Potret Penduduk di Jawa dari Kartu Pos Tahun 1900-1940
Lewat foto-foto penduduk di Jawa dalam kartu pos, Oliver Johannes Raap menunjukkan gambaran pergantian zaman, ketika kebudayaan menjadi latar suasana dalam pemotretan.
Potret berasal dari kata dalam bahasa Perancis portrait, yang berdasarkan kata kerja Latin potahere berarti ’memajukan’ atau ‘menampakkan’. Potret tidak hanya menangkap gambaran orang saja, tetapi juga dapat merekam karakter dan ekspresi subyek foto. Selain itu, potret dapat memberikan interpretasi subyek bagi orang yang memotret dan melihatnya.
Judul | Potret Pendoedoek di Djawa Tempo Doeloe |
Penulis | Olivier Johannes Raap |
Penerbit | Kepustakaan Populer Gramedia |
Tahun terbit | 2021 |
Jumlah halaman | vii + 201 halaman |
ISBN | 978-602-481-437-3 |
Potret yang digambarkan dalam buku berjudul Potret Pendodoek di Djawa Tempo Doeloe (Kepustakaan Populer Gramedia, 2021) oleh Oliver Johannes Raap merupakan penduduk yang terekam pada abad ke-18.
Pada abad ke-19, kartu pos merupakan medium komunikasi penting untuk menyampaikan berita pendek yang dapat melintasi benua. Gambar yang terdapat pada kartu pos memiliki dua kategori. Kategori pertama memperlihatkan modernitas Nusantara dengan kota dan infrastruktur modern hasil karya pendatang kolonial. Sementara kategori kedua mewakili khazanah kebudayaan tradisional penduduk lokal.
Buku keempat yang disusun Oliver menunjukkan potret manusia di Pulau Jawa dalam kartu pos dekade 1900-1940. Penulis mencoba memperlihatkan beragamnya subyek dalam kartu pos dalam rentang waktu panjang. Lewat potret dalam kartu pos tersebut, tergambar kehidupan tempo dulu yang kurang terdokumentasi oleh media lain.
Salah satunya potret beberapa perempuan pada tahun 1900-an. Kartu pos dengan terjemahan keterangan ”Babu dengan Anak” terbitan FB Smits Batavia memperlihatkan seorang perempuan sedang menggendong anak majikannya. Pada masa itu, kata babu berarti perempuan pengawas anak. Kata tersebut dipandang merendahkan karena ada kesan kolonial dalam pemakaiannya. Kini kata tersebut diperhalus menjadi asisten rumah tangga (ART) atau pramuwisma.
Pada tahun 30 Oktober 1901, kartu pos yang berjudul ”Pembantu Pengasuh Anak” tersebut dikirim dari Buitenzorg (Bogor) ke Amsterdam. Pada tepian kanan kartu pos tertulis komentar pada foto yang diterjemahkan berbunyi, ”Beginilah cara menggendong anak dengan selendang”.
Penulis kelahiran 5 Oktober 1966 juga menunjukkan gaya pakaian perempuan yang berbanding terbalik. Kartu pos dengan terjemahan judul ”Dua Gadis Petani” terbitan LA Lezer, Bandung, nomor 18 menampilkan sosok perempuan mengenakan selendang batik untuk menggendong bakul berisi padi. Selendang tersebut dapat digunakan juga sebagai penutup kepala untuk mengurangi panas matahari di sawah. Selain itu, tangan mereka memakai sarung tangan untuk melindungi tangan dari tusukan padi.
Sebaliknya, sosok perempuan yang digambarkan dengan kartu pos berjudul ”Dua Sosialita Muda” terbitan Tio Tek Hong, Weltevreden, nomor 27 menunjukkan gaya pakaian yang serba mewah. Hal itu dapat dilihat dari gaya busana klasik seperti kebaya, kain batik, sepatu selop, dan dilengkapi perhiasan bagus. Salah satu perempuan juga membawa tas tangan yang pada masa itu dianggap puncak modernitas.
Pada dasarnya potret orang-orang dalam buku karya Oliver telah menarik hasrat dan dedikasi para fotografer yang mengabadikannya. Kumpulan sosok anonim di kartu pos dalam kurun waktu panjang secara tidak sengaja disatukan sehingga menjadi kumpulan dokumen sejarah yang mampu menceritakan suasana budaya pada masanya. (LITBANG KOMPAS)