Rubrik baru "Kabar Buku" ini setiap minggu akan menyajikan minimal dua buku baru pilihan, dan terbuka bagi semua penerbit buku.
Oleh
TRI AGUNG KRISTANTO
·5 menit baca
Pengantar Redaksi: Setiap hari Minggu, Kompas.id memunculkan rubrik “Kabar Buku”, yang akan menampilkan buku yang relatif baru diterbitkan, sekitar setahun, sebagai wadah bagi penerbit untuk memperkenalkan buku yang diterbitkannya. Rubrik ini akan melengkapi rubrik resensi buku yang telah lama ada. Dalam rubrik "Kabar Buku" ini, buku yang ditampilkan akan disertai dengan ulasan ringkas isi dan sisi menarik dari buku itu. Setiap minggu minimal dua judul yang akan diketengahkan. Rubrik ini terbuka untuk semua penerbit. Terima Kasih
Buku Fotografi dari Seorang Direktur Perusahaan Properti
Judul buku: My Flat World
Penulis: D. Agung Krisprimandoyo
Kurator: Oscar Matuloh
Penerbit: Earbay Signature Publishing
Tahun: Cetakan I, limited edition, Januari 2020
Tebal: 128 Halaman
ISBN: 978-1-78972-511-7 (UK)
Sebagai seorang direktur pada sebuah perusahaan properti, real estate ternama di negeri ini, D. Agung Krisprimandoyo berkesempatan mengunjungi lebih dari 50 negara di dunia ini.
“Suatu kunjungan akan menambah gairah dalam pemahaman saya mengenai membangun kota, membangun kehidupan. Saya selalu mencari dan membandingkan dari kota-kota dunia. Setiap tempat menjadi satu wakil kebudayaan dan menjadi simbol tingkat peradaban manusia dari waktu tertentu,” tulis Agung dalam pengantar bukunya.
Buku berjudul My Flat World berisi 117 halaman berisi foto-foto yang diambil Agung dari berbagai negara dan tempat yang mempesonanya, seperti Borobudur (Indonesia), Santorini (Yunani), Shanghai (China), Brasov (Rumania), Mount Hagen (Papua Nugini), Sabah (Malaysia), Mekkah (Arab Saudi), Milan (Italia), Kobe (Jepang), dan Kathmandu (Nepal).
Karya fotografi yang menarik, penuh warna, dan ekspresif itu terinspirasi dari buku berjudul The World is Flat karya Thomas L Friedmand. Namun ternyata, seperti dituliskan Agung, dari perjalanannya ke berbagai negara itu semakin terbukti, bumi ini tidak datar (flat). Bumi bulat bundar, benarlah adanya.
Karya foto yang ditampilkan Agung tak hanya pemandangan alam, atau obyek wisata, tetapi banyak pula sosok yang khas dari suatu wilayah, dengan pancaran wajah yang kuat. Detail, dengan warna yang kuat. Barangkali yang kurang dari buku perjalanan ini, adalah keterangan lokasi dan tahun saat foto itu dibuat, yang sebagian baru disampaikan pada bagian akhir buku.
Namun, dengan menikmati, dan bukan sekadar membaca, buku ini akan membawa kita mengunjungi dan melihat sosok atau kawasan, sambil menebak-nebak lokasi yang menjadi objek bidikan kamera, sampai kemudian terjawab belakangan.
Pewarta foto Oscar Matuloh, sebagai kurator, menyatakan, bahwa buku ini adalah jawaban Agung terhadap zaman dan habitatnya. “Beruntung dia gemar melakukan perjalanan dan memotret dengan suara hatinya, sehingga Agung mampu meramu tugas sekaligus menjadi suara perjalanan fotografi pribadi,”tulis Oscar. Paling tidak, buku ini menjadi “wakil”bagi mat akita untuk menikmati keindahan sejumlah negeri di bumi ini. (tra)
2. Perjalanan Hidup Seorang Mahaguru Vokal
Judul buku: Sebuah Biografi Catharina: Menyanyi Indah untuk Negeri
Penulis: Ninok Leksono
Penerbit: Penerbit Buku Kompas (PBK)
Tahun: Cetakan I, September 2020
Tebal: 190 Halaman
ISBN: 978-623-241-537-9 (PDF)
“For me, singing is the most natural thing in the world. I’ve grown up with it and I know I’ve got that gift.”(Bagiku menyanyi adalah hal yang paling alamiah di dunia. Aku sudah tumbuh dengan itu dan aku tahu aku sudah mendapatkan bakat itu).
