Pertemuan Fokus untuk Gapai Konsensus Terkait Upaya Pemulihan Global
Diskusi para delegasi pertemuan tingkat Deputi Keuangan dan Bank Sentral G-20 fokus mendapatkan konsensus perumusan pemulihan ekonomi global. Perbedaan kapasitas antarnegara dalam menangani pandemi jadi tantangannya.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perbedaan kapasitas antarnegara dalam penanganan pandemi menjadi tantangan pemulihan ekonomi global. Oleh karena itu, pertemuan tingkat Deputi Keuangan dan Bank Sentral dalam Presidensi G-20 Indonesia berkomitmen untuk mempromosikan keselarasan pemulihan global yang terkoordinasi dengan baik.
Pertemuan kedua tingkat Deputi Keuangan dan Bank Sentral (FCBD) pada 15-16 Februari 2022 menandai dimulainya rangkaian pertemuan pertama tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Meeting Jalur Keuangan Presidensi G-20 Indonesia.
Pertemuan kedua FCBD ini akan menelurkan produk akhir berupa rancangan komunike atau pernyataan bersama para anggota forum.
Pertemuan kedua FCBD ini akan menelurkan produk akhir berupa rancangan komunike atau pernyataan bersama para anggota forum untuk selanjutnya dibahas dalam FMCBG Meeting yang akan diselenggarakan pada 17-18 Februari 2022.
Saat dikonfirmasi, Rabu (16/2/2021) pagi, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Wempi Saputra mengatakan, diskusi para delegasi yang merupakan deputi kementerian keuangan dan bank sentral fokus untuk mendapatkan konsensus perumusan pemulihan ekonomi global.
”Perumusan komunike tertuju pada upaya pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Meskipun telah terjadi pertumbuhan positif dalam beberapa triwulan terakhir, masih terdapat beberapa risiko yang membayangi perekonomian global,” ujarnya.
Dari aspek kesehatan, sejumlah risiko yang mengancam proses pemulihan ekonomi global dalam beberapa triwulan terakhir di antaranya adalah kehadiran Covid-19 varian Omicron serta tidak meratanya distribusi vaksin Covid-19 di seluruh negara dunia.
Sementara itu, dari aspek ekonomi makro, para delegasi menyadari akan adanya potensi normalisasi kebijakan ekonomi yang tidak selaras antara satu negara dan negara lainnya. Ketidakselarasan normalisasi kebijakan ekonomi akan menimbulkan ketimpangan dalam proses pemulihan ekonomi dunia.
”Selain kesehatan global, forum juga membahas pemulihan jangka panjang dan kebijakan pertumbuhan, termasuk strategi keluar serta kolaborasi keuangan dan kesehatan untuk memperkuat upaya pencegahan terhadap potensi pandemi di masa depan,” kata Wempi.
Selain itu, ada agenda pembahasan arsitektur keuangan internasional yang akan fokus mempromosikan aliran modal dan transaksi keuangan lintas negara secara berkelanjutan, termasuk dengan mengeksplorasi pendorong penggunaan mata uang digital dalam perdagangan.
Forum G-20 akan mendorong komitmen lembaga keuangan dalam meningkatkan instrumen keuangan berkelanjutan dengan fokus pada aksesibilitas dan keterjangkauan serta membahas kebijakan yang mempromosikan pembiayaan dan investasi yang mendukung transisi pemulihan ekonomi.
”Melalui pertemuan FCBD dua hari ini, forum juga akan membahas skema bantuan restrukturisasi utang untuk negara miskin guna memperkuat ketahanan finansial negara tersebut,” kata Wempi.
Transaksi antarnegara
Dalam seminar bertajuk ”The Role and Impact of Payment Digitalization in Achieving a Truly Inclusive Development" yang menjadi acara sampingan dari pertemuan kedua FCBD, Selasa (15/2/2021), Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni P Joewono mengungkapkan, kode cepat (QR) lintas negara berperan penting dalam meningkatkan efisiensi transaksi, mendukung digitalisasi perdagangan dan investasi, serta menjaga stabilitas ekonomi makro.
Doni menyampaikan, Bank Indonesia, Bank Negara Malaysia, dan Bank of Thailand (BOT) telah melakukan uji coba QR lintas negara yang memungkinkan konsumen dan pedagang di kedua negara dapat melakukan dan menerima pembayaran barang dan jasa melalui kode cepat secara instan.
”Penerimaan pembayaran yang luas penting bagi pembayaran digital dan menjadi aspek penting bagi pemulihan ekonomi secara lebih luas,” ujarnya.
Kepala Deputi III Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Kaspar Situmorang mengatakan, masih ada sejumlah tantangan dan hambatan yang menghadang akselerasi dari penerapan QR lintas negara, di antaranya kesenjangan infrastruktur digital, kapabilitas digital, serta akses masyarakat terhadap perbankan yang masih minim.