Mak Unah Tak Lagi Tidur Bersama Ayam
Saunah atau yang akrab disapa Mak Unah kini bisa tidur nyenyak di atas kasur empuk setelah mendapat bantuan rumah dari Presiden. Ini menjadi teguran bagi pejabat untuk lebih peka dalam melayani warganya.
Senyum terus tersungging di bibir Saunan (60) atau yang akrab disapa Mak Unah, warga Sei Selincah, Kecamatan Kalidoni, Palembang, Sumatera Selatan. Dia tidak menyangka bisa memiliki rumah layak seperti sekarang.
Selama tiga tahun terakhir, dia terpaksa hidup menumpang di sebuah pondokan milik tetangganya. Di sana, Mak Unah tinggal bersama adik bungsunya dengan ditemani beberapa ayam kampung yang hidup di bawah pondokan.
Kondisi Mak Unak yang memprihatinkan itu beredar ramai di media sosial dan sejumlah pemberitaan media, hingga tercium oleh Presiden Joko Widodo. Maka, saat melakukan kunjungan kerja ke Sumatera Selatan Senin (24/1/2022) lalu untuk melakukan peletakan batu pertama pembangunan industri hilirisasi batubara menjadi dimetil eter (DME) di Muara Enim, Presiden menyempatkan diri bertemu dengan Mak Unah.
Mereka bertemu di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang disaksikan Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru dan Kapolda Sumsel Inspektur Jenderal Toni Harmanto sebelum Presiden bertolak ke Muara Enim. Presiden kemudian menginstruksikan pembangunan rumah bagi Mak Unah. Jajaran Polda Sumsel pun langsung menunaikannya.
Dalam waktu 15 hari, rumah tipe 36 berdiri di atas lahan seluas 80 meter persegi milik Mak Unah yang merupakan lahan hibah dari warga setempat bernama Umar. Senin (14/02/2022) kemarin, bertepatan dengan hari kasih sayang, Gubernur Herman menyerahkan rumah bantuan dari Presiden Joko Widodo itu kepada Mak Unah.
Rumah tersebut tampak sangat kokoh dilengkapi dengan sebuah ruang tamu, dua kamar tidur, satu kamar mandi, dan satu dapur kecil. Disertakan juga sejumlah perabot, seperti dua tempat tidur, lemari, kipas angin, sofa, kulkas, kompor, dan perlengkapan rumah tangga lainnya. Tak lupa foto pertemuan Mak Unah dengan Presiden pun disematkan di dinding ruang tamu dan di depan rumah baru itu.
”Rumah Mak Unah sekarang menjadi yang paling bagus di desa kami,” ujar Ketua RT 047 RW 007, Sei Selincah, Kecamatan Kalidoni, Budiman. Ya, di sekitar rumah Mak Unah masih banyak rumah yang kurang layak.
Kawasan pinggiran Kota Palembang itu dihuni 147 keluarga itu. Di situ masih ditemukan rumah papan dan rumah dengan dinding batu bata merah tanpa dilapisi semen.
Jarak rumah antarwarga juga jauh dipisahkan oleh pekarangan dan hamparan sawah. Tak ada jalan aspal. Hanya ada jalan cor semen yang telah rusak diselingi tanah merah yang hanya bisa dilewati oleh kendaraan roda dua.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Sumsel Membaik, Angka Kemiskinan Belum Turun Signifikan
Tinggal bersama ayam
Sebelum menempati rumah baru itu, Mak Unah tinggal di sebuah pondok berukuran 3 X 3 meter milik tetangganya bernama Nur Lely. Dia menetap bersama adik bungsunya, Wardi. Wardi memilih untuk menjaga kakaknya karena Mak Unah tidak berkeluarga.
Jarak pondok itu dengan rumah bantuan presiden berkisar 200 meter. Sejumlah perabotan milik Mak Unah juga masih ada di pondok reot tersebut, seperti baju, panci, dan beberapa kantong plastik yang digantung di dinding kayu.
Sebenarnya, ungkap Budiman, pada 2015 seorang warga telah membantu Mak Unah menyewakan sebuah rumah layak baginya. Rumah itu terletak di tengah kota. Namun, Mak Unah memilih pergi dari rumah tersebut karena merasa tidak terbiasa tinggal di daerah perkotaan.
Keponakan Mak Unah pun menawarinya tinggal di rumahnya. Namun, baru tiga bulan di sana, lagi-lagi Mak Unah memilih pergi dan kembali ke pondokan itu.
Yanti Susanti, keponakannya itu, mengatakan, dari kecil Mak Unah tidak terbiasa hidup di kota. Itulah sebabnya ketika tinggal bersamanya, Mak Unah tidak pernah betah. ”Bibi tiba-tiba kabur dan memilih tinggal di pondokan,” kata dia.
Sejak kecil Mak Unah dibesarkan di rumah pondokan beralaskan papan di Sekicau. Namun, pada 2015 lalu, rumah yang ia tinggali bersama keluarganya itu roboh karena kayunya telah lapuk. ”Sejak saat itu, Mak Unah tinggal berpindah-pindah sampai menetap selama tiga tahun di pondokan reot,” kata Budiman.
Untuk hidup sehari-hari, Mak Unak hanya mengandalkan bantuan dari orang lain atau mendapat jatah dari penghasilan sang adik yang bekerja sebagai buruh serabutan. ”Upahnya tidak menentu, sekitar Rp 60.000 per hari. Itu pun kalau ada kerjaan,” ungkap Budiman.
