Membantu Gangguan Pendengaran: Kisah Para Dokter Spesialis THT
Beberapa kisah pengalaman dokter THT di seluruh Indonesia dalam menangani gangguan pendengaran dan ketulian di sajikan buku ini. Isinya menunjukkan masih banyak penyandang tunarungu yang membutuhkan bantuan.

Penulis: Komite Pusat PGPKT
Penerbit: Penerbit Buku Kompas
Tahun terbit: 2023
Jumlah halaman: xx + 318 halaman
ISBN: 978-623-346-711-7
Sebuah pesan masuk ke telepon genggam dr. Damayanti Soetjipto, Sp.THT-KL(K) terkait kondisi seorang balita bernama Nadhif dari Purwokerto yang diagnosa menderita tuli kongenital atau tuli sejak lahir. Setelah diperiksa lebih lanjut ternyata tingkat ketuliannya sangat berat sehingga tidak memungkinkan memakai Alat Bantu Dengar (ABD). Solusinya harus dengan operasi untuk menanam implan koklea (IK) di organ telingan dalam. Namun, prosedur operasi memakan biaya hingga ratusan juta rupiah.
Sebagai ketua Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Komnas PGPKT), dirinya langsung menghubungi rekan-rekan sejawatnya untuk menggalang donor untuk membantu proses operasi IK. Setelah berupaya keras, dana untuk operasi berhasil dikumpulkan dan penanaman implan koklea dapat dilaksanakan. Pascaoperasi menjadi saat yang membuat dr. Damayanti terharu. Saat Nadhif mendengar untuk pertama kalinya (switch on) menjadi momen paling mangharukan bagi sang dokter.
Sepenggal kisah di atas merupakan bagian dari isi buku berjudul To Be A Better Being: Mendengar Lebih Baik (Penerbit Buku Kompas, 2023) yang ditulis oleh tim PGPKT. PGPKT merupakan merupakan mitra Kementerian Kesehatan RI, profesi dokter THT-KL ( Perhati-KL), institusi pendidikan, rumah sakit dan lainnya yang bertujuan menanggulangi gangguan pendengaran dan ketulian. Hal ini sesuai dengan program dari WHO yaitu tercapainya tujuan Sound Hearing 2030: The Right To be Better Hearing. Indonesia sendiri jika merujuk data WHO diperkiraan ada sekitar 5.000 bayi yang lahir dengan kondisi tuli tiap tahunnya.
Keberhasilan kisah Nadif menginisiasi PGPKT untuk mencetuskan gerakan 100 Implan Koklea, yang hingga saat ini telah menolong 8 anak tuli sejak lahir. Gerakan ini selain menggalang dana dari donatur juga memberikan harapan bagi para bayi tuli untuk dapat mendengar dan berbicara sehingga tetap memiliki masa depan yang cerah.
Deteksi Dini Bayi Baru LahirUntuk itu, PGPKT juga kian gencar mengkampanyekan kepada semua rumah sakit dan puskesmas di Indonesia untuk melakukan tes (skrining) pendengaran bagi bayi baru lahir. Langkah itu diperlukan untuk mendeteksi secara dini adanya tuli kongenital atau tuli bawaan sejak lahir. Sehingga apabila terdeteksi tuli kongenital, tata laksana yang mumpuni dan habilitasi maksimal dapat segera diberikan seiring dengan tumbuh kembang serta komunikasi anak.
Pendengaran anak sangat penting karena berkaitan dengan pada kemampuannya dalam berbicara dan berbahasa. Setiap kata yang didengar anak, akan disimpan dlam dalam memori otak anak. Semakin banyak kata yang didengar, semakin banyak pula yang disimpan.
Berkaitan dengan skrining, PGPKT Pusat melalui Komisi Daerah (Komda) juga berupaya membantu dalam pengadaan alat skrining pendengaran bernama Oto Acoustic Emission (OAE), khususnya di pusat layanan kesehatan di daerah.
Selain kisah tentang penanganan gangguan pendengaran pada bayi, buku ini juga menceritakan pengalaman dokter THT menangani pasien lansia maupun pasien dewasa yang mengalami gangguan pendengaran akibat pekerjaan. Sebut saja kisah Sri Berthalina Tambunan, Sp.T.H.T.K.L., FICS di Surabaya yang pernah menangani pasien dengan ganguan pendengaran akibat bekerja di sebuah mesin kapal tanpa menggunakan alat pelindung telinga.
Lain lagi kisah dr. Tjandra Manukbua, Sp.THT-KL, M.H. di Toraja Utara yang menangani pasien lansia dengan gangguan pendengaran. Kondisi yang dinamakan presbikusis ini disebabkan oleh menurunnya daya kemampuan saraf pendengaran akibat bertambahnya usia. Kendati bisa ditanggulangi dengan Alat Bantu Dengar (ABD), namun dari cerita yang dibagikan, penggunaan ABD ternyata masih menyisakan sejumlah masalah seperti harga ABD, ketidaknyamanan serta harga baterai yang mahal.Berdasarkan kisah-kisah dokter THT yang diceritakan dalam publikasi kali ini tergambar suka duka mereka ketika melayani pasien dengan gangguan pendengaran. Terutama, ketika harus memberikan penjelasan terkait kondisi pasien yang mengalami ketulian bawaan kepada keluarganya. Belum lagi kisah tentang kesabaran para dokter spesialis THT menemani para orang tua pasien. Para dokter THT harus menjelaskan kepada tahapan pengobatan kepada para orang tua dari pasien yang mengalami ketulian. Mereka juga harus memberikan pengertian bahwa proses pengembalian fungsi pendengaran membutuhkan komitmen menyeluruh.
PGPKT BergerakKurangnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan telinga, membuat Komda PGPKT aktif bergerak ke sejumlah daerah untuk mengedukasi masyarat. Beberapa kisah kegiatan bakti sosial PGPKT menjadi bahasan dalam bab-bab selanjutnya.
Salah satu program edukasi kepada masyarakat yang dilakukan oleh PGPKT program Bersih-Bersih Telinga. Kegiatan Bersih-Bersih Telinga ini telah dilakukan Komisi daerah (Komda) PGPKT Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Tujuannya agar masyarakat memiliki kesadaran menjaga kesehatan telinga sekaligus menepis berbagai kesalahan penanganan masalah telinga yang terjadi di masyarakat contohnya terkait kotoran telinga.
Kegiatan lain yang dilakukan oleh PGPKT juga menyasar kalangan tenaga kesehatan di sejumlah daerah. Misalnya dengan melakukan pelatihan bahasa isyarat untuk kalangan dokter di Aceh melalui kerjasama Antara Perhati-KL dengan IDI Cabang Kota Lhokseumawe. Tujuannya agar para tenaga medis dapat berkomunikasi langsung dengan pasien disabilitas rungu.
PGPKT selalu berupaya menjalin kerjasama dengan para stakeholder lain dalam berbagai kegiatan. Hal ini tercermin dalam keberhasilannya menjalin kerjasama dengan Starkey Hearing Foundation, organisasi global nirlaba dari Amerika Serikat. Starkey memberikan ABD sebanyak 25.793 bagi 13.279 penyandang tunarungu di 16 daerah dari 13 provinsi di Indonesia.
Perjalanan penanganan gangguan pendengaran harus tetap dilanjutkan. Kendati banyak didapati tantangan, namun sesuai motto ketua Komnas PGPKT, Damayanti Soetjipto โdi mana ada kemauan, di situ ada jalanโ. Perjuangan tidak akan sia-sia karena mendengar adalah karunia Tuhan bagi setiap insan. (AFN/Litbang Kompas)