Mengamati Budaya Indonesia melalui Kacamata Orang Korea
Dijuluki sebagai seorang ”Pencinta Indonesia”, Prof Yang Seung Yoon membuahkan karya tulis mengenai kebudayaan Indonesia. Sebuah pengalaman baru dalam melihat budaya Indonesia melalui kacamata orang Korea.
Oleh
AGUSTINA RIZKY LUPITASARI
·3 menit baca
Judul: Kebudayaan Indonesia di Mata Orang Korea
Penulis: Prof Yang Seung Yoon
Penerbit: Penerbit Buku Kompas
Tahun terbit: 2022
Jumlah halaman: 316 halaman
ISBN: 978-623-346-590-8
Memahami keanekaragaman budaya sebuah negara tak melulu hanya bagi para pribuminya. Banyak literatur mengenai sejarah dan budaya Indonesia yang ditulis oleh para peneliti dari Eropa dan negara lainnya. Tulisan-tulisan penulis asing ini mampu memberi warna serta memperkaya khazanah literasi budaya bangsa.
Prof Yang Seung Yoon, seorang profesor dari Korea Selatan yang masih aktif menjadi dosen tamu asing di Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, adalah salah satu penulis yang turut andil mengisahkan kebudayaan Indonesia. Kisah-kisah cerminan budaya Indonesia yang ia rangkum dalam 35 esai bersama dengan rekan-rekannya dituangkan dalam buku berjudul Kebudayaan Indonesia di Mata Orang Korea (Penerbit Buku Kompas, 2022).
Dalam buku setebal 316 halaman ini, Prof Yang Seung Yoon mengisahkan kebudayaan masyarakat Indonesia melalui kisah sehari-hari yang sederhana, tetapi sarat makna. Pendekatan yang digunakan dalam bercerita terkait kebudayaan masyarakat Indonesia dilakukan berdasarkan observasi kehidupan sehari-hari sehingga menimbulkan kesan lebih dekat dan hangat.
Buku ini terbagi atas sembilan bab dengan topik berbeda, mulai dari sisi agama, budaya makan dan minum, sejarah, kesenian, hingga fenomena-fenomena menarik dari budaya masyarakat Indonesia. Dari segi proporsi, keagamaan dan makanan menjadi dua topik yang mendominasi buku ini.
Prof Yang Seung Yoon mengajak pembaca memahami hal yang cukup kompleks, seperti ritual keagamaan, menjadi cukup mudah dan sederhana. Hal lain yang juga cukup mengesankan mengenai pemilihan cerita-cerita yang dituturkan. Banyak cerita yang sering kali tak terpikirkan oleh pembaca, seperti kisah perburuan telur semut untuk pakan burung yang kian memberi kesan dekat dan hangat bagi pembaca.
Meskipun dalam segelintir bagian pembahasan terdapat beberapa informasi yang tak sepenuhnya sama dengan yang pembaca alami, inilah seninya. Melihat budaya kita dari kacamata orang dari negara lain, pun dengan latar belakang budaya yang berbeda.
Dalam konteks melihat budaya kedua negara, yakni Indonesia dan Korea, pada pembahasan praktik keagamaan, nyatanya, menurut Prof Yang Seung Yoon, terdapat beberapa ritual yang sama konteksnya dengan di Korea. Salah satunya mengenai persiapan sesajen yang masih dilakukan oleh beberapa penganut kepercayaan di Indonesia. Ritual persiapan sesajen ini juga dilakukan di Korea ketika menyambut hari raya Chuseok.
Prof Yang Seung Yoon cukup lama tinggal di Yogyakarta dan hidup di tengah kehidupan mahasiswa sehingga ada cerita menarik yang ia kisahkan dalam buku ini, yakni mengenai gadai barang. Praktik gadai barang yang telah ada sejak masa penjajahan Belanda di Indonesia ternyata juga telah marak dilakukan di Korea sejak tahun 1960-an.
Namun, ada hal yang membedakan keduanya, yakni besaran nilai gadai dan jenis barang yang lumrah untuk digadai. Menurut dia, dilihat dari motif seseorang menggadaikan barangnya, kedua negara ternyata sama. Di Indonesia, khususnya di Yogyakarta, barang seperti sepeda motor, televisi, dan laptop lumrah digadaikan. Sementara di Korea, jam tangan, cincin kawin, dan barang mewah adalah yang terbanyak digadai. Kemudian, untuk besaran nilai gadai, di Indonesia pada barang termahal, nilai gadai maksimal adalah setengah dari harga jual barang tersebut, sedangkan di Korea bisa sampai 90 persen dari nilai jual grosirnya.
Praktik gadai ini menjadi sebuah fenomena budaya yang menarik, tetapi sering kali tak menjadi perhatian. Melalui buku ini, Prof Yang Seung Yoon mampu merajut serangkaian fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari menjadi kisah yang cukup merepresentasikan budaya masyarakat Indonesia. (Litbang Kompas/KIK)