kejaksaan Negeri Jantho Deddi Maryadi mengatakan belum mendapatkan salinan putusan terkait kasus yang melibatkan DP. Oleh karena itu, dia belum bisa mengambil langkah kasasi atau tidak.
Hal itu berbeda dengan putusan vonis bebas atas terdakwa MA. Deddi mengatakan sudah mengajukan kasasi terkait kasus itu ke Mahkamah Agung.