Menurut Gogor Purwoko, satu-satunya isme di dalam perjalanan hidup dan kreativitas adalah keberanian. Keberanian untuk memutuskan dan melangkah adalah kunci bagi pekerja seni.
Oleh
Nawa Tunggal dan Mohammad Hilmi Faiq
·5 menit baca
Gogor Purwoko muncul sebagai perupa setelah berjibaku dalam hidup sebagai pekerja konstruksi. Sentuhannya dengan seni bermula ketika dia melihat beberapa pameran seni. Dari sana, muncul dorongan yang lalu dia ekspresikan lewat kanvas. Tiada tujuan lain dalam berkarya, Gogor hanya ingin mengikuti kata hati sebagaimana pameran kali ini.
Selembar kanvas panjang terbentang di lantai. Seusai acara pembukaan pameran, separuh kanvas ditumpahi cat warna-warni bumi. Bagian kanvas penuh cat itu lalu ditangkupkan dan dilekatkan ke separuh kanvas lainnya yang kosong sehingga corak abstraknya melekat ke seluruh kanvas, membentuk citra serupa. Itulah pesona abstrak pelukis Gogor Purwoko (50).
Panjang kanvas itu berkisar 10 meter, dengan lebar sekitar 1,5 meter. Gogor memperagakan modus operandi berkarya tadi sebagai rangkaian pembukaan pameran yang diberi tajuk Open Studio ”Blank On” di Balai Budaya Jakarta, (21/5/2021). Pemaran ini akan berlangsung hingga 29 Mei 2021.
”Sesuai dengan konsep membuka studio (open studio), di sini tidak sekadar memamerkan karya. Akan tetapi, saya juga ingin mengerjakan beberapa lukisan,” ujar Gogor, Jumat (21/5/2021) di Balai Budaya Jakarta.
Beberapa kanvas lukisan dipajang tanpa kayu spanram di dinding ruang pamer. Ada barisan warna membentuk corak abstrak, tetapi lukisan itu belum ada tanda tangan Gogor. Itulah tanda lukisannya yang belum selesai.
”Lukisan itu nanti akan saya selesaikan selama pameran,” ujar Gogor.
Sebanyak 12 lukisan terbagi 9 lukisan diberi judul dan sudah selesai. Sebanyak tiga lukisan lainnya on progress atau belum selesai. Sepanjang sembilan hari pameran itu Gogor akan menuntaskan karya-karya yang belum selesai.
Gogor melukis secara otodidak. Ia menempuh studi Teknik Sipil di Politeknik Universitas Brawijaya, Malang. Pada tahun 1993 mulai bekerja di bidang konstruksi di Jakarta. dia lalu jatuh cinta pada seni. Ia kini memilih berada di jalur melukis abstrak, meski ia mumpuni pula di jalur figuratif.
Ada satu lukisan figuratif kuda turut dipamerkan. Lukisan itu diberi judul, ”Hi Story” (2016). Gogor menggunakan media campuran untuk membuat lukisan itu di atas papan kayu dengan dimensi 170 sentimeter x 110 sentimeter.
Anatomi kepala kuda dilukiskan sangat kentara, nyata, dan detil. Hanya bagian tubuh kuda yang kemudian dilukis Gogor secara deformatif.
Selebihnya, Gogor menyuguhkan lukisan bercorak abstrak. Elemen lingkaran terlihat di beberapa karya, seperti pada karya yang berjudul, ”Terbit dari Timur” (2021), ”Upper Room” (2020), ”On The Line” (2019), dan ”Cakrawala” (2016).
Goresan warna putih membentuk beberapa lingkaran pada salah satu lukisan yang belum selesai. Gogor menempatkan elemen lingkaran yang menjadi simbol kebulatan dan kemurnian hatinya.
”Suwung”
Tema pameran Open Studio ”Blank On” dimaknai Andi Suandi dalam catatan kuratorialnya sebagai suwung atau kekosongan. Akan tetapi, di dalam kekosongan yang sesungguhnya tetap ada isinya. Isi itu kosong, kosong itu isi.
”Suwung diperoleh dari upaya pengendalian diri dan menjaga kesadaran sejati akan diri yang berkaitan dengan ketuhanan,” ujar Andi.
Suwung dibahasakan bukan sebagai kekosongan terhenti dan terdiam. Suwung adalah capaian tersendiri. Ketika bisa mencapai tingkatan itu, hidup akan mengalir dan mengikuti petunjuk ”rasa sejati” yang ada di dalam diri kita.
