Untuk mencegah bentrok susulan, aparat keamanan melakukan patroli di darat dan perairan sekitar Pulau Haruku. Warga mempersenjatai diri dengan senjata rakitan dan organik.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Aparat gabungan TNI dan Polri gencar melakukan patroli di daratan maupun perairan sekitar Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Patroli digelar untuk mencegah berulangnya saling serang para pihak yang kini berkonflik. Polisi menyebut situasi keamanan di Haruku mulai kondusif.
Demikian dikatakan Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat lewat sambungan telepon, Rabu (16/2/2022). Roem menyampaikan tentang kondisi keamanan pascakonflik antara warga Desa Aboru dan Desa Hulaliu serta antara warga Desa Kariuw dan Pelauw, yang semuanya berada di Pulau Haruku.
Pulau Haruku berada di hadapan Pulau Ambon, yang dapat dicapai menggunakan perahu cepat sekitar 15 menit. Di pulau seluas 150 kilometer persegi itu terdapat 11 desa dengan jumlah penduduk lebih kurang 25.000 jiwa. Pulau itu termasuk daerah yang sering terjadi konflik antardesa.
Roem mengatakan, patroli di darat dan laut fokus di Aboru dan Hulaliu serta Kariuw dan Pelauw. ”Sempat beredar isu bahwa akan terjadi penyerangan dari arah laut ke desa tertentu sehingga kapal patroli saat ini masih siaga di sana. Patroli akan dilakukan selama beberapa hari ke depan,” katanya.
Isu penyerangan itu terjadi setelah aksi saling tembak antara warga Desa Aboru dan Desa Hulaliu di hutan perbatasan kedua desa, Selasa kemarin. Aksi saling serang itu menggunakan senjata api laras panjang standar militer dan rakitan. Senjata tersebut diduga peninggalan konflik sosial sekitar dua dekade lalu.
Kondisi ini membuat aparat gabungan Polri dan TNI kesulitan melerai kedua belah pihak. Penyerangan itu menyebabkan satu warga tewas dan satu luka berat. Kedua korban berasal dari Hulaliu. Hingga Rabu, kedua belah pihak masih siaga di perbatasan. ”Selain patroli, juga penebalan pasukan. Saat ini sekitar 200 personel,” ujar Roem.
Dendam masih ada
Baku tembak itu terjadi setelah seorang warga Hulaliu tertembak secara misterius di hutan, perbatasan Hulaliu dan Aboru. Warga Hulaliu kemudian curiga bahwa pelaku penembakan itu berasal dari Aboru. Alasannya, lokasi penembakan di perbatasan kedua desa. Kedua desa itu sempat bersitegang beberapa waktu lalu.
Menurut TP (45), warga Pulau Haruku, kondisi setempat belum bisa pulih dalam waktu dekat. ”Ini sudah jatuh korban, makanya akan ada pembalasan. Ada kemungkinan terjadi bentrokan lagi. Kunci sekarang adalah pendekatan ke tokoh agama untuk meredakan tensi ini,” katanya.
Ia juga membenarkan bahwa isu penyerangan dari jalur laut sempat mencuat sejak Rabu pagi. Kondisi ini membangkitkan trauma warga akan konflik masa lalu. Di sejumlah kampung, warga siaga dengan persenjataan. Ia berharap tim patroli dan intelijen dari aparat bekerja mencegah bentrok susulan.
Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku Benediktus Sarkol mengatakan, meningkatnya eskalasi konflik di Haruku disebabkan sejumlah faktor, di antaranya kurang ketatnya pengamanan di daerah rawan, senjata api masih beredar luas di masyarakat, serta tidak tuntasnya penegakan hukum dan penyelesaian konflik masa lalu.
Sebelum saling serang antara warga Hulaliu dan Aboru, terjadi penyerangan oleh warga Pelauw ke perkampungan Kariuw pada 26 Januari 2022. Tiga orang meninggal, 211 rumah dan puluhan kendaraan dibakar kelompok penyerangan. Desa Kariuw berjarak sekitar 9 kilometer dari titik konflik antara Hulaliu dan Aboru.
”Sudah ada dendam di antara mereka sehingga ada pemicu atau provokasi langsung tersulut. Apalagi mereka merasa penegakan hukum tidak jalan. Mereka lalu menggunakan cara sendiri. Kondisi ini ditambah lagi dengan mereka merasa kuat karena punya senjata api,” paparnya.