Hidup Miskin, Warga Perbatasan Indonesia-Timor Leste Diberdayakan
Masyarakat perbatasan Indonesia-Timor Leste masih hidup dalam kemiskinan. Pemberdayaan ekonomi dianggap sebagai bentuk perhatian nyata bagi mereka yang tinggal di garis depan negeri itu.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KEFAMENANU, KOMPAS — Sebagian warga yang tinggal di perbatasan Indonesia-Timor Leste masih hidup dalam kemiskinan. Menteri Sosial Tri Rismaharini berjanji bakal memberdayakan perekonomian warga agar bisa mengubah wajah anak bangsa di garis depan negeri.
Mensos mengatakan itu saat mengunjungi Desa Humusu Wini, Kecamatan Insana Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, Rabu (2/3/2022). Letaknya di depan gerbang Pos Lintas Batas Wini. Jarak desa itu lebih kurang 243 kilometer dari Kota Kupang.
Ini adalah kunjungan kedua Risma. Dia pernah datang pascabencana badai Seroja pada April 2021. Badai kala itu menyebabkan puluhan rumah di desa tersebut rusak. Kini, Risma datang untuk melihat pembangunan rumah rusak berukuran 6 meter x 6 meter tersebut.
Untuk menyerap masukan, Risma juga berdialog dengan penerima bantuan dan warga setempat. ”Selain pembangunan rumah, ada pemberdayaan ekonomi masyarakat meliputi petani, nelayan, dan ibu-ibu penjahit serta penenun. Kebutuhan mereka didata dan akan kami bantu,” kata mantan Wali Kota Surabaya itu.
Pemberdayaan ekonomi bertujuan mengangkat semangat warga di perbatasan. Meski Pos Lintas Batas Negara Wini berada dalam sebuah kompleks yang megah, warga yang tinggal di sekitarnya hampir semuanya miskin. Kondisi hunian warga menjadi salah satu contohnya.
Menurut Risma, selain Kementerian Sosial, sejumlah pihak dari yayasan amal dan peduli kemanusiaan juga ikut membantu pemberdayaan masyarakat perbatasan. Hal itu sebagai bentuk kepedulian terhadap kehidupan masyarakat perbatasan yang merupakan wajah Indonesia di garis depan.
Rusdi Amral dari Dewan Pengawas Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas(DKK) dan Anung Wendyartaka selaku Manajer Eksekutif Yayasan DKK ikut dalam kunjungan itu. Mereka mengidentifikasi kebutuhan yang akan dibantu Yayasan DKK. Yayasan itu menjadi jembatan pembaca harian Kompas bagi bantuan kemanusiaan.
Rusdi mengatakan, Yayasan DKK akan membantu pembangunan pusat belajar bagi anak-anak setempat. Lokasi pembangunannya di samping gerbang Pos Lintas Batas Negara Wini. Pusat belajar itu nantinya akan dilengkapi berbagai fasilitas, seperti perpustakaan, layar monitor, internet, dan permainan anak-anak.
Perhatian nyata
Elisabeth Keno (54), warga Desa Humusu Wini, bersyukur mendapat rumah baru berukuran 6 meter x 6 meter. Rumahnya dibuat dari bata yang bisa meminimalkan dampak gempa. Butuh Rp 100 juta untuk biaya pembangunan satu rumah.
”Kami tidak akan bisa membangun rumah dengan biaya sebesar itu. Kami tidak sanggup,” katanya.
Rumah Elisabeth rusak akibat diterjang badai Seroja pada April 2021. Total, 181 orang meninggal, 47 orang hilang, dan 250 orang luka-luka. Rumah rusak berat 17.124 unit, rusak sedang 13.652 unit, dan rusak ringan 35.733 unit.
Kepala Desa Humusa Wini Fridus Bana mengatakan, total 30 rumah yang sedang dibangun. Para penerima manfaat adalah keluarga miskin yang tidak mampu memperbaiki rumah. Sesuai target, pembangunan akan rampung dalam tahun ini. Di desa itu terdapat 1.119 rumah tangga yang terdiri atas 4.235 jiwa.
Menurut Fridus, bantuan dan pemberdayaan ekonomi merupakan bentuk nyata perhatian pemerintah bagi masyarakat di perbatasan. Selama ini, masyarakat di perbatasan belum banyak merasakan manfaat pembangunan. Hampir semua warganya masih hidup di bawah garis kemiskinan.