Warangka Excalibur Arthur
Tebakan Merlin tentang apa yang kupikirkan memang tidak salah, tapi sekali lagi, sebenarnya ada satu hal penting yang membuatku tidak lantas menyerahkan ”excalibur”-ku.
Perempuan pendongeng yang masih bertahan di kota London itu bernama Haura. Senja itu, seperti biasanya di Queen’s Walk, jalan pedestrian tepi Sungai Thames, dia telah dikerumuni beberapa orang. Haura siap bercerita kepada siapa saja yang sudi mendengarkan.
”Lebih tragis mana, orangtua yang tidak diakui anaknya atau seorang anak yang tidak diakui orangtuanya?” tanya Haura sebelum memulai ceritanya.
Lalu dia menjelaskan, katakanlah dua-duanya sama-sama tragis, tapi dia tidak ingin bercerita tentang anak durhaka, karena menurut dia kejadian seperti itu sudah tak terhitung jumlahnya. Saking banyaknya, maka jika ada lagi kisah serupa akan dianggap biasa. Menurut Haura, kisah anak-anak durhaka yang tak tahu berterima kasih sudah tak mengherankan lagi. Lalu Haura bilang, kali itu dia ingin bercerita seorang anak yang tak diakui orangtuanya.
***
Bel rumahku berbunyi, aku menuju pintu depan, dan sebelum kuputuskan membukanya, aku melihat siapa yang datang melalui lubang pintu. Ternyata Merlin, seorang bidan di Bradford-on-Avon—sebuah kota yang letaknya berdampingan dengan kotaku ini. Aku membuka pintu dan begitu dia melihatku, dia langsung bilang ingin meminjam excalibur-ku untuk memotong tali pusar anak Montgomery dan Ainsley yang katanya baru lahir.
”Merlin tidak salah?” tanyaku.
Merlin menerangkan bahwa dia hanya ingin meminjam excalibur, dan aku tidak perlu pergi ke rumah Montgomery, terlebih melakukan pemotongan itu. Menurut Merlin, hanya excalibur-ku yang mampu memotong tali pusar anak Montgomery dan Ainsley. Aku terbengong. Tidak segera beranjak mengambil excalibur karena aku sedang berpikir, kalau sekadar memotong tali pusar mengapa harus memakai excalibur-ku. Dan lagi, seorang bidan harusnya selalu membawa peralatan, tentu saja termasuk pisau atau gunting, yang pastinya sudah steril. Jika lupa dibawa, dia bisa menyuruh orang untuk mengambilnya di rumah. Jika tidak, kupikir sekadar memotong tali pusar, dia bisa menggunakan pisau jenis apa pun. Tapi, sesungguhnya ada satu hal lagi yang kupikirkan dan itu sangat penting.
”Saya tahu apa yang Arthur pikirkan? Tapi saya tidak mengada-ada, hanya excalibur Arthur yang mampu memotong tali pusar itu.”
Tebakan Merlin tentang apa yang kupikirkan memang tidak salah, tapi sekali lagi, sebenarnya ada satu hal penting yang membuatku tidak lantas menyerahkan excalibur-ku. Aku memikirkan kenyataan yang selama ini ada di antara aku dan keluarga Montgomery. Sebagian besar orang tentunya juga sudah tahu, terlebih Merlin, bahwa selama ini kami tidak rukun. Kami telah berseteru lama. Bahkan bibit seteru itu tercipta sebelum Montgomery dan saudaranya lahir. Orangtua merekalah yang lebih dulu membuat masalah hingga aku terlempar dari kehidupan mereka.
”Bukankah Merlin tahu saya dan....”
Tanpa menunggu bicaraku selesai, Merlin sudah menyahut. Dia mengatakan bahwa sebelum memutuskan datang menemuiku, dia sudah mempertimbangkan semuanya. Tapi, kupikir tak ada alasan yang kuat dia mengatakan begitu. Pernyataannya tentang excalibur itu kupikir sungguh mengada-ada. Jika karena alasan excalibur-ku dikenal sakti, sesungguhnya adik Montgomery, yang bernama Jequan, juga punya excalibur yang tak kalah sakti. Karena itu, aku bilang kepada Merlin perihal excalibur Jequan itu. Aku jelaskan begitu agar bujukan Merlin berhenti.
”Excalibur Jequan pun tak akan mampu memotong tali pusar itu,” timpal Merlin.
