logo Kompas.id
BukuPemikiran Romo Magnis terkait ...
Iklan

Pemikiran Romo Magnis terkait Harkat Kemanusiaan di Indonesia

Kehidupan beragama seharusnya memunculkan sikap menghormati harkat kemanusiaan. Sikap ini dibutuhkan untuk mampu melihat dengan jernih setiap persoalan bangsa, terlebih menghadapi tantangan era revolusi 4.0.

Oleh
Susanti Agustina S
· 5 menit baca

Penerbit Buku Kompas menerbitkan kembali tulisan-tulisan Romo Magnis yang pernah dimuat di media massa, jurnal maupun buku. Tulisan dibagi dalam 4 bagian, dimulai dari soal kehidupan beragama di abad 21, perlunya sikap yang lebih jernih dalam memandang LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), hukuman mati, maupun masa gelap pasca G30S PKI, kemudian pentingnya pendidikan karakter, serta peran filsafat di Indonesia.

Kehidupan beragama di Indonesia menjadi tema awal yang dibahas dalam buku ini. Kehidupan beragama di abad 21 seharusnya menghadirkan manusia yang menolak segala kelakuan tidak manusiawi dan kejam atas nama agama. Agama sejatinya mendukung serta menuntut hormat terhadap harkat kemanusiaan.  Suatu yang mustahil jika seseorang menyatakan menghormati Tuhan Sang Pencipta, namun martabat dari ciptaanNya yang paling bermartabat tidak dihormati.

JudulAgama, Filsafat, Modernitas: Harkat Kemanusiaan Indonesia dalam Tantangan
PenulisFranz Magnis Suseno
PenerbitPenerbit Buku Kompas
Tahun terbit2021
Jumlah halamanxi + 300 halaman
ISBN978-623-346-129-0

https://cdn-assetd.kompas.id/U4iq6reZmVeVqD_9Gtdi8AfhVAI=/1024x1538/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F09%2FWhatsApp-Image-2021-09-09-at-4.01.15-PM_1631180427.jpeg
Kompas

Cover buku \'Agama, Filsafat, Modernitas: Harkat Kemanusiaan Indonesia dalam Tantangan\' karya Franz Magnis Suseno.

Perhormatan terhadap harkat kemanusiaan diterapkan dalam bentuk toleransi. Toleransi yang dimaksud Romo Magnis dalam setiap tulisannya merupakan sikap hormat terhadap mereka yang berbeda.

Toleransi tidak sekadar menerima bahwa ada komunitas yang berbeda agama, adat dan keyakinan, namun juga harus bersedia menerima keberadaan mereka, bersedia dan mudah berkomunikasi dengan mereka.

Penghormatan terhadap harkat kemanusiaan akan membantu setiap individu bersikap lebih jernih dalam memandang berbagai tantangan yang muncul di tengah masyarakat dan bangsa.

Bersikap Jernih

Rohaniwan yang telah menjadi warga negara Indonesia sejak 1977 ini menekankan pentingnya bersikap jernih dengan prinsip menjaga harkat kemanusiaan dalam memandang LGBT, hukuman mati, maupun masa gelap pasca G30S PKI 1965.

Segala bentuk diskriminasi terhadap LGBT  harus diakhiri. Orientasi seksual tidak relevan untuk kebanyakan bidang kehidupan. Bahkan, perguruan tinggi seharusnya menjadi tempat di mana diskursus kompeten dan terbuka terhadap implikasi perbedaan orientasi seksual dibicarakan. Para rektor  wajib  menjamin kebebasan akademik LGBT.

Namun, LGBT diharapkan bersedia untuk menerima bahwa perbedaan dalam orientasi seksual membuat mereka juga berbeda. Desakan penyamaan perkawinan sejenis dengan perkawinan tradisional hanya akan memperkuat prasangka. Selain itu, dorongan mengungkapkan orientasi seksualnya pada orang lain bisa saja tidak kondusif. Pengakuan sosial tentu memerlukan kesabaran.

Di sisi lain, hubungan seorang LGBT dengan seseorang yang masih berusia di bawah umur harus mendapatkan sanksi hukum. Namun, hal serupa juga berlaku bagi pelaku hubungan heterogen dengan seseorang yang masih berusia di bawah umur.

Prinsip yang sama juga dinilai Romo Magnis harus diterapkan dalam memandang hukuman mati. Dasar tuntutan penghapusan hukuman mati adalah kesadaran etis bahwa mencabut nyawa seseorang (di luar keperluan pembelaan diri langsung), melampaui wewenang manusia. Nyawa seseorang adalah suci. Termasuk nyawa penjahat. Suci karena setiap manusia secara pribadi dipanggil ke dalam kehidupan oleh Sang Pencipta dan hanya Dia yang berwenang mencabutnya kembali.

