Jakob Tobing dikenal sebagai politisi yang berperan penting dalam meletakkan dasar reformasi politik dan demokrasi.
Oleh
ARIEF NURRACHMAN
·4 menit baca
Jika ada pertanyaan ”prestasi apa yang dihasilkan selama menduduki kursi anggota legislatif selama 30 tahun lebih”, Jakob mungkin salah satu orang yang mampu menjawab pertanyaan tersebut dengan percaya diri.
Jakob dikenal sebagai politisi kawakan yang berperan penting dalam proses demokratisasi di awal reformasi. Pengalaman karier politik sebagai anggota legislatif sejak era Demokrasi Terpimpin 1965 hingga pasca-Orde Baru 1998 menjadi orientasi ketika ia terlibat dalam proses amendemen UUD 1945. Salah satu hal penting yang diajukannya ialah terkait supremasi hukum yang tidak tunduk pada kekuasaan.
Kiprah politik Jakob menjadi bagian dari buku biografinya yang diterbitkan dengan judul Jakob Tobing: Sosok di Balik Milestone Indonesia Baru (Penerbit Buku Kompas, 2024). Buku ini ditulis oleh Bernada Rurit yang bersumberkan langsung dari penuturan Jakob.
Sebagaimana sebuah buku biografi, isi buku dimulai dari cerita masa kecil pria bernama lengkap Jakob Samuel Halomoan Lumban Tobing ini. Jakob dilahirkan di Reteh, sebuah Kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, pada 13 Juli 1943. Anak ketujuh dari pasangan Heinrich Lumban Tobing dan Riasaur Hutagalung ini dibesarkan dalam keluarga penganut Kristen yang taat. Ayahnya pernah menjadi wakil raja di daerah Reteh dan sekitarnya. Sementara ibunya seorang ibu rumah tangga yang memiliki peran besar dalam hidup Jakob sekeluarga.
Hidup di masa revolusi kemerdekaan RI membuat Jakob bersama keluarganya harus pindah dari Reteh ke Bukitinggi akibat agresi militer Belanda pada 1947. Kala perpindahan itu Jakob masih anak balita. Seluruh keluarganya tunggang-langgang mencari tempat aman di Bukittinggi. Namun, di kota inilah, memori indah masa kecil Jakob terekam. Dia belajar dasar-dasar kehidupan dari orangtuanya dan juga teman-temannya di kota ini. Namun, tampaknya memori tentang Bukittinggi tidak sepenuhnya indah karena Jakob menjadi saksi hidup dari pemberontakan PRRI/Permesta.
Dari aktivis ke legislator
Ketertarikan Jakob dalam dunia pergerakan politik dimulai ketika dirinya tinggal di Kota Bandung. Terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB), Jakob tampaknya lebih aktif berorganisasi dibandingkan menjalani studinya. Tahun 1965, misalnya, Jakob aktif dalam sejumlah organisasi mahasiswa, seperti Mahasiswa Pancasila (Mapancas). Ia juga turut memelopori pendirian Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tahun 1966.
Peran aktif Jakob di KAMI membawanya terpilih menjadi anggota DPR Gotong Royong (DPR-GR). Ketika itu perwakilan mahasiswa memang ditawari menjadi anggota Dewan demi mempermudah memperjuangan aspirasinya. Kendati mengundang sinisme dari berbagai pihak, terutama rekan-rekannya sesama mahasiswa, Jakob akhirnya dilantik menjadi anggota termuda dewan pada 13 Febuari 1968. Studi di ITB pada akhirnya tidak diselesaikan.
Gagal lulus dari ITB justru memacu Jakob untuk terus melanjutkan studi formalnya. Di tengah kesibukan menjadi anggota DPR-GR, Jakob berhasil lulus pendidikan di STIA-LAN (1976), di Fakultas Ekonomi (Extension) Universitas Indonesia (1976–1977), School of Economics Colorado University, AS (1979), di John F Kennedy School of Government-Harvard University (1980), Program on Investment Appraisal and Project Management Harvard University (1985), sebagai visiting scholar Harvard University (1993), dan terakhir gelar doktor dari Universitas Leiden (2023).
Kiprah politik
Karier politik Jakob berkecimpung lama di Golongan Karya (Golkar) mulai tahun 1968 hingga 1997. Selama aktif di parlemen, Jakob pernah menjadi Ketua Komisi VI yang membidangi industri, perdagangan, dan penanaman modal (1972-1979).
Kendati lama di Partai Golkar, pada tahun 1997 Jakob memutuskan pindah ke Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri. Sebab, Jakob merasa sudah tidak sejalan lagi dengan Partai Golkar.
Pengalaman Jakob di dunia politik diuji ketika terpilih sebagai Ketua Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) menjelang Pemilu 1999. Sebagai Ketua PPI, ia harus menyikapi berbagai manuver politik kala itu, seperti keinginan mendiskualifikasi Partai Golkar yang dinilai lekat dengan Orde Baru.
Setelah pemilu berlangsung damai, Jakob kembali menjadi pelaku sejarah ketika memimpin proses amendemen UUD 1945. la menjadi poros penting amendemen ini sebagai Ketua Panitia Ad-Hoc 1 Badan Pekerja MPR, Amendemen UUD 1945, 1999-2004, dan Ketua Komisi A Sidang Tahunan MPR RI tahun 2000, 2001, 2002, dan 2003. Amendemen berhasil disahkan, yang kelak menjadi milestone Indonesia baru.
Atas hasil kerja keras dan pemikirannya, Jakob menerima penghargaan Bintang Mahaputera Utama pada tahun 1999. Penghargaan lainnya yang diterima Jakob ialah Bintang Ganghwa Medal, First Class, Order of Diplomatic Services dari Republik Korea pada 2008. Penghargaan ini diberikan atas upaya Jakob memfasilitasi komunikasi antara Pemerintah Korea Selatan dan Korea Utara sewaktu ia menjabat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Republik Korea (2004–2008).
Pada Pemilihan Umum 2004, Jakob terpilih kembali sebagai anggota DPR untuk ke-8 kali dari daerah pemilihan (dapil) Temanggung, Jawa Tengah. Namun, dia memilih mundur dan fokus untuk memimpin Institut Leimena, sebuah lembaga nonprofit yang mendorong kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.
Kini, hari-hari Jakob banyak diisi untuk berkebun di lahannya di Cianjur, Jawa Barat. (LITBANG KOMPAS/AFN)
Data Buku
Judul: Jakob Tobing: Sosok di Balik Milestone Indonesia Baru