Tiap penghasil karya perlu memahami soal hak kekayaan intelektual. Tidak hanya berfungsi melindungi atas karya ciptaannya sendiri, tetapi juga berperan mendorong inovasi atau karya-karya baru lainnya.
Oleh
Arief Nurrachman
·3 menit baca
Hak kekayaan intelektual (HAKI) sempat ramai diperbincangkan oleh publik sehubungan dengan munculnya satu grup baru komedi yang dinilai melanggar HAKI milik grup komedi lainnya.
Pelanggaran terjadi karena grup baru tersebut tanpa izin menggunakan nama karakter dari grup sebelumnya yang telah memiliki merek terdaftar. Kejadian tersebut kembali mengingatkan perlunya memahami hak kekayaan intelektual sebelum menerbitkan suatu karya.
Kompas
Halaman muka buku berjudul Hak Kekayaan Intelektual dan Perkembangannya.
Buku berjudul Hak Kekayaan Intelektual dan Perkembangannya (Penerbit Buku Kompas, 2021) yang ditulis oleh Dr Cita Citrawinda Noerhadi ini dapat menjadi rujukan untuk mendapatkan pengetahuan lebih lanjut terkait seluk beluk kekayaan intelektual.
Judul
Hak Kekayaan Intelektual dan Perkembangannya
Penulis
Cita Citrawinda Noerhadi
Penerbit
Penerbit Buku Kompas
Tahun terbit
2021
Jumlah halaman
xvi+277 halaman
ISBN
978-623-346-162-7
Penjelasan dimulai dari sejarah kekayaan intelektual yang sejak abad ke-18 mulai dijustifikasi sebagai bentuk penghargaan dan pelindungan atas karya intelektual seseorang. Karya tersebut memiliki nilai sosial yang tinggi bagi masyarakat. Karena itu, dikembangkan sistem kekayaan intelektual berupa instrumen-instrumen hukum berupa hak cipta, paten, merek dan indikasi geografis, rahasia dagang, desain Industri, desain tata letak sirkuit terpadu, dan perlindungan varietas tanaman. Perkembangan masing-masing instrumen hukum tersebut menjadi pembahasan dalam bab-bab selanjutnya.
Keikutsertaan Indonesia dalam penandatanganan Perjanjian WTO (World Trade Organization Agreement) tahun 1994 turut mengubah Undang-Undang di bidang HAKI. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 kemudian menyesuaikan dengan Persetujuan TRIPs (Trade Related aspects of Intellectual Property Rights). Perubahan undang-undang HAKI ini menjadi bagian selanjutnya pembahasan buku setebal 276 halaman ini. Selain itu, dipaparkan juga beberapa konvensi-konvensi internasional terkait kekayaan intelektual yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia.
Beberapa perkembangan terkini terkait perubahan perundangan HAKI juga diulas dalam buku, di antaranya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Latar belakang penulis yang telah menggeluti bidang kekayaan intelektual sejak tahun 1986 serta aktif sebagai dosen pengajar mata kuliah Kekayaan Intelektual di beberapa kampus membuat buku ini cukup komprehensif.
Penulis menekankan pentingnya kesadaran bahwa setiap karya intelektual memiliki hak eksklusif dan nilai ekonomi. Hak tersebut layak diterima sebagai insentif atas waktu, uang, dan usaha yang telah dihabiskan dalam penciptaan karya.
Selain itu, HAKI juga menjadi sistem untuk pendokumentasian setiap kegiatan riset serta dapat mendorong semangat inovasi dan kreatifitas suatu karya. Tidak hanya berlaku di bidang teknologi, namun juga untuk karya sastra sebagai produk kebudayaan. Oleh karena itu, kejadian grup komedi seperti yang disinggung di awal tidak terjadi di kemudian hari. (Litbang Kompas)