Kabupaten Gresik: Kota Santri dan Geliat Industri
Kabupaten Gresik dikenal sebagai Kota Wali sekaligus Kota Santri. Penyebutan itu tidak lepas dari kegiatan syiar agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Giri dan Syekh Maulana Malik Ibrahim yang makamnya terdapat di Gresik. Kabupaten ini juga menjadi salah satu daerah industri di Jawa Timur. Ratusan industri dari mulai skala besar sampai industri rumahan berkembang di daerah ini.
Kabupaten Gresik merupakan salah satu kabupaten yang berada di wilayah Provinsi Jawa Timur. Terletak di sebelah barat laut Kota Surabaya, daerah ini terhitung strategis, karena diapit oleh dua pelabuhan sekaligus kawasan industri besar, yakni Pelabuhan Teluk Lamong di Surabaya dan Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) di Kecamatan Manyar.
Gresik masa kini tak lepas dari tiga tonggak sejarah pemerintahan masa lalu, dimulai dari Kerajaan Giri Kedaton di abad ke-15 oleh Sunan Giri, kemudian di abad ke-17 mulai menjadi Kabupaten Tandes, lalu masuk menjadi Kabupaten Surabaya.
Pada tahun 1974, berdasarkan PP Nomor 38 Tahun 1974, status Kabupaten Surabaya dihapus dan diganti dengan nama Kabupaten Gresik. Kawasan permukiman pun semakin melebar, dan bahkan pusat pemerintahan dipindahkan ke Kawasan Bunder.
Hari jadi Kabupaten Gresik ditetapkan pada tanggal 9 Maret 1487 berdasarkan Surat Keputusan tanggal 2 November 1991 Nomor 248 tahun 1991 tentang penetapan Hari Jadi Kota Gresik. Hari jadi kawasan ini disamakan dengan deklarasi berdirinya Kerajaan Giri Sedaton di masa lampau, yaitu pada tanggal 9 Maret 1487.
Kabupaten Gresik memiliki luas wilayah 1.193,76 km2 dan terdiri dari 18 kecamatan, 330 desa, dan 26 kelurahan. Kepala daerah yang menjabat saat ini adalah Bupati Fandi Akhmad Yani dan Wakil Bupati Aminatun Habibah.
Kabupaten ini terkenal sebagai Kota Wali sekaligus Kota Santri. Penyebutan ini terkait erat dengan kegiatan syiar agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Giri dan Syekh Maulana Malik Ibrahim yang makamnya terdapat di Gresik. Mereka ini merupakan dua di antara sembilan wali, atau Wali Sanga, penyebar agama Islam di Pulau Jawa.
Napas Islami di wilayah ini sangat kental dengan menjamurnya pondok pesantren dan sekolah bernuansa Islam. Karakteristik Islami ini menyatu dalam kehidupan masyarakat Gresik. Menurut data Kementerian Agama, jumlah pesantren di kabupaten ini mencapai 94 pondok pesantren dengan santri sebanyak 23.551 orang.
Selain terkenal sebagai Kota Santri, Gresik juga menyandang julukan Kota Industri. Beragam jenis industri, mulai dari industri besar, sedang, hingga berskala rumahan, berdiri di daerah ini. Kawasan Gresik juga dianggap sebagai penyangga perekonomian Kota Surabaya yang merupakan ibu kota dari Jawa Timur.
Kabupaten Gresik termasuk dalam wilayah pengembangan Gerbang Kertasusila (Gresik, Bangkalan, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan). Kegiatannya diarahkan pada sektor pertanian, industri, perdagangan, maritim, pendidikan, dan industri wisata.
Dengan segala potensi yang dimilikinya, Kabupaten Gresik mencanangkan visi: "Mewujudkan Gresik Baru Mandiri, Sejahtera, Berdaya saing dan berkemajuan berlandaskan Akhlakul Karimah".
