logo Kompas.id
BukuKisah Heroik Pangeran Samber...
Iklan

Kisah Heroik Pangeran Samber Nyawa

Mangkunagara I seorang komandan militer yang flamboyan pada masanya. Musuhnya yang berasal dari keluarganya sendiri dan Kompeni bahkan kewalahan untuk mengalahkannya.

Oleh
Martinus Danang Pratama Wicaksana
· 6 menit baca

JudulSamber Nyawa: Kisah Perjuangan Seorang Pahlawan Nasional Indonesia Pangeran Mangkunagara I (1726-1795)
PenulisM.C. Ricklefs
PenerbitPenerbit Buku Kompas
Tahun terbit2021
Jumlah halamanxlvi + 578 halaman
ISBN978-623-241-997-1

https://cdn-assetd.kompas.id/GVp0E4fc9hR4izT0OMNRjg8etmo=/1024x768/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F09%2FP_20210914_101723_vHDR_On_1631678587-e1631679099531.jpg
Kompas

Cover buku \'Samber Nyawa: Kisah Perjuangan Seorang Pahlawan Nasional Indonesia Pangeran Mangkunagara I (1726-1795)\'

Menilik wilayah Yogyakarta dan Surakarta, ada  empat kerajaan yang memiliki genealogi dari trah Mataram. Namun, tiga kerajaan yakni Kasunanan Surakarta, Istana Mangkunagaran, dan Keraton Yogyakarta terbagi sejak abad ke-18 karena perang saudara. Salah satu tokoh pejuang dalam perang tersebut adalah Mangkunagara. Dia adalah sosok yang tidak pernah menyerah meskipun pada akhirnya dia kalah dan hanya menjadi Pangeran Senior di tanah Surakarta.

Merle Calvin Ricklefs adalah orang yang berjasa dalam membangkitkan narasi sejarah Mangkunagara I dalam bukunya Samber Nyawa: Kisah Perjuangan Seorang Pahlawan Nasional Indonesia Pangeran Mangkunagara I (1726-1795). Ricklefs merupakan sejarawan yang telah banyak menulis tentang Jawa dan Islam. Tidak salah Peter Carey dalam kata pengantarnya mengatakan bahwa buku ini merupakan mahakarya pamungkas dari salah satu sejarawan Jawa paling cemerlang pasca Perang Dunia II.

Buku ini sebelumnya diterbitkan oleh National University of Singapore pada 2018 dengan judul Soul Catcher: Java’s Fiery Prince Mangkunagara I, 1726-1795. Namun, pada Januari 2019 Ricklefs ingin agar bukunya tersebut dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Proyek terjemahan ini terus dikebut mengingat saat itu keadaan Ricklefs semakin menurun. Akhirnya Dr. Muhammad Yuanda Zara menerjemahkan buku ini sebelum Ricklefs meninggal pada 29 Desember 2019.

Karya Ricklefs ini tidak hanya menyuguhkan kehidupan Mangkunagara, namun juga referensi dari sumber primer yang dijadikan sebagai bahan utama buku ini. Ricklefs tidak hanya menggunakan sumber-sumber Belanda yang dahulu dicatat oleh pejabat senior Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC), namun juga menggunakan sumber-sumber Jawa. Salah satunya adalah Serat Babad Pakunegaran. Serad Babad Pakunegaran merupakan catatan autobiografi yang ditulis Mangkunagara tentang tahun-tahun perangnya hingga penyelesaiannya di tahun 1757.

Samber Nyawa

Mangkunagara lahir di Kartasura pada 7 April 1726, ketika kerajaan tersebut masih dipimpin oleh Amangkurat IV. Ayahnya adalah Mangkunagara Sepuh, putra dari Amangkurat IV dengan seorang istri tingkat dua. Sedangkan ibunya adalah putri dari seorang pemberontak Blitar, Raden Ayu Wulan. Sepanjang hidupnya Mangkunagara memiliki beberapa nama salah satunya adalah Raden Mas Said, namun ia lebih dikenal dengan panggilan Mangkunagara.