Inilah yang disandangkan Andi terhadap diri Gogor tatkala melukis abstrak. Gogor mengalir dan mengikuti ”rasa sejati” yang ada di dalam dirinya.
”Suwung menghasilkan kesadaran ’rasa sejati’ yang jauh dari pengaruh nafsu,” kata Andi.
Dari situ pula Andi memberi makna kondisi suwung sebagai pencapaian tertinggi. Bahkan, suwung itu tujuan akhir berkehidupan. Dengan mengosongkan diri berarti pula menyatukan diri dalam konteks ketuhanan.
”Suwung ditandai ketika kita tidak lagi merasakan gelisah, khawatir, sakit hati, dendam, iri, dengki, dan sifat negatif lainnya,” ujar Andi, yang juga menjadi Ketua Perupa Jakarta Raya (Peruja).
Di dalam kekosongan atau suwung itulah Gogor menuangkan warna menjadi lukisan-lukisan abstrak. Di dalam kekosongan Gogor menuangkan narasi kehidupan selaras kehendak alam.
Gogor memberikan catatan menarik untuk lukisan yang diberi judul ”Cakrawala” (2016), yang menggunakan media cat akrilik di atas kanvas berukuran 150 sentimeter x 150 sentimeter. ”Batas cakrawala memisahkan lautan dan awan menggantung. Bias warna oranye keemasan, garis teduh tipis membentang menjadi horizon yang selalu mengundang semua makhluk menyambut pagi,” ujar Gogor.
Ia menambahkan, burung yang tak pernah mengenal not-not, interval, birama, ketukan, selalu berhasil mempersembahkan lagu baru yang tak pernah sama. Tak riuh, tipis saja, tak harus dikenang walau indah.
Keberanian
Ada hal menarik dituliskan Gogor. Menurut dia, satu-satunya isme di dalam perjalanan hidup dan kreativitas adalah keberanian. Keberanian untuk memutuskan dan melangkah adalah kunci bagi pekerja seni.
”Saya datang ke Jakarta Oktober 1993, bekerja sebagai supervisor di pekerjaan konstruksi Gedung di Roxy Mas,” kata Gogor.
Di sela pekerjaan itulah, Gogor kerap menyempatkan diri menyaksikan pameran-pameran seni rupa, khususnya di Taman Ismail Marzuki. Ada satu hal paling menggugah yang dirasakan dari setiap lukisan yang baik, yaitu setiap lukisan atau karya seni rupa lainnya adalah sebiuah pemikiran yang bernilai.
Berbekal keyakinan inilah, Gogor mulai kerap membuat sketsa di suatu proyek konstruksi properti. Kerap pula ia menjadikannya sebagai lukisan, hingga tahun 2003 pernah menggabungkan diri ke komunitas para perupa di Pasar Seni Ancol.
”Dari kelompok perupa abstrak, saya banyak berinteraksi dan menggali diri dalam berkarya,” ujar Gogor.
Pameran-pameran bersama pun dijalaninya. Pernah suatu kali pameran bersama di Bandung tahun 2020, Gogor menjumpai pengalaman sangat berkesan.
Ada seorang kurator seni rupa yang mempertanyakan, apa lagi yang bisa dibicarakan dengan lukisan abstrak? kurator itu melontarkan pertanyaan, Ketika berhenti di depan lukisan abstrak karya Gogor.
Gogor sempat terenyak. Pertanyaan itu terus membekas di benak Gogor sampai sekarang. Akan tetapi, Gogor tetap teguh menempuh pilihan melukisnya di jalur melukis abstrak hingga pameran di Balai Budaya Jakarta itu berlangsung.
”Saya merasakan kebebasan dan rasa yang dinamis di dalam berkarya. Saya merasa dapat berbahasa di sana (lukisan abstrak),” kata Gogor.
Gogor bersetuju dengan pandangan bahwa karyanya itu mencerminkan ”realitas baru”. Dengan kata lain, karyanya dapat diteropong dari banyak sisi karena menyediakan ruang tafsir yang luas, termasuk di dalamnya sisi spiritual. Artinya lewat karya abstrak ini, seseorang dapat merambah dimensi lain yang non-ragawi, termasuk masuk ke dalam diri sendiri dan berdialog di sana.
Karya Gogor dapat diperlakukan sebagai stimulan dan dapat menghasilkan makna baru bergantung pada referensi penikmatnya. Demikian itu menjadi kewajaran dalam melihat seni abstrak.
Gogor bermodal keberanian. Gogor juga berhasil meraih suwung. Gogor menempuh kekosongan itu dan menjalani dengan setia.