Adapun misinya adalah menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih, akuntabel serta mewujudkan kepemimpinan yang inovatif dan kolaboratif; membangun infrastruktur yang berdaya saing memakmurkan desa dan menata kota; mewujudkan kemandirian ekonomi yang seimbang antar sektor dan antar wilayah; membangun insan Gresik yang unggul yang cerdas, mandiri, sehat, dan berakhlakul karimah; dan meningkatkan kesejahteraan sosial dengan menciptakan lapangan kerja, dan menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat Gresik.
Sejarah Pembentukan
Nama Gresik, menurut Thomas Stamford Raffles dalam bukunya The History of Java, berasal dari kata giri gisik yang berarti gunung di tepi pantai. Hal ini mengacu pada topografi kawasan yang berada di pinggir pantai.
Karena berada di pinggir pantai, kawasan ini sudah menjadi salah satu pelabuhan utama dan kota dagang yang cukup penting sejak abad ke-14. Di sinilah tempat persinggahan kapal-kapal dalam jalur perdagangan antara Malaka dan Maluku dan berlanjut hingga era VOC.
Selain itu, di Gresik juga ada sebuah tempat yang terkenal dengan nama Jaratan. Secara historis, nama ini melekat pada peta buatan pelayar Belanda awal abad ke-7. Nama ini kemudian dianggap sebagai salah satu dari dua pelabuhan yang ada di Gresik yang lokasinya ada di Muara Bengawan Solo, tepatnya di Pulau Mangare, Desa Watu Agung.
Dalam sejarahnya, Gresik telah melalui perjalanan sejarah yang panjang. Menurut catatan sejarah yang diterbitkan oleh pemerintah Kabupaten Gresik dan literatur lainnya, Gresik sudah dikenal sejak abad ke-11 ketika tumbuh menjadi pusat perdagangan tidak saja antar pulau, tetapi sudah meluas ke berbagai negara.
Sebagai kota Bandar, Gresik banyak dikunjungi pedagang dari China, Arab, Gujarat, Kalkuta, Siam, Bengali, Campa, dan lain-lain. Gresik mulai tampil menonjol dalam percaturan sejarah sejak berkembangnya agama Islam di tanah Jawa.
Pembawa dan penyebar agama Islam tersebut tidak lain adalah Syech Maulana Malik Ibrahim yang bersama-sama Fatimah Binti Maimun masuk ke Gresik pada awal abad ke-11.
Sejak lahir dan berkembangnya kota Gresik, selain berawal dari masuknya agama Islam yang kemudian menyebar ke seluruh Pulau Jawa, tidak terlepas dari nama Nyai Ageng Pinatih, dari janda kaya raya yang juga seorang syahbandar. Inilah nantinya akan ditemukan nama seseorang yang kemudian menjadi tonggak sejarah berdirinya kota Gresik.
Dia adalah seorang bayi asal Blambangan (Kabupaten Banyuwangi) yang dibuang ke laut oleh orang tuanya, dan ditemukan oleh para pelaut anak buah Nyai Ageng Pinatih yang kemudian diberi nama Jaka Samudra.
Setelah perjaka bergelar Raden Paku yang kemudian menjadi penguasa pemerintah yang berpusat di Giri Kedaton. Dari tempat inilah, kemudian dikenal dengan panggilan Sunan Giri.
Jikalau Syeh Maulana Malik Ibrahim pada zamannya dianggap sebagai para penguasa, tiang para raja dan menteri, maka Sunan Giri disamping kedudukannya sebagai seorang sunan atau wali (penyebar agama Islam) juga dianggap sebagai prabu/sultan (penguasa pemerintahan).
Aktivitas pemerintahan di Gresik ditandai dengan berdirinya Kerajaan Giri Kedaton, yang dipimpin oleh Sunan Giri yang bernama Muhammad Ainul Yakin bergelar Prabu Satmata pada tahun 1449. Pada saat itu, Sunan Giri menggantikan Sunan Ampel yang merupakan “ketua” para Wali.
Sunan Giri dikenal sebagai ahli politik dan ketatanegaraan. Sunan Giri pernah menyusun peraturan ketataprajaan dan pedoman tata cara di keraton. Pandangan politiknya pun menjadi rujukan.
