Gen Z sering dikritik sebagai generasi pengeluh dan tidak serius. Namun, mereka sangat perhatian dengan keadaan sekitar dan cara mengungkapkannya pun unik.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
Krisis Rusia-Ukraina bereskalasi. Negara-negara Barat juga terus menggelontorkan narasi bahwa Rusia akan menyerbu Ukraina dalam waktu dekat. Di tengah suasana panas ini, Generasi Z tidak mau ketinggalan. Mereka bertindak tidak untuk mendorong eksalasi, tetapi untuk mencegah perang. Caranya adalah dengan melancarkan ”serbuan” di dunia TikTok.
Lewat pesan-pesan ”panas” yang bahkan menjurus ke rayuan seksual, mereka menarik krisis Rusia-Ukraina ke dimensi lain. Targetnya siapa lagi jika bukan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Fenomena ini pertama kali terungkap sekitar dua pekan lalu ketika akun media sosial TikTok @earthyfolk menyebarluaskan pesan-pesan yang ada di akun Instagram bernama pengguna @putin.kremlin.ru. Akun ini hampir bisa dipastikan bukan milik Putin, melainkan akun buatan penggemarnya. Pada 2017, kantor berita Rusia, TASS, mengatakan bahwa Putin sama sekali tidak berminat memiliki akun media sosial.
Pesan-pesan yang disampaikan ke akun Instagram itu memancing gelak tawa. Bagaimana tidak, presiden yang selalu tampak sangar itu dibombardir dengan pesan-pesan rayuan yang bahkan banyak menjurus ke hal-hal bersifat seksual alias thirst messages.
”Vladdy Daddy” menjadi istilah yang kerap dipakai oleh Gen Z di pesan-pesan mereka. Vladdy merupakan panggilan kesayangan mereka untuk nama depan Putin, yakni Vladimir. Adapun istilah daddy bukan berarti ayah atau sosok kebapakan. Ini berasal dari istilah sugar daddy yang di bahasa Indonesia bisa diterjemahkan sebagai oom senang.
Media daring Daily Dot yang biasa mengulas isu teknologi serta kejadian populer mengumpulkan beberapa pesan ini. Misalnya, ”Aku terlalu muda untuk mati karena perang. Tolong dong, sugar daddy-ku.” Ada pula pesan yang berbunyi, ”Aku berjanji menjadi ’kucing kecil’ yang patuh, jadi jangan berperang, ya.”
Unggahan di TikTok itu mengundang tawa mayoritas warganet yang melihatnya. ”Ada-ada saja kelakuan Gen Z. Memohon supaya tidak perang pun dilakukan dengan cara yang unik.” Pemilik akun TikTok @earthlyfolk yang mengumpulkan unggahan-unggahan itu turut berkomentar di lamannya. ”Saya Gen Z asal Rusia. Memang kami mengkritisi perang secara lucu. Namun, sebenarnya kami takut juga,” ujarnya.
Heboh Putin di dunia maya sebernarnya bukan cerita baru. Mantan intelijen era Uni Soviet itu menjadi sensasi internet sejak 2017 ketika Kremlin merilis foto-fotonya beraktivitas di alam terbuka tanpa mengenakan baju. Ada foto ia sedang menunggang kuda, berjemur di pinggir danau, dan memancing ikan. Ia hanya mengenakan sepasang celana kargo berwarna hijau, sepatu bot, dan kacamata hitam.
”Itu foto-foto waktu saya liburan ke Siberia. Saya tidak merasa ada masalah dengan penampilan di foto itu. Lagi pula dari ribuan foto saya yang beredar kenapa baru heboh dengan foto-foto ini?” kata Putin saat diwawancara oleh Austrian TV.
Foto-foto itu menjadi viral dan banyak dipakai sebagai meme di seluruh dunia. Foto Putin menunggang kuda, misalnya, diedit menjadi foto dia menunggang seekor beruang. Menurut unggahan itu, orang sesangar Putin lebih layak menunggang binatang buas daripada kuda. Acara komedi Amerika Serikat, ”Saturday Night Live”, juga berkali-kali menampilkan karakter Putin tanpa baju atas.
Gen Z adalah generasi yang lahir di pertengahan 1990-an hingga pertengahan 2010-an. Belum ada pengategorian usia yang saklek mengenai generasi mereka. Lembaga riset Pew, misalnya, memilih mengidentifikasi Gen Z sebagai orang-orang yang lahir pada periode 1997-2012. Mereka berargumen Gen Z adalah generasi yang menjalani masa remaja setelah peristiwa penyerangan World Trade Center pada 11 September 2001.
Sebagai generasi yang melek teknologi, Gen Z terbiasa mengungkapkan pendapat dan perasaan mereka di media sosial. Di sisi lain, arus informasi yang deras juga membuat Gen Z lebih menyadari berbagai peristiwa yang terjadi, tidak hanya di sekitar mereka, tetapi juga di seluruh dunia. Di sisi lain, pasar bebas informasi ini juga menuntut kemampuan setiap individu untuk bisa mengidentifikasi informasi yang akurat.
Pada 2016, lembaga penelitian yang fokus pada peningkatan standar dan akses pendidikan anak-anak miskin global, Varkey Foundation, melakukan survey untuk 20.000 anak muda berusia 15-21 tahun di 20 negara. Ini antara lain mencakup Indonesia, Brasil, Amerika Serikat, Inggris, Rusia, dan Afrika Selatan.
Hasilnya mengungkap bahwa Gen Z sangat mengutamakan kebahagiaan dalam hidup. Konsep ini diwujudkan dengan keinginan untuk mengaktualisasikan diri, misalnya mencari pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakat, bukan semata-mata demi uang. Konsep ini juga bisa diwujudkan dengan bekerja untuk mencari nafkah sembari paralel mengembangkan hobi secara serius.
Gen Z juga mementingkan keharmonisan di lingkungan sekitar. Mereka tidak menyukai sistem patronistik dalam dunia kerja. Atasan yang galak dan kasar, tetapi tidak kompeten, merupakan hal yang tidak mereka sukai. Ini yang membuat Gen Z bisa berhenti kerja dan pindah tanpa berpikir panjang. Ini pula yang membuat mereka tertekan menghadapi berbagai risiko di masa depan.
Pandemi Covid-19, krisis perubahan iklim dan pemanasan global, serta ancaman konflik terbuka, merupakan persoalan-persoalan serius yang menjadi momok bagi Gen Z. Bagaimanapun juga, mereka yang akan mewarisi dunia. Jika dunia sudah keburu rusak karena perang dan kelalaian generasi sebelumnya merawat alam, Gen Z akan menjadi generasi paling dirugikan.