Dua tahun pertama dalam kehidupannya, Mangkunagara sudah diliputi oleh kesedihan. Belum genap dua tahun ibunya meninggal karena sakit, kemudian tidak lama setelah itu ayahnya diasingkan oleh istana dan VOC ke Sri Lanka hingga ia meninggal. Kemudian Mangkunagara diasuh oleh Kudanawarsa yang berasal dari keluarga Purbaya tempat di mana ayahnya pernah dibesarkan.

https://cdn-assetd.kompas.id/S6kh0921GhS5U5604Etfaz2uwOE=/1024x664/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F09%2FASTANA-MENGADEG1-04_1631678581.jpg
Kompas

Pahlawan Nasional Mangkunegara I dimakamkan di Astana Mengadeg, 34 km tenggara Solo, Jateng. Sebuah makam kuno yang indah terletak di puncak bukit.(KOMPAS/JULIUS POURWANTO)

Terdapat kisah yang menarik ketika Mangkunagara lahir. Menurut Babad Utama Surakarta, pada saat Amangkurat IV sedang sekarat, wahyu (cahaya supranatural yang dipilih secara ilahiah untuk memerintah) meninggalkan dia dan turun ke Mangkunagara yang baru saja lahir. Ini membuat banyak orang kerajaan bernubuat bahwa Mangkunagara akan menjadi pejuang yang hebat.

Ramalan tersebut ternyata tidak meleset. Keikutsertaan Mangkunagara dalam peperangan membuatnya diangkat sebagai komandan militer. Tahun 1791 dalam buku harian yang tersimpan di Istana Mangkunagaran dituliskan bahwa Mangkunagara I dijuluki sebagai Pangeran Samber Nyawa dengan panji perangnya berwarna biru-hitam bertatahkan bulan sabit putih.

Nama Samber Nyawa berasal dari kisah Mangkunagara yang berjuang saat perang. Ketika Mangkunagara melarikan diri ke hutan dengan musuh mengejarnya di belakang, Mangkunagara secara tidak terduga sudah berada di belakang musuh. Ia dengan cepat “menyambar” (sinamber) musuh-musuhnya dan banyak yang tewas. Karena alasan itulah ia dinamai Samber Nyawa (Sang Pencabut Nyawa).

Perang Suksesi Jawa Ketiga

Perebutan kekuasaan yang menyebabkan perang saudara di Kerajaan Mataram  berulang kali terjadi terutama semenjak meninggalnya Sultan Agung. Sebelumnya telah terjadi dua perang suksesi Jawa yakni di tahun 1704-1708 dan 1719-1723. Kemudian perdamaian di tanah Jawa tidak bertahan lama hingga di tahun 1746 pecahlah perang suksesi Jawa ketiga.

Perang suksesi Jawa yang ketiga menghadapkan Pakubuwono II yang didukung oleh para pejabat VOC atau kompeni, dengan Mangkunagara yang beraliansi dengan Mangkubumi. Mangkubumi adalah pamannya Mangkunagara, anak dari Amangkurat IV dengan Mas Ayu Tejawati dan saudara dari Pakuwubawa II.

Sebelum perang dimulai, Mangkunagara dan Mangkubumi adalah lawan yang memperebutkan kursi kekuasaan Mataram. Perebutan terjadi saat Pakubuwana II banyak ditinggalkan oleh rakyatnya setelah ia mendukung kompeni dalam perang Geger Pecinan. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Mangkunagara dan Mangkubumi untuk membangun kekuatannya masing-masing menyerbu Pakubuwana II.

Kekuatan Pakubuwana II yang didukung oleh kompeni membuat kedua pangeran tersebut akhirnya beraliansi. Mangkubumi melihat potensi dari Mangkunagara sebagai seorang pemimpin militer yang cakap. Aliansi dari kedua pangeran tersebut semakin kuat setelah putri dari Mangkubumi, Ratu Bendara dinikahkan dengan Mangkunagara.