Atas usulan Sunan Kalijaga, pada tanggal 9 Maret 1487 atau bertepatan dengan 12 Robiul Awal 897 H Sunan Giri diberi gelar Prabu Satmaka atau Ratu Tunggul Khalifatul Mu’minin bin Sayyid Ya’qub alias Syaich Wali Lanang alias Maulana Ishaq Pasai. Tanggal pemberian gelar tersebut kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Gresik.
Penobatan Sunan Giri sebagai raja tersebut bisa diartikan sebagai tonggak sejarah lahirnya dinasti pemerintahan baru di Kerajaan Giri Kedaton. Sebab sebelum Kerajaan Giri Kedaton berdiri, Gresik merupakan bagian wilayah hegemoni Kerajaan Majapahit. Prabu Satmaka memerintah Gresik selama 30 tahun dan dilanjutkan oleh keturunannya sampai kurang lebih 200 tahun.
Setelah Kerajaan Giri Kedaton runtuh, pada abad ke-17, Gresik mulai menjadi kabupaten yang bernama Kabupaten Tandes. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya tulisan nama “Negeri Tandes” pada makam Bupati Gresik terdahulu.
Istilah Tandes ini merujuk pada suatu daerah yang kini bernama Gresik. Konon nama Tandes dalam naskah Jawa memang sering dipakai untuk menyebut Gresik dan dapat dianggap sebagai istilah pengganti.
Selain pernah menjadi kerajaan dengan nama Giri Kedaton dan menjadi Kabupaten bernama Kabupaten Tandes, Gresik dalam sejarahnya pernah menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Surabaya dan berstatus sebagai kawedanan. Istilah Kabupaten Tandes pun dihapuskan dan dibentuk Kabupaten baru di Surabaya.
Proses peralihan dari Kabupaten Surabaya menjadi Kabupaten Gresik secara garis besar terjadi ketika Gresik yang pada awalnya berstatus sebagai ibu kota dari Kabupaten Surabaya. Status ini ditetapkan oleh Mr. Assat yang saat itu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia (Pemangku Jabatan Sementara).
Di samping itu, didukung pula dengan berlakunya UU 2/1965 yang berisi tentang perubahan batas wilayah kotapraja (nama Kotamadya Surabaya) pada saat itu yang menambah lima kecamatan dari Kabupaten Surabaya (sekarang Gresik). Kelima kecamatan tersebut adalah Kecamatan Wonocolo, Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Rangkut, Kecamatan Tandes, dan Kecamatan Karangpilang. Kebijakan ini kemudian dianggap semakin menjauhkan pusat Pemerintahan Kabupaten Surabaya dengan wilayah yang diperintah.
Bersamaan dengan itu, DPRD Kabupaten Surabaya melalui surat keputusannya tertanggal 20 Maret 1974 Nomor Perda/2/DPRD-II/74 mengusulkan agar nama Kabupaten Surabaya dihapus dan diganti dengan nama Kabupaten Gresik.
Usulan tersebut mendapat dukungan dari Bupati Kepala Daerah Tingkat II Surabaya melalui suratnya pada tanggal 25 Maret 1974 Nomor HK.4105/30/III/74, dan juga mendapat dukungan dari Gubernur Kepala Daerah Jawa Timur.
Namun demikian, sebelum Gubernur Jawa Timur mengusulkan perubahan nama kabupaten, gubernur memerintahkan agar Pemerintah Daerah Surabaya dibawah pimpinan Bupati Soefelan memindahkan kantor-kantor pemerintahan ke dalam lingkungan Pemerintah Daerah Tingkat II Gresik, termasuk jawatan-jawatan vertikal yang masih bertempat atau berkantor di Kotamadya Surabaya.
Setelah itu, Gubernur Moh. Noer mengusulkan perubahan nama tersebut ke pihak atasan, yaitu melalui Menteri Dalam Negeri kepada Pemerintah Pusat dalam suratnya pada tanggal 30 Maret 1974 Nomor Pem. II/2024/157.Ttpr yang mengusulkan agar nama Kabupaten Surabaya diubah menjadi Kabupaten Gresik.
