Cak Imin Usulkan NU-Muhammadiyah Raih Nobel Perdamaian
Sebagai Wakil Ketua DPR, Muhaimin mengatakan, dirinya dapat mengusulkan penerima Nobel. NU-Muhammadiyah dinilai telah berkontribusi bagi perdamaian Indonesia dan dunia.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar mengusulkan agar Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian 2022. Kedua organisasi kemasyarakatan Islam itu dinilai konsisten dalam memperjuangan nilai-nilai Islam yang toleran dan ramah, kompatibel dengan demokrasi, serta mewujudkan perdamaian tidak hanya di Indonesia, tetapi juga bagi perdamaian dunia.
Muhaimin yang juga Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengatakan, dirinya akan segera mengajukan usulan hadiah Nobel Perdamaian ini kepada panitia Nobel di Norwegia karena periode nominasi sudah berakhir pada Januari. ”Kami akan susulkan segera sehingga kami akan bisa mengejar tahun ini. Kalau tidak, setidak-tidaknya tahun depan,” ujar Muhaimin yang kerap disapa dengan Cak Imin saat memberikan keterangan pers, Rabu (16/2/2022), di Jakarta.
Sebagai Wakil Ketua DPR, Muhaimin mengatakan, dirinya dapat mengusulkan penerima Nobel. Ia meminta dukungan juga dari Presiden Joko Widodo agar inisiatif ini mendapatkan sokongan penuh dari pemerintah. Selain organ-organ kenegaraan dan akademisi, penerima Nobel juga memiliki hak untuk mengusulkan penerima Nobel lainnya.
Tahun lalu NU dan Muhammadiyah juga pernah diusulkan untuk menerima Nobel Perdamaian, tetapi belum lolos nominasi. Usulan itu diajukan oleh penerima Nobel Perdamaian tahun 1996, Jose Ramos Horta.
Muhaimin mengatakan, NU-Muhammadiyah telah berkontribusi bagi perdamaian Indonesia dan dunia. Pertama, Indonesia yang damai, toleran, dan bersatu hanya bisa terjadi berkat peran aktif dan sumbangsih NU-Muhammadiyah. Dengan ajaran Islam yang rukun dan welas asih, NU-Muhammadiyah telah merajut dan merawat kompatibilitas antara Islam dan demokrasi, perdamaian, pencegahan konflik, serta kebebasan beragama dan berkeyakinan.
“Berkat NU-Muhammadiyah, Indonesia dapat menjadi contoh negara dengan penduduk muslim terbesar dan menjalankan sistem demokrasi dan negara yang stabil dan aman,” katanya.
Kedua, NU-Muhammadiyah juga telah bertahun-tahun aktif berkontribusi melakukan upaya-upaya perdamaian serta memberi bantuan kemanusiaan dan advokasi secara internasional untuk membuat dunia lebih damai, seperti membela dan memulihkan hak-hak kaum minoritas. NU melalui Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) memulai World Conference on Religion and Peace (WCRP). NU juga telah hadir mengupayakan penyelesian konflik di Israel-Palestina dan Afghanistan.
NU juga mempelopori International Conference of Islamic Scholars (ICIS) dan International Summit of Moderate Islamic Leaders (ISMIL). Muhammadiyah juga telah bertahun-tahun aktif menjadi anggota International Counter Group (ICG) dan Center for Dialogue and Coorporation among Civilisations (CDCC).
NU-Muhammadiyah juga berjasa dan memainkan andil besar dalam memajukan dan mewujudkan narasi dan praktik Islam damai, Islam toleran.
Sementara itu, Muhammadiyah telah bertahun-tahun berperan aktif dalam resolusi konflik di berbagai negara seperti konflik Moro dengan Pemerintah Filipina, di Afrika Tengah, dan berbagai gerakan kemanusiaan lainnya seperti di Nigeria, Thailand, Myanmar dan Palestina.
“NU-Muhammadiyah juga berjasa dan memainkan andil besar dalam memajukan dan mewujudkan narasi dan praktik Islam damai, Islam toleran (Islam rahmatan lil alamin dan Islam Wasathiyah) tidak saja di tingkat Indonesia tetapi juga di tingkat global dalam berbagai forum internasional dan lembaga pendidikan Internasional,” kata Muhaimin.
Peran NU-Muhammadiyah dalam pengembangan Islam Nusantara dan Islam Berkemajuan juga dinilai dapat membendung berbagai gerakan-gerakan kekerasan yang mengatasnamakan Islam dan bertolak belakang dengan ajaran dan nilai-nilai Islam. Selain itu, NU-Muhammadiyah sebagai ormas juga ikut aktif melaksanakan tujuan pembangunan global SDG 2030 melalui layanan pendidikan, kesehatan, dan kegiatan-kegiatan kemanusiaan lainnya.
Untuk merealisasikan usulan itu, Muhaimin akan membentuk tim teknis guna menulis surat pencalonan resmi dan mengirimkannya kepada panitia. “Kami akan meminta Presiden Jokowi memberikan surat dukungan resmi kepada pencalonan tersebut. Sebagai Presiden RI, Bapak Jokowi juga sangat berhak mengajukan pencalonan dan atau memberikan dukungan kepada nominasi,” katanya.
Bekerja ikhlas
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Nasyirul Falah Amru mengatakan, usulan supaya NU meraih Nobel itu boleh-boleh saja dilakukan, tetapi pada prinsipnya NU bekerja ikhlas untuk masyarakat. Tidak ada niat khusus yang ingin menjadikan Nobel Perdamaian sebagai capaian prestasi tertentu.
“Keikhlasan inilah yang menjadi kekuatan kami dalam mengabdi dan khidmat kepada umat dan bangsa,” kata anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang akrab disapa Gus Falah itu.
Falah menekankan sikap NU yang tidak “nggege mongso” atau seolah mengejar-ngejar Nobel Perdamaian. ”Terlepas usulan itu soal politis atau apa pun, saya pikir tidak masalah. Kami tidak pernah nggege mongso, tidak perlu menguber-uber. Apalagi, kalau itu sifatnya politis. Kami mengalir saja,” ujarnya.
Saat ini, menurut Falah, PBNU fokus membangkitkan nahdliyin (warga NU) agar semakin solid dan semakin membumi di seluruh pelosok Nusantara untuk menjaga NKRI. ”PBNU di bawah Gus Yahya (Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf) ingin agar nahdliyin bisa bangkit di segala aspek, baik sosial maupun ekonomi,” ujarnya.
PBNU fokus membangkitkan nahdliyin (warga NU) agar semakin solid dan semakin membumi di seluruh pelosok Nusantara untuk menjaga NKRI.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, pihaknya mengapresiasi inisiatif Muhaimin Iskandar. Di Muhammadiyah juga sudah membentuk tim penyiapan untuk mempersiapkan dokumen dan memperbaiki argumen-argumen yang saat pengusulan tahun lalu belum kuat.
”Tahun lalu, Muhammadiyah dan NU sudah diusulkan untuk mendapatkan hadiah Nobel. Akan tetapi, usulan tahun lalu belum berhasil. Tahun ini, Muhammadiyah dan NU diusulkan kembali untuk mendapatkan hadiah Nobel oleh beberapa pihak. Yang mengusulkan, antara lain, KBRI (Kedutaan Besar RI) Norwegia, Ramos Horta, dan beberapa tokoh lain,” kata Mu’ti.