Aku tidak mau percaya begitu saja omongan Merlin, bahkan aku mulai berpikir sesungguhnya hal itu hanya siasat jahat yang direncanakan keluarga mereka dengan memperalat Merlin untuk melumpuhkanku tanpa harus dengan pertumpahan darah. Sesungguhnya mereka takut keberadaanku akan mengganggu kenyamanan hidup mereka. Dan ketika hal itu kusampaikan kepada Merlin, dia langsung memberi penjelasan. Merlin melakukan itu semata karena alasan kemanusiaan. Bahkan, katanya, Montgomery dan keluarganya tidak tahu bahwa dia minta tolong kepadaku. Tahunya mereka, Merlin pulang untuk mengambil sebagian peralatan yang tertinggal di rumah. Bahkan, Montgomery dan keluarganya pun tidak tahu bahwa hanya excalibur-kulah yang mampu memotong tali pusar anaknya.
Ketika Merlin kutanya perihal dari mana dia yakin hanya excalibur-ku yang bisa melakukan, dia memang tidak menjawab. Dia justru lebih dulu mengingatkanku bahwa excalibur Jequan adalah excalibur pemberianku semasa kami masih remaja, dan aku belum tahu bahwa sebenarnya kami bersaudara. Merlin lalu balik bertanya kepadaku, apakah selama ini aku pernah mendengar bahwa dia telah berlaku bohong perihal kemampuannya tentang supranatural. Seketika aku sadar, selain seorang bidan di Bradford-on-Avon, Merlin juga dikenal sebagai paranormal jitu, bahkan dia juga menguasai ilmu sihir, dan selama ini aku memang belum pernah mendengar ada orang yang meragukan kemampuannya itu.
”Jika Arthur tidak percaya dengan kemampuan saya, saya hanya bisa mengatakan, Arthur ada sebelum mereka ada. Pun dengan semua hal yang Arthur punya.”
Lalu Merlin mengingatkanku lagi saat dulu dia mengajakku menemui Peri Penunggu Danau yang dari dialah aku mendapatkan excalibur-ku yang sekarang ini. Tapi, ketika Merlin melihatku masih belum memberi tanggapan, dia sepertinya mulai menyerah, hingga akhirnya memaklumi atas keberatanku, dan dia juga berjanji tidak akan memaksaku lagi untuk meminjamkan excalibur-ku.
Tapi, sebelum dia benar-benar berlalu dari hadapanku, untuk yang terakhir kalinya dia meminta izin untuk menyampaikan gagasannya. Dan apa yang dia sampaikan sungguh membuatku bimbang. Katanya, sesungguhnya setiap diri manusia tidak pernah sepenuhnya berisi keburukan, begitu juga sebaliknya, tidak semua berisi kebaikan. Kebaikan dan keburukan ada dalam diri manusia.
Lalu Merlin mengingatkanku lagi saat dulu dia mengajakku menemui Peri Penunggu Danau yang dari dialah aku mendapatkan excalibur-ku yang sekarang ini.
Anggap saja bahwa perseteruanku dengan keluarga Montgomery tetap ada, dan Merlin hanya berharap, aku berkenan meminjamkan excalibur-ku karena alasan kemanusiaan, sama halnya dengan apa yang dia lakukan dulu dan sekarang. Dia juga mengatakan, terlebih lagi apa yang akan aku lakukan nanti tidak ada yang tahu, selain hanya dirinya. Mendengar perkataan Merlin kali itu sungguh membuatku luluh, hingga tak lama kemudian tanpa membalas pernyataannya, gegas aku mengambil excalibur lalu menyerahkannya.
”Seperti katamu, ini demi kemanusiaan. Jika sudah selesai segera kembalikan.” Merlin langsung menerima excalibur yang kusodorkan tanpa cakap lagi, kemudian berlalu.
Usai Merlin pergi, ingatanku cepat ke masa itu, masa pertama aku mendengar bahwa sesungguhnya aku adalah kakak dari Montgomery dan Jequan, tapi beda ayah. Kabarnya sebelum perempuan itu menikah dengan ayah mereka—seorang penguasa di Bradford-on-Avon—lebih dulu hamil dengan lelaki lain. Perempuan itu merahasiakan kehamilannya sampai bayi itu lahir. Agar tidak ketahuan, bayi itu kemudian dibuang dengan sampan kecil di Sungai Thames. Tak sengaja penguasa kota ini, yang bernama Trustin, menemukan bayi itu dan memeliharanya sampai sekarang. Ya benar, akulah bayi itu. Pada saat pertama kali mendengar semuanya, detik itu juga hatiku berjanji dan bertekad akan setia pada Trustin. Hidup dan matiku untuk dia, karena dia yang telah menyelamatkan jiwa dan ragaku, bahkan mendidikku dengan cinta yang besar.
Tentang perempuan itu? Tentu saja aku tak sudi memanggilnya ibu, dan lelaki bangsat yang tak bertanggung jawab itu, aku juga tak mau menyebutnya ayah. Kini aku bahagia bersama Trustin. Meski banyak orang bilang Trustin bajingan, aku tidak peduli. Bagiku dia pahlawan, selamanya akan kubela sampai ajal tiba. Mengingat semua itu, aku jadi menyesal telah menolong mereka dengan meminjamkan excalibur-ku kepada Merlin.