Selanjutnya usulan tersebut dikabulkan dan diterbitkan PP 38/1974 tanggal 1 November 1974. Secara resmi, nama Kabupaten Surabaya dihapuskan dan diganti dengan nama Kabupaten Gresik dengan disetujui oleh Presiden Republik Indonesia, Presiden Soeharto dan Menteri/Sekretaris Negara Republik Indonesia, Sudarmono.
Sejak ditetapkannya PP 38/1974 dan setelah berlakunya UU 5/1974, maka daerah ini secara resmi disebut sebagai Kabupaten Daerah Tingkat II Gresik pada tanggal 27 Februari 1975 dengan ibu kotanya Kota Gresik dan pemerintah daerahnya disebut Pemerintah Daerah Tingkat II Gresik.
Peristiwa perubahan nama dan pemindahan kedudukan Pemerintah Daerah Tingkat II Gresik menjadi tonggak bersejarah dalam mengembangkan daerah Gresik.
Geografis
Wilayah Kabupaten Gresik terletak antara 112°-113° Bujur Timur dan 7°- 8° Lintang Selatan. Dengan luas wilayah 1.193,76 kilometer persegi, secara umum wilayah Kabupaten Gresik dapat dibagi menjadi dua, yaitu Gresik daratan dan Pulau Bawean.
Sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 2 sampai 12 meter diatas permukaan air laut, kecuali Kecamatan Panceng yang mempunyai ketinggian 25 meter diatas permukaan air laut.
Hampir sepertiga bagian dari Kabupaten Gresik merupakan daerah pesisir pantai, yaitu memanjang mulai dari Kecamatan Kebomas, Gresik, Manyar, Bungah, Sidayu, Ujungpangkah, dan Panceng serta Kecamatan Sangkapura dan Tambak yang lokasinya berada di Pulau Bawean dan beberapa pulau kecil disekitarnya.
Sedangkan wilayah Kabupaten Gresik sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Selat Madura dan Kota Surabaya, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Mojokerto, serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lamongan.
Pada wilayah pesisir Kabupaten Gresik telah difasilitasi dengan pelabuhan umum dan pelabuhan/dermaga khusus, sehingga Kabupaten Gresik memiliki akses perdagangan regional dan nasional. Keunggulan geografis ini menjadikan Gresik sebagai alternatif terbaik untuk investasi atau penanaman modal.
Sebagian wilayah Kabupaten Gresik mempunyai dataran tinggi diatas 25 meter diatas permukaan laut, mempunyai kelerengan 2-15 persen, serta adanya faktor pembatas alam berupa bentuk-bentuk batuan yang relatif sulit menyerap air yang terdapat di Kecamatan Bungah dan Kecamatan Dukun.
Berdasarkan ciri-ciri fisik tanahnya, wilayah Kabupaten Gresik dibagi menjadi empat bagian yaitu bagian utara merupakan bagian dari daerah Pegunungan Kapur Utara yang memiliki tanah relatif kurang subur namun menyimpan potensi bahan-bahan galian terutama bahan galian golongan C.
Bagian tengah merupakan kawasan dengan tanah relatif subur bagi pertanian dan pertambakan. Bagian selatan terdiri dari dataran rendah yang cukup subur dan sebagian merupakan daerah bukit golongan C. Wilayah Kepulauan Bawean dan pulau kecil sekitarnya juga menyimpan potensi bahan galian jenis onix.
Berdasarkan luas wilayah, Kecamatan Sangkapura merupakan daerah terluas di Kabupaten Gresik dengan luas daerah mencapai 118,27 km2 atau sekitar 9,91 persen dari total luas wilayah Kabupaten Gresik. Sebaliknya, daerah terkecil adalah Kecamatan Gresik dengan luas daerah 5,54 km2 atau sekitar 0,46 persen.
