Pengembangan Bandara di Kabupaten Karimun Didorong untuk Tarik Investasi
Pemerintah berupaya mempercepat pengembangan Bandara Raja Haji Abdullah di Karimun, Kepri. Bandara yang kini hanya mampu menampung pesawat perintis itu akan dikembangkan agar bisa dipakai mendarat pesawat lorong tunggal.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau akan mempercepat penerbitan sejumlah izin yang diperlukan untuk mempercepat pengembangan Bandara Raja Haji Abdullah di Kabupaten Karimun. Pembangunan infrastruktur transportasi ini dinilai penting untuk menarik investasi di kawasan perdagangan bebas itu.
Gubernur Kepri Ansar Ahmad, Selasa (15/2/2022), mengatakan, Pemprov Kepri dan Pemkab Karimun sedang berupaya menyelesaikan kewajiban masing-masing terkait dengan pengembangan Bandara Raja Haji Abdullah (RHA). Perizinan yang menjadi wewenang Pemprov Kepri adalah penerbitan izin lingkungan, izin pelaksanaan reklamasi, dan izin alih fungsi kawasan hutan lindung.
”Kebutuhan lahan untuk pengembangan Bandara RHA diperkirakan 51,2 hektar,” kata Ansar.
Kini, dengan panjang landasan pacu 1.400 meter, Bandara RHA hanya mampu menampung pesawat perintis. Namun, pada akhir 2022, panjang landasan pacu ditargetkan bisa ditingkatkan menjadi 1.600 meter agar bisa menampung operasi pesawat tipe ATR.
Ansar mengatakan, pengembangan Bandara RHA akan terus dilakukan agar bandara itu bisa digunakan untuk mendaratkan pesawat tipe lorong tunggal, seperti Boeing 737. Untuk itu, ia menargetkan landasan pacu di bandara tersebut harus sudah selesai dibangun sepanjang 2.200 meter pada akhir 2023 atau awal 2024.
Selain pengembangan Bandara RHA, pemerintah juga akan mengembangkan Pelabuhan Malarko di Karimun. Kedua proyek itu bertujuan untuk mempermudah akses transportasi menuju Karimun. Dengan begitu, kawasan perdagangan bebas (free trade zone/FTZ) Karimun dapat menarik lebih banyak investor.
”Investor akan semakin mudah datang ke Karimun untuk melihat potensi daerah kalau akses transportasinya lebih baik,” ujar Ansar.
Pembangunan infrastruktur tersebut masuk dalam rencana jangka panjang pemerintah untuk menggabungkan FTZ di Batam, Bintan, dan Karimun. Integrasi FTZ Batam-Bintan-Karimun sudah diawali dengan rampungnya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Penggabungan FTZ yang disertai pemberian insentif fiskal diyakini bakal menaikkan daya saing Kepri di mata investor. (Ma’ruf Maulana)
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kepri Ma’ruf Maulana menilai, penanaman investasi asing di Kepri bakal meningkat pesat apabila integrasi FTZ Batam-Bintan-Karimun terwujud. Penggabungan FTZ yang disertai pemberian insentif fiskal diyakini bakal menaikkan daya saing Kepri di mata investor.
Integrasi FTZ Batam-Bintan-Karimun akan dilakukan pada 2020-2045 melalui tiga tahap. Tahap pertama, 2020-2025, merupakan awal penyusunan rencana induk integrasi Batam-Bintan-Karimun.
Padatahap kedua 2025-2030 pemerintah akan mengubah strategi pengembangan FTZ Batam-Bintan-Karimun dari sebelumnya parsial menjadi terintegrasi. Adapun di tahap ketiga 2030-2045, FTZ Batam-Bintan-Karimun diharapkan mulai dapat bersaing di tingkat global.
Untuk mendukung rencana itu, Pemprov Kepri berencana membangun infrastruktur penghubung dua pulau dengan penduduk terpadat di Batam dan Bintan. Pembangunan Jembatan Batam-Bintan membutuhkan biaya Rp 13,66 triliun.
Ansar memastikan, pembangunan jembatan sepanjang 14,76 kilometer itu masih sesuai rencana dimulai pada 2022. Jembatan itu akan dibangun dengan skema pembiayaan kerja sama pemerintah dan badan usaha.