Jumlah penduduk perkotaan di dunia diperkirakan akan meningkat, mencapai 68 persen pada 2050. Kecenderungan yang sama diperkirakan juga terjadi di Indonesia. Lebih dari 180 juta jiwa akan menempati perkotaan pada 2045.
Fenomena tersebut dapat mengakibatkan lahan yang tersedia untuk tempat tinggal tidak mencukupi. Jika itu terjadi, ruang dan fasilitas publik semakin tidak strategis dan kota menjadi tidak efektif bagi penduduk.
Wicaksono Sarosa, dalam buku berjudul Kota untuk Semua: Hunian yang Selaras dengan Sustainable Development Goals dan New Urban Agenda (Exposé, 2020), mengulas peran kota dalam pembangunan yang semakin penting. Semakin siap sebuah kota menampung pertambahan penduduk, semakin besar manfaat ekonomi yang bisa diperoleh.
Kota yang nyaman, sehat, dan aman menjadi impian semua orang. Kota yang berkualitas sangat tergantung pada terpenuhinya 17 target Sustainable Development Goals (SDGs) dan New Urban Agenda (NUA).
Salah satu target SDGs, yaitu SDG-11 secara khusus mengarahkan tentang ”membuat kota dan permukiman manusia yang inklusif, aman tangguh, dan berkelanjutan”. Begitu pun dalam NUA, disebutkan tujuan utama perkotaan adalah ”kota untuk semua”, kota yang nyaman dan aman untuk segala usia, mulai dari bayi hingga lansia, tanpa membedakan jenis kelamin, serta memastikan jaminan atas keragaman difabilitas dan juga tidak adanya unsur SARA.
Buku setebal 455 halaman ini menyajikan gagasan bagaimana merespons tantangan dalam memenuhi ”kota untuk semua” dilihat dari segi ekonomi-finansial, sosial-budaya, pengetahuan dan teknologi, serta fisik dan lingkungan kota. ”Kota untuk semua” bisa diwujudkan dengan merencanakan, merancang, membangun dan mengelola kota melalui kolaborasi dan membangun kemitraan di antara masyarakat, pelaku bisnis, filantropi, dan akademisi.
Wicaksono Sarosa memiliki pengalaman sebagai Direktur Eksekutif Kemitraan untuk Reformasi Kepemerintahan era 2009-2014. Ide penerbitan buku ini berawal saat ia menjadi pembicara dalam Forum Perkotaan Nasional pada tahun 2015. (LITBANG KOMPAS)