Pemerintahan
Dalam buku “Gresik Tempo Doeloe” karya Dukut Imam Widodo dkk, disebutkan nama-nama Bupati Gresik yang pernah memerintah Gresik sejak bernama Tandes pada masa Mataram Belanda.
Nama-nama Bupati Gresik yang pernah memerintah adalah Kyai Tumenggung Poesponegoro (1669-1732), Kyai Tumenggung Joyonegoro (Bupati Kasepuhan) 1732-1748, Kyai Tumenggung Surowikromo (Bupati Kanoman) 1739-1743, Kyai Tumenggung Poesponegoro II (Bupati Kanoman) 1743-1748, Kyai Suronegoro (Bupati Kasepuhan) 1748-1762, Kyai Tirtorejo (Bupati Kanoman) 1748-1765, Kyai Tumenggung Astronegoro (Bupati Kasepuhan) 1762-1775, Kyai Tumenggung Harjonegoro (Bupati Kasepuhan) 1775-1778, Kyai Tumenggung Joyodirojo (1778-1788), Kyai Adipati Brotonagoro (1788-1808), Kyai Tumenggung Harjoadinegoro (1808-1820), Tumenggung Joyo Adi negoro, Broto Adi negoro, dan Tumenggung Harjo Negoro 2 Rpa Suryo Winaoto.
Kemudian tercatat pula Bupati Gresik RPPA Soerjowinoto yang memerintah dari tahun 1934 hingga 1937 dan diteruskan oleh R.T.A Moesono (1937-1948), Bambang Soeparto (1948-1953), R. Widagdo (1953-1960), R. Soekarso (1960-1968), Soesanto Bangun Nagoro (1968-1973), serta Letkol (L) Soefelan (1973-1978). Pada masa kepemimpinan Bupati Soefelan, pada tanggal 1 November 1974, Kabupaten Surabaya diubah menjadi Kabupaten Gresik.
Selanjutnya kepemimpinan di Kabupaten Gresik diteruskan oleh Letkol (L) Wasiadji (1978-1984), Kolonel (Mar) H. Amiseno (1984-1989), Kolonel (L) Djuhansah (1989-1994), Kolonel (L) H. Soewarso (1994-1999), KH. Robbach Ma’sum (2000-2005, 2005-2010), Sambari Halim Radianto (2010-2015, 2016-2021), dan Fandi Akhmad Yani (2021-2024).
Secara administratif, Kabupaten Gresik memiliki 16 kecamatan di darat dan 2 kecamatan di kepulauan yaitu Kecamatan Tambak dan Kecamatan Sangkapura di Pulau Bawean. Sedangkan jumlah desa dan kelurahannya sebanyak 356 buah, 30 diantaranya terletak di Pulau Bawean, yaitu 17 desa di Kecamatan Sangkapura dan 13 desa ada di Kecamatan Tambak.
Dalam menjalankan fungsi pemerintahan, pada tahun 2020, Pemerintah Kabupaten Gresik didukung oleh 7.728 pegawai negeri sipil (PNS) yang terdiri dari 4.264 PNS perempuan dan 3.467 PNS laki-laki.
Berdasarkan pangkat dan golongan, terbanyak PNS yang masuk golongan III sebanyak 3.660 orang. Disusul oleh pangkat dan golongan IV sebanyak 2.151 orang. Sedangkan menurut pendidikan terakhir, jumlah pegawai negeri terbanyak berpendidikan setingkat sarjana yaitu sebesar 4.739 orang. Disusul PNS berpendidikan SMU sederajat sebanyak 1.217 orang.
Politik
Peta perpolitikan di Kabupaten Gresik terlihat dari komposisi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Selama empat kali penyelenggaraan pemilihan legislatif (pileg), partai politik berbasis massa Islam, persisnya yang berbasis massa nahdliyin, yaitu PKB, cenderung menguasai kursi di Kabupaten Gresik, kecuali pada Pileg 2014.