Tulisan Romo Magnis dalam Jurnal Ledaero menanggapi buku Kisah Pengembaraan Ibarruri Putri Alam Anak Sulung Aidit, Si Anak Sulung Aidit dalam kaitan masa gelap pasca G30SPKI 1965 dihadirkan dalam buku ini. Romo Magnis mengingatkan bahwa orang-orang yang masuk dalam kelompok komunis pun orang normal, biasa, manusiawi, tidak biadab, dalam arti baik dan hadir dengan segala kelemahannya. Penolakan terhadap partai komunis karena alasan politik seharusnya tidak serta merta mengucilkan, menahan, menyiksa, memperkosa, menahan bertahun-tahun bahkan membunuh mereka. Peristiwa seperti yang terjadi sesudah peristiwa Gerakan 30 September seharusnya tidak perlu terulang. Rekonsiliasi nasional akan dapat terwujud jika semua pihak berani melihat masa lalu dengan mata, budi, dan hati terbuka.

https://cdn-assetd.kompas.id/_f0wuZkxBWQ-eJzeDqzUexdO5rI=/1024x1281/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F10%2F1b3a138c-8120-4d6e-9080-72747d47d4cf_jpg.jpg
Kompas/Wawan H Prabowo

Franz Magnis Suseno, Filsuf dan Budayawan

Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter kian menjadi keharusan apalagi  perilaku korupsi  kerap dipertontonkan di Indonesia. Romo Magnis melihat pendidikan karakter menjadi kunci  untuk menghadirkan pribadi yang  mampu menjaga harkat kemanusiaan di era revolusi 4.0.

Persoalan penting pendidikan di masa mendatang bukan lagi untuk menyatukan tujuan pendidikan dengan kebutuhan industri. Seseorang yang tidak tenggelam dalam kolektif, namun memiliki karakter, yang berani mengambil sikap sendiri seperlunya, memiliki keyakinan etis yang tidak dapat ditawar, tidak dapat dibeli, malu terseret massa merupakan pribadi yang dibutuhkan di masa mendatang.

Apalagi era revolusi 4.0 masih membutuhkan kemampuan manusia untuk menilai situasi karena Artificial Intelligence (AI) tidak dapat akan dapat melakukannya. Manusia yang menguasai AI yang akan berkuasa. Sehingga, diperlukan karakter manusia yang memiliki prinsip melayani semua, bertanggung jawab dalam menangani AI, bebas dari prasangka (adil dan hormat terhadap martabat segenap manusia), dapat diandalkan mengelola sistem-sistem AI yang terpercaya, serta menjaga keamanan dan perlindungan data .

Romo Magnis melihat kompetensi generasi muda di alam virtual menjadi tantangan selanjutnya. Terlebih, pandemi kian membuat generasi muda tumbuh tanpa pengalaman tentang realitas. Mereka hanya mempercayai proyeksi citra diri sendiri tanpa mengalami secara langsung bagaimana manusia lain menanggapi dirinya. Kondisi ini dinilainya belum ditangani dengan tepat oleh dunia pendidikan Indonesia. Pendidikan yang diberikan masih hanya menekankan pengulangan, menghapal sesuai yang dituntut guru sehingga mematikan intelektualitas.

Filsafat

Filsafat memiliki prinsip terbuka pada diskursus dan argumentasi rasional. Sehingga, filsafat harus dikembangkan dan diberi  lebih banyak dukungan dalam dunia akademik di Indonesia. Filsafat juga telah menyertai perkembangan pengetahuan di Indonesia dengan kritis.

Dalam salah satu tulisannya, Romo Magnis menyebutkan beberapa hal mendesak yang harus dihadirkan filsuf di masa kini. Menurutnya filsuf harus memberi dukungan intelektual tentang pokok-pokok etika politik yang harus mendasari pembangunan bangsa Indonesia, kedudukan agama dalam negara dan kebebasan beragama, hak asasi manusia serta penolakan terhadap segala kebiadaban, kenegaraan yang diharapkan, termasuk hak dan batas hak negara untuk menuntut pengorbanan dari rakyat, etika kedaulatan rakyat dan tuntutan demokrasi, keadilan sosial dan realisasi solidaritas bangsa dengan warganya yang paling lemah. (Litbang Kompas)

Editor:
santisimanjuntak
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000