Jejak Soedradjad Djiwandono Sang Ekonom Par Excellence
Soedradjad adalah seorang yang terbuka, senang berdiskusi atau bersedia belajar, bahkan dengan bekas mahasiswanya.
Oleh
DESI PERMATASARI
·5 menit baca
Soedradjad yang berdarah Yogyakarta terlahir dari keluarga yang sederhana. Sang ayah, Thomas Sastrodjiwandono merupakan seorang multitalenta, di mana jiwa seni sudah mendarah daging. Selain menjadi abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, sang ayah juga seorang seniman tembang gedhe dan pesinden keraton. Tak hanya itu, Thomas juga didapuk sebagai Kepala Kampung Taman di era pendudukan tentara Jepang.
Soedradjad atau kerap disapa pak Dradjad sangat bangga akan perjuangan ayahnya. Hal itu disebabkan karena sejak diusung sebagai kepala kampung, tidak ada seorang pun dari Kampung Taman yang diambil sebagai romusa dan dikirimkan ke Vietnam kala itu.
Buku biografi 'Soedradjad Djiwandono: Mensyukuri Pasang Surutnya Hidup' (Penerbit Buku Kompas, 2024) berisi tentang perjalanan kariernya baik sejak menjadi Menteri Muda Perdagangan, Gubernur Bank Indonesia, hingga menjadi pengajar yang dikagumi oleh mahasiswanya.
Tahun 1948, Dradjad dan keluarga besarnya mengungsi ke Imogiri saat Belanda menyerang Yogyakarta. Tak lama berselang, sang Ayah kembali ke pangkuan Tuhan. Kejadian itu menjadi cobaan terberat bagi ibu Dradjad, selain ditinggal selamanya oleh sang suami, ia juga harus membesarkan tujuh orang anaknya.
Sepekan setelah kepergian sang ayah, mereka kembali ke Yogyakarta dengan membuka lembar kehidupan baru yang belum jelas arahnya. Perlahan Dradjad dan keluarganya menata hidupnya kembali, sehingga ia dapat menempuh bangku pendidikan Universitas. Masa-masa itu menjadi motivasi hidupnya bahwa meski dalam keluarga yang terbatas, namun tetap harus ulet dan percaya diri.
Akademisi dan Praktisi
Sosok Soedradjat membawa tradisi intelektual sebagai akademis, tetapi juga memiliki bekal pengalaman karena secara langsung terjun dalam dunia ekonomi, perdagangan, dan perbankan sebagai pejabat negara.
Publikasi ini menceritakan Soedradjat yang dimulai menjadi peneliti Lembaga Ekonomi dan Kemasyarakatan Nasional (LEKNAS). Selama beberapa tahun, disana ia menduduki jabatan sebagai Ketua Bagian Ekonomi.
Pada masa itu, ia rajin menulis untuk Harian Kami, Majalah Mahasiswa Indonesia, Indonesia Raya, Sinar Harapan, maupun Kompas. Tak hanya menulis di media cetak, Dradjad juga sering menulis jurnal yang diterbitkan oleh Basis, Budaya Djaya, dan Prisma.
Kegiatan menulisnya membuahkan hasil karena berhasil menerbitkan buku pertamanya sebagai single author yang berjudul “Masalah-masalah Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan”. Buku tersebut merupakan kumpulan tulisan Dradjad yang diterbitkan oleh LEKNAS.
Semenjak saat itu, ia menjadi kecanduan menulis. Saat akhir masa tugasnya di Departemen Perdagangan, ia pun menyusun buku berjudul “Perdagangan dan Pembangunan” yang diterbitkan LP3S. Dari situlah muncul buku-buku lain yang ditulis oleh Dradjad seperti “Bergulat dengan Krisis dan Pemulihan Ekonomi Indonesia”, “Mengelola Bank Indonesia di Masa Krisis”, dan “Bank Indonesia and the Crisis, An Insider’s View”.
Karir Pemerintahan
Perjalanan karirnya di bidang Pemerintahan cukup panjang. Dimulai dari peneliti LEKNAS, kemudian dilanjut dengan menjadi ketua Bappenas. Disana ia menduduki jabatan sebagai staf di Biro Moneter dan Keuangan Negara. Pengalaman Dradjad di Bappenas menjadi tantangan tersendiri, dimulai dengan menyusun naskah pidato atasan, hingga mewakili atasan untuk membaca pidato yang naskahnya ditulis oleh Soedradjad.
Pria lulusan University of Wisconsin ini pernah menduduki jabatan sebagai Menteri Muda perdagangan pada 1988 hingga 1993. Kala itu Menteri Muda dibagi dalam lima yaitu Bappenas, Keuangan, Sekretaris Negara, Perindustrian, dan Perdagangan.
Kala itu, Menteri Muda tugasnya adalah anggota kabinet penuh sebagai membantu Presiden . Saat menduduki posisi tersebut banyak pengalaman yang sangat berkesan baginya. Salah satunya Dradjad mempraktikkan konsep perdagangan timbal beli atau counter trade.
Dari situlah ia mempelajari bahwa impor minyak mentah untuk bahan membuat minyak tanah dan memenuhi kebutuhan rumah tangga. Demi realisasi counter trade, ia menghubungi mitra usaha Kementrian Perdagangan negara pengekspor minyak heavy crude, Irak dan Iran. Pada masa itu, Irak dan Iran menyambut baik program kerjasama Indonesia.
Program masterpiece Dradjad terlaksana dengan baik, namun hanya terjadi sekali saja dan ia tidak mengetahui kelanjutannya. Dalam menjalani program tersebut, hal yang dikenang olehnya adalah dapat bertemu dan berjabat tangan dengan Presiden Saddam Hussein. Namun sayangnya foto tentang momen itu hilang.
Karier seorang Pak Dradjad berlanjut sebagai Gubernur Bank Indonesia pada April 1993. Jabatan tersebut langsung diberikan oleh Presiden Soeharto. Dradjad tidak ingin mengecewakan kepercayaan yang telah diberikan Presiden kedua Indonesia.
Bertugas di Bank Indonesia membawanya memasuki lingkungan dan tantangan barru yang datang. Salah satu kebijakan yang diprakarsai olehnya adalah menjaga kestabilan nilai rupiah, baik terhadap inflasi maupun depresiasi nilai. Istilah kebijakan tersebut sebagai kebijakan kurs mengambang terkendali.
Pada masa itu nilai rupiah dapat dikatakan tidak baik-baik saja. Kondisi tercermin dari pegawai Bank Indonesia. Mereka nampak waswas karena kondisi tersebut. Meski terdapat perasaan khawatir, Dradjad tetap berpegang teguh untuk berserah diri kepada Tuhan.
Kenangan saat menjabat Gubernur Bank Indonesia banyak diceritakan dibuku ini. Uraian pemaparan kisahnya dijelaskan dengan alur yang nyaman dibaca. Masa jabatan sebagai Gubernur Bank Indonesia harus berakhir enam minggu sebelum masa kerjanya berakhir.
Buku ini ditutup dengan Dradjad mengisi masa tua dengan tetap mendedikasikan dirinya untuk pendidikan. Untaian paparan pengalaman dan interaksi Pak Dradjad dapat memberikan inspirasi bagi para pembaca untuk mensyukuri pasang surutnya hidup. (DPS/Litbang Kompas)
Data Buku
Judul : Soedradjad Djiwandono: Mensyukuri Pasang Surutnya Hidup