Pada Pileg 2004, komposisi DPRD Kabupaten Gresik didominasi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang meraih 21 kursi atau hampir 50 persen dari total kursi yang diperebutkan sebanyak 50 kursi. Kemudian disusul Partai Golkar (7), PDI-P (6), PAN (4), PPP (4), dan Partai Demokrat (3).
Pada Pileg 2009, kendati masih memperoleh kursi terbanyak di DPRD Gresik, namun jumlah kursi yang diraih PKB turun drastis hingga hanya meraih 10 kursi. Adapun kursi lainnya dibagi kepada 10 partai lain, yakni Partai Demokrat (8), PDI-P (7), Partai Golkar (7), PKNU (5), Partai Amanat Nasional (4), PPP (3), Hanura (2), Gerindra (1), Partai Buruh (1), dan PKPI (1).
Lima tahun berselang, di Pileg 2014, dominasi PKB di DPRD menurun dengan hanya mendapat delapan kursi. Posisinya digantikan Partai Golkar yang mendapat 11 kursi. Sementara partai lainnya yang memperoleh kursi adalah PPP (7), Gerindra, PDI-P, dan Demokrat masing-masing meraih enam kursi, PAN (5), dan Nasdem (1). Adapun PKS, Hanura, PKPI, dan PBB tidak mendapat satupun kursi.
Pada Pileg 2019, PKB kembali menjadi partai pemenang di Gresik dengan memiliki 13 kursi DPRD. Disusul Gerindra dan Golkar masing-masing sebanyak delapan kursi, PDI-P (6), Nasdem (5), Demokrat (4), serta PPP dan PAN masing-masing sebanyak tiga kursi.
Kependudukan
Penduduk Kabupaten Gresik berdasarkan sensus penduduk tahun 2020 sebanyak 1.311.215 orang yang terdiri atas 650.932 penduduk laki-laki dan 660.9283 penduduk perempuan. Dengan jumlah tersebut, rasio penduduk Kabupaten Gresik tercatat sebesar 101, yang artinya terdapat 101 laki‐laki di setiap 100 perempuan di Kabupaten Gresik pada tahun 2020.
Mayoritas penduduk Kabupaten Gresik didominasi oleh generasi Z, milenial, dan generasi X. Proporsi generasi Z sebanyak 25,96 persen dari total penduduk (339 ribu orang), milenial sebanyak 25,25 persen dari total penduduk (329 ribu orang), dan generasi X sebanyak 24,52 persen dari total penduduk Kabupaten Gresik (320 ribu orang). Ketiga generasi ini termasuk dalam usia produktif yang dapat menjadi peluang untuk mempercepat percepatan pertumbuhan ekonomi.
Kepadatan penduduk di Kabupaten Gresik tahun 2019 mencapai 1.089 jiwa/km2 dengan rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga 3-4 orang. Kepadatan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Gresik dengan kepadatan sebesar 14.882 jiwa/km2 dan terendah di Kecamatan Tambak sebesar 413 jiwa/km2.
Masyarakat Gresik tergolong sebagai masyarakat yang plural atau terdiri dari berbagai macam etnis. Sebagian besar mereka berasal dari Jawa dan Madura. Sebagian lainnya berasal dari Arab, China dan beberapa suku di Indonesia lainnya.
Aktivitas etnis Jawa dan Madura mendominasi segala aspek kehidupan sosial di Gresik baik yang di desa maupun di kota. Sementara itu etnis China dan Arab banyak dijumpai di kota-kota sebagai pedagang.
Hidup sebagai kota pelabuhan yang terbuka hingga memungkinkan untuk dihuni masyarakat dari berbagai etnis, tetapi kehidupan masyarakat Gresik berjalan secara damai dan rukun.