Aliansi Mangkunagara dan Mangkubumi terbukti mampu mengimbangi kekuatan dari Pakubuwana II dengan pasukan Kompeninya. Apalagi kedua pangeran tersebut kemudian mendirikan kerajaan sendiri di Yogyakarta setelah Pakubuwana II menyerahkan kekuasaannya pada anaknya yang baru berumur 17 tahun ketika diangkat menjadi Pakubuwana III. Sedangkan Mangkunagara oleh Mangkubumi diangkat sebagai pemimpin perang di kerajaan yang baru.

Hubungan antara kedua pangeran tersebut ternyata tidaklah berjalan mulus. Terdapat dua alasan yang menyebabkan aliansi tersebut tidaklah berumur panjang. Pertama adalah masalah politik di mana Mangkubumi semakin kuat sebagai raja di kerajaan yang baru sedangkan Mangkunagara hanya sebatas pemimpin pasukan. Kedua yakni ketertarikan Mangkunagara dengan perempuan lain membuat Mangkubumi sebagai ayah dari Ratu Bendara marah dan kecewa. Pernikahan politik pun  harus berakhir tahun 1763. Akibatnya, hubungan Mangkunagara dan Mangkubumi menjadi renggang.

Perpisahan kedua pangeran tersebut benar-benar terjadi pada akhir tahun 1752 atau awal 1753. Hal ini justru menguntungkan pihak kompeni karena membuat kekuatan pasukan Mangkubumi menjadi lemah. Namun sejak saat itu, Mangkunagara memiliki obsesi yang besar untuk merebut kekuasaan Pakubuwana III dan mengalahkan Mangkubumi sehingga menjadi satu-satunya raja besar di tanah Jawa.

Sayangnya, perjanjian Giyanti tahun 1755 yang diinisiasi oleh Kompeni hanya membagi dua kerajaan Jawa saat itu, yakni Susuhunan Pakubuwana III di Keraton Surakarta dan Mangkubumi yang menjadi Sultan Hamengkubuwanana I di Yogyakarta. Sedangkan, Mangkunagara tidak diberikan kekuasaan dalam perjanjian tersebut. Strategi ini dilakukan kompeni untuk menyelesaikan perang saudara yang telah berlangsung cukup lama serta melemahkan pasukan Mangkunagara.

Namun, Pakubuwana III tidak tinggal diam dengan situasi Mangkunagara. Pakubuwana III meminta kepada Mangkunagara untuk membantunya sebagai Susuhanan muda dan berjaga-jaga dari kekuatan Mangkubumi. Kesempatan ini membuat Mangkunagara menerima rekonsiliasi dengan Pakubuwana III pada 1757 setelah melihat pasukannya tidak cukup kuat untuk melawan kedua kerajaan tersebut dan Kompeni.  Mangkunagara diangkat sebagai Pangeran Senior dan diperbolehkan untuk membangun istana tidak jauh dari keraton Surakarta.

Warisan Mangkunagara I

Pangeran Mangkunagara I yang wafat pada 28 Desember 1795 meninggalkan banyak warisan budaya maupun politik. Mangkunagara I mampu mempertahankannya karena aliansinya dengan otoritas kolonial terus dibangun oleh keturunannya. Kediamannya tetap berdiri hingga sekarang dan dikenal sebagai Istana Mangkunagaran dengan karakter militer yang masih melekat seperti Mangkunagara I.

Istana Mangkunagaran memiliki kontribusi yang besar dalam perjuangan kolonialisme lewat para anak cucunya yang bertakhta di masanya masing-masing. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari sosok Pangeran Mangkunagara I yang menjadi figur pedoman bagi para penerusnya. Bahkan, Pangeran Mangkunagara I dinilai berjasa besar bagi Indonesia sehingga pemerintah menganugerahkan gelar kepahlawanan kepadanya tahun 1988.(Litbang Kompas)

Editor:
santisimanjuntak
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000