Mak Unak juga tidak pernah bersekolah. Bahkan hingga kini, dia juga tidak bisa membedakan pecahan mata uang. ”Kalau masak pun Bibi masih menggunakan kayu bakar, itu pun tidak pernah memakai bumbu,” kaya Yanti.
Selain berharap dari bantuan warga, Mak Unah biasanya mengambil bahan makanan dari lingkungan sekeliling. ”Ikan diperoleh dari hasil memancing, sayur pun dia ambil dari kebun,” ungkap Yanti.
Selama ini, Mak Unah juga tidak bisa menerima bantuan dari pemerintah karena sampai sekarang dia belum memiliki kartu tanda penduduk (KTP). ”Kami baru tahu itu ketika ada bantuan ini,” ungkap Budiman.
Namun, sejak Presiden memberi bantuan, segala urusan bagi Mak Unah dimudahkan. Bahkan untuk pengurusan administrasi terkait lahan hibah menjadi sertifikat hak milik juga terselesaikan dengan cepat.
Pelajaran
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mengatakan, rumah bantuan Presiden itu menjadi inspirasi bagi para pejabat di Sumsel untuk lebih peka terhadap kehidupan masyarakatnya. ”Presiden yang mengurusi 270 juta warga Indonesia masih sempat menengok seorang lansia di sini. Kenapa bukan lurah, bupati, wali kota atau bahkan gubernur? Ini bisa menjadi inspirasi dan pembelajaran bagi kita semua,” ungkap Herman.
Presiden yang mengurusi 270 juta warga Indonesia masih sempat menengok seorang lansia di sini. Kenapa bukan lurah, bupati, wali kota, atau bahkan gubernur? Ini bisa menjadi inspirasi dan pembelajaran bagi kita semua. (Herman Deru)
Memang, Mak Unah sudah sempat masuk sebagai warga yang berhak mendapatkan fasilitas bedah rumah dari pemerintah. Oleh karena tanah yang di tempatnya bukan milik sendiri, fasilitas itu pun gagal diperoleh.
”Namun, Tuhan berkehendak lain. Bantuan langsung datang dari Presiden. Mudah-mudahan Mak Unah bisa menjadikan rumah baru ini sebagai tempat untuk bisa beribadah lebih khusyuk,” kata Herman.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman Sumatera Selatan Basyaruddin Akhmad mengatakan, di Sumatera Selatan ada sekitar 170.000 rumah tidak laik huni. Jumlah itu terus diturunkan lewat beragam program, seperti bantuan Gubernur Sumsel dan program rumah swadaya dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Dalam program rumah swadaya misalnya, dialokasikan dana sekitar Rp 20 juta untuk merenovasi sebuah rumah yang tidak laik menjadi laik ditinggali. ”Dalam satu tahun, Sumsel mendapatkan jatah sekitar 5.000 rumah,” kata dia.
Terkait usulan rumah mana saja yang perlu dibedah, itu tergantung usulan dari pemerintah kabupaten/kota. ”Perbaikan rumah terdiri dari atap, lantai, dan dinding,” kata dia. Namun, khusus untuk Mak Unah, rumahnya tidak masuk dalam daftar penerima bantuan karena memang rumah yang ia tinggali bukan berdiri di atas lahannya sendiri.
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Sumatera Selatan Dian Syaputra mengatakan, Mak Unah sebenarnya telah memenuhi kriteria untuk masuk dalam daftar terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Namun, dia belum terdata karena tidak lengkapnya identitas. ”Karena itu, kami membutuhkan peran aktif Ketua RT, ” ucapnya.
Secara keseluruhan ada sekitar 400.000 kaum lanjut usia (lansia) yang masuk ke DTKS. Mereka berhak mendapat beragam bantuan, seperti sembako dan uang setiap bulannya.
Ke depan, pihaknya akan berkoordinasi dengan pendamping lansia untuk memastikan bahwa Mak Unah bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk memenuhi kehidupannya. ”Memang Mak Unah tidak bisa lagi diberdayakan karena telah masuk ke usia lansia. Tetapi, harus dipastikan kebutuhan dasarnya terpenuhi,” ungkapnya.
Baca juga : Enam Jam Karangan Bunga Prestasi Kemiskinan Sumsel Terpajang
Saat meresmikan rumah Mak Unah itu, Herman juga melihat beberapa fasilitas yang perlu dibenahi terutama jalan yang sampai saat ini belum tersentuh pembangunan. ”Kami akan perbaiki, tapi memang yang secara bertahap. Karena yang diutamakan adalah jalan yang berada di kawasan padat penduduk baru menyasar ke area yang belum terakses,” ucap Herman.
Di sisa hidupnya, Mak Unah kini bisa hidup lebih nyaman. Dia pun berjanji tidak akan kabur lagi dan kembali ke pondokan seperti yang dia lakukan dulu. ”Ngapain kabur lagi, kan, sudah punya rumah sendiri,” kata Mak Unah.
Sekarang Mak Unah bisa merasakan empuknya tempat tidur, bukan lagi kerasnya papan pondokan dengan lalu-lalang ayam di bawahnya. Semoga semakin banyak juga warga yang diperhatikan seperti Mak Unah.