Sebagian besar masyarakat dari berbagai etnis tersebut hidup berkelompok dalam suatu lokasi yang dihuni oleh sesama etnis, sepeti etnis Arab bertempat tinggal di Kampung Gapuro dan Pulopancikan (sebelah selatan alon-alon Gresik), etnis China tinggal di Kampung Pecinan (sebelah timur alon-alon), dan etnis Madura menyebar di sekitar pantai dekat pelabuhan
Sementara itu, mayoritas penduduk Bawean adalah suku asli Pulau Bawean yaitu suku Bawean, namun juga terdapat penduduk yang berasal dari Jawa, Madura, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. Dalam berkomunikasi, penduduk Bawean menggunakan bahasa Bawean, yaitu perpaduan dari bahasa Jawa, Madura, dan Melayu.
Kebanyakan penduduk Bawean bekerja sebagai nelayan dan petani, sebagian lagi merantau ke pulau Jawa, atau Malaysia dan Singapura. Di Malaysia dan Singapura, orang Bawean dikenal dengan istilah orang Boyan atau suku Boyan, bahkan penduduk Bawean yang bekerja di Malaysia dan Singapura memiliki perkampungan suku Boyan disana. Para perantau ini kebanyakan laki laki, baik remaja lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau yang sudah berkeluarga.
Kesejahteraan
Pembangunan manusia yang diukur dengan indeks pembangunan manusia (IPM) di Kabupaten Gresik terus meningkat dalam satu dekade terakhir. Di tahun 2010, IPM Kabupaten Gresik tercatat 69,90 sedangkan di tahun 2020 pencapaian IPM-nya meningkat menjadi 76,1. Sejak 2011, IPM Kabupaten Gresik telah masuk kategori tinggi.
Dari tiga komponen yang dihitung, komponen umur harapan hidup saat lahir (UHH) tercatat 72,66 tahun pada 2020. Untuk harapan lama sekolah (HLS) tercatat selama 13,73 tahun dan angka rata-rata lama sekolah (RLS) tercatat selama 9,30 tahun. Sedangkan, untuk komponen pengeluaran per kapita sebesar Rp 13,24 juta.
Akibat pandemi Covid-19, Gresik menghadapi peningkatan angka pengangguran maupun angka kemiskinan di tahun 2020. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Gresik meningkat pada 2020 menjadi 8,21 persen, jauh di atas rata-rata TPT Jatim sebesar 5,84 persen.
Adapun dari sisi kemiskinan, pada 2020, angka kemiskinan di Gresik mencapai 12,40 persen, di atas rata-rata angka kemiskinan Jatim sebesar 11,09 persen.
Ekonomi
Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Berlaku 2020 di Kabupaten Gresik mencapai Rp 134,26 triliun. Kontribusi terbesar disumbang oleh industri manufaktur sebesar Rp 66,58 triliun atau 49,59 persen dari total nilai PDRB. Urutan berikutnya perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor sebesar Rp 16,74 triliun (12,47 persen).
Selanjutnya, sektor konstruksi juga berkontribusi signifikan dilihat dari posisinya yang menempati urutan ketiga, yakni sebesar Rp 12,64 triliun (9,42 persen). Disusul sektor pertanian, kehutanan, serta perikanan sebesar Rp 10,33 triliun (7,7 persen), dan sektor pertambangan dan galian senilai Rp 8 triliun (5,96 persen).
Sebagai Kota Industri, Gresik mempunyai kawasan industri yang dinamakan Kawasan Industri Gresik (KIG). Di dalam kawasan tersebut, berdiri puluhan pabrik yang menghasilkan beranekamacam produk dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Gresik dan sekitarnya.
Selain di KIG, banyak pula tersebar pabrik-pabrik besar lainnya di Gresik, seperti PT Semen Gresik, PT Petro Kimia Gresik, PT Barata Indonesia, PT Karunia Alam Segar, PT Maspion, dan PT Wiharta Karya Agung.
Terakhir, di Kabupaten Gresik dikembangkan kawasan Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), yang telah disetujui sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pada Februari 2021 lalu. KEK JIIPE bakal dipacu pengembangannya untuk industri teknologi, metal, kimia, energi, dan logistik.