Untunglah Merlin menepati janjinya, tidak sampai ganti hari excalibur itu telah kembali kepadaku. Tapi, ada kejadian yang tak masuk akal. Merlin mengembalikan belatiku dengan telanjang, tanpa warangkanya. Katanya, yang berhasil memotong tali pusar bayi itu rupanya bukan excalibur, tetapi warangkanya. Hanya saja, warangka itu ikut masuk ke perut bayi melalui lubang pusarnya. Merlin meminta maaf untuk itu. Pada mulanya aku terkejut, tapi karena kupikir warangka tidak lebih penting dari excalibur hingga akhirnya aku tak menganggapnya masalah. Sebenarnya Merlin berkenan mengganti, tetapi aku tidak menyetujui.
Kupikir urusan kemanusiaan telah selesai dan kini aku harus segera kembali kepada tekadku. Berdiri tegak membela Trustin, apa pun yang terjadi. Termasuk membantunya dalam menaklukkan Bradford-on-Avon. Trustin telah menyusun rencana perjudian dengan penguasa Bradford. Trustin yakin bahwa tidak lama lagi Bradford-on-Avon akan jatuh di tangannya, karena rencana pengelabuan itu telah disusunnya dengan matang. Dan akulah yang akan bertanggung jawab menyelesaikan kerusuhan yang mungkin akan dibuat oleh pasukan Bradford.
Tak ada kata menyerah dalam jiwaku. Nyawa dan ragaku telah kusiapkan sepenuhnya untuk itu. Tak ada sedikit pun rasa takut di dada, bahkan aku sudah tak sabar menantikan pertempuran itu. Karena pertempuran itu akan kujadikan sarana balas dendamku atas kehinaan yang dulu telah ditumpahkan kepadaku. Aku ingin memberi pelajaran kepada mereka, terkhusus kepada perempuan itu, bahwa dia telah salah besar menelantarkan hidupku. Tentu saja pembalasanku akan lebih kejam. Lebih menyakitkan.
Baca juga : Penjual Kematian
Sementara kisah perjalanan bayi yang tali pusarnya dipotong dengan warangka excalibur-ku dulu ternyata memiliki dinamika hidup lumayan menakjubkan. Kabarnya dia pernah maju di medan laga melawan perusuh. Setiap kali dia mendapat hantaman dari para perusuh bukan menjadi payah, tapi justru tubuhnya bertambah besar, hingga akhirnya dia bisa memenangi pertarungan. Kini dia menjadi anggota pasukan yang belum terkalahkan dan menjadi orang paling diandakan di Bradford-on-Avon.
Tiba saatnya pengelabuan Trustin dijalankan, seperti yang telah kami angankan, hampir seluruh tanah Bradford jatuh ke tangan Trustin. Para penguasa Bradford harus lengser dan mengakui kekuasaan Trustin. Jika ada yang tidak mau, mereka harus pergi dari Bradford-on-Avon. Namun, rupanya para penguasa Bradford tidak terima dengan semua itu. Mereka berontak dan ingin mempertahankan kekuasaannya. Satu-satunya jalan, harus ditentukan dengan pertarungan. Tanpa dinyana, kesaktian pasukan mereka mampu mengalahkan pasukan kami. Dan yang paling membuatku terkejut, cerita yang pernah kudengar tentang kehebatan bayi yang telah menjadi pemuda gagah itu rupanya bukan isapan jempol. Dialah yang berhasil membunuh hampir seluruh pasukan kami. Kini hanya tinggal aku yang masih bertahan. Tapi, aku ingat dengan janji dan tekadku. Hidup dan matiku hanya untuk Trustin. Tanpa sedikit pun nyaliku menciut, kuhadapi bayi kurang ajar itu. Bahkan, kupikir aku bisa melumpuhkan bocah itu tanpa susah payah untuk membunuhnya. Aku meyakini itu. Aku akan menyampaikan dua hal kepadanya. Pertama, sekadar mengingatkan bahwa aku adalah pamannya yang tertua. Paman yang sebenar-benarnya tidak pernah mereka akui. Kedua, hanya warangka excalibur-kulah yang mampu memotong tali pusarnya hingga warangka itu bersemayam dalam perutnya.
***
Haura mengakhiri cerita dengan pernyataan. ”Sesungguhnya pusar bayi itu telah menjadi warangka excalibur Arthur, dan kelak excalibur itu rindu ingin bersarang di sana.”
***
Yuditeha, penulis, tinggal di Karanganyar, Jawa Tengah. Buku terbarunya Sehimpun Cerita Filosofi Perempuan dan Makna Bom (Rua Aksara, 2020).