Berdasarkan hasil kajian, KEK JIIPE diproyeksi mampu mendatangkan investasi sekitar 16,9 miliar dolar AS atau setara Rp 236,6 triliun. Sedangkan produksi pelaku usaha di JIIPE akan mampu memberikan kontribusi ekspor sebesar 10,1 miliar dolar AS per tahun ketika beroperasi penuh.
JIIPE sendiri berdiri di atas lahan seluas 3.000 hektar, yang terdiri atas kawasan industri, pelabuhan umum multifungsi, dan hunian kota mandiri. Kawasan yang dikembangkan bersama oleh PT Pelindo III dan PT AKR Corporindo Tbk tersebut memiliki pelabuhan laut terdalam di Jatim dengan kedalaman -16 low water spring (LWS). Sehingga kapal-kapal besar dengan muatan lebih dari 100.000 DWT bisa sandar di kawasan industri tersebut untuk memudahkan proses distribusi
Menurut data BPS Kabupaten Gresik, di tahun 2015 terdapat tidak kurang dari 603 industri besar sedang (IBS) yang banyak menyerap tenaga kerja. Jumlah perusahaan IBS di Gresik tersebut terbanyak ketiga setelah Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya.
Industri yang berkembang di kota Gresik tidak hanya berupa pabrik-pabrik besar, industri rumah tangga pun banyak berkembang di Gresik. Industri rumah tangga itu memproduksi berbagai macam jenis kebutuhan masyarakat Gresik, seperti konveksi tas, sarung, baju koko, dan lain-lain.
Selain sektor industri, sektor pertanian juga menjadi tumpuan hidup sebagian besar masyarakat di Kabupaten Gresik. Sektor pertanian di Gresik memberikan sumbangsih dalam pencapaian swasembada pangan yang tidak kecil di Jawa Timur. Keberadaan DAS Bengawan Solo dan Bendungan Sembayat sangat mendukung sektor pertanian di Gresik.
Di samping itu, Gresik juga merupakan penghasil perikanan yang cukup signifikan, baik perikanan laut, tambak maupun perikanan darat.
Di bidang keuangan daerah, total pendapatan Kabupaten Gresik di tahun 2020 mencapai Rp 2,939 triliun. Dana perimbangan masih menjadi tumpuan utama daerah ini, yakni sebesar Rp 1,33 triliun. Sedangkan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 924,66 miliar dan pendapatan lain-lain sebesar Rp 683,17 miliar.
Di sektor pariwisata, Kabupaten Gresik memiliki potensi pariwisata yang cukup beragam, diantaranya wisata alam, peninggalan sejarah serta wisata seni dan budaya. Beragamnya wisata ini merupakan modal yang potensial bagi usaha pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Gresik.
Salah satu destinasi wisata yang menarik wisatawan adalah wisata religius yaitu ziarah makam Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Giri dan yang lainnya serta petilasan penyebaran agama Islam.
Di wilayah Gresik bagian utara, terdapat potensi wisata bahari yaitu Pantai Delegan dan Bukit Jamur. Pantai ini terletak di Desa Delegan Kecamatan Panceng, berjarak sekitar 40 km dari pusat Kabupaten Gresik. Selain itu di Pulau Bawean, juga banyak destinasi wisata alam yang menarik yaitu Pantai Mayangkara, Pantai Labuhan serta Danau Kastoba yang terletak di Desa Paromaan Kecamatan Tambak.
Untuk wisata kuliner, Gresik dikenal pula dengan makanan khasnya, yaitu Pudak. Makanan yang terbuat dari tepung beras, gula dan santan kelapa yang dibungkus dengan Ope (pelepah pinang), kemudian dikukus tersebut biasa digunakan para wisatawan sebagai oleh-oleh khas dari kota Gresik. Makanan khas Gresik lainnya adalah nasi krawu dan otak-otak bandeng.
Untuk mendukung pariwisata, Kabupaten Gresik memiliki empat hotel berbintang dan 26 hotel non bintang atau penginapan. Pada tahun 2019, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Kabupaten Gresik sebanyak 46.195 orang. Sedangkan wisatawan domestik sebanyak 4,57 juta orang. (LITBANG KOMPAS)