Pernyataan Stella Nina McCartney, perancang busana asal Inggris dan putri musisi Sir Paul McCartney itu menjadi pembuka, salah satu “lembar dedikasi” dari buku yang mengisahkan perjalanan hidup dari seorang mahaguru vokal di negeri ini, Catharina Wiriadinata Leimena.
Penyanyi berusia lebih dari 84 tahun itu dikenal secara internasional, sebagai salah satu penyanyi opera, yang jumlahnya sangat sedikit, dari Indonesia.
Ninok Leksono, Redaktur Senior Kompas dan Rektor Universitas Multimedia Nusantara (UMN), yang menjadi penulis biografi ini, dalam pengantarnya, menuliskan Catharina merupakan seorang artis, penyanyi opera yang jumlahnya sangat sedikit di negeri ini, serta seorang guru yang dikenal luas dan legendaris.
Dari tahun 1965 hingga saat ini, Catharina masih terus mengajar vocal untuk murid-muridnya yang ingin menjadi penyanyi atau ingin bisa menyanyi dengan baik. Sebagian muridnya itu kini menjadi guru vokal atau musisi ternama di negeri ini, seperti Aning Katamsi, Avip Priatna, Binu D Sukaman, Krisdayanti, dan Tommyanto Kandisaputra. Catharina adalah mahaguru vokal di Indonesia.
Masyarakat awam dan penyanyi muda barangkali tak banyak yang mengenal Catharina. Zaman yang berbeda bisa membuat seorang mahaguru dan diva ini jarang lagi tampil, sehingga dilupakan orang. Padahal, Catharina pernah tampil dan berdansa dengan Presiden Soekarno; tampil di berbagai konser musik di dalam dan luar negeri, termasuk di Java Jazz; menjadi juri berbagai lomba paduan suara, dan perjalanan hidupnya dibuat film “Catharina in a Country of Choirs”yang diluncurkan pada 2019.
“Saya punya beberapa guru. Tapi yang bisa saya sebut mahaguru, ya Ibu Catharina Leimena,” ungkap Krisdayanti, penyanyi yang kini menjadi anggota DPR. Mahaguru yang bernama lengkap Catharina Juliana Bernardina Leimena itu antara tahun 1960-1965 belajar musik dan olah vokal di Roma dan Milan atas beasiswa dari pemerintah Italia. Oleh karena itu, ia juga dikenal sebagai duta musik Italia di Indonesia.
Istri dari Dr Anton Wiriadinata itu, sekembalinya ke Indonesia, mengembangkan musik dan vokal dengan mendirikan Sanggar Susvara tahun 1969.
“Semoga semua terus bergairah. Jangan berhenti di saya. Semua harus menghasilkan penyanyi-penyanyi untuk masa mendatang,”kata Catharina, seperti tertulis pada epilog buku ini.
Penyanyi datang silih berganti, masa bergulir, era baru datang, pendekatan baru bermunculan. Setiap masa ada orangnya, dan setiap orang ada masanya. Namun, Catharina tetap memikirkana masa depan musik, khususnya olah vokal di Nusantara. Ia berharap akan terus lahir penyanyi handal dari negeri ini, khususnya penyanyi opera.
Pesan Catharina itupun mengingatkan sebuah lagu Italia tentang pengalaman menonton opera di gedung teater La Scala, berjudul In un Palco della Scala, karya Henry Nicolay Mancini, yang dikutip Ninok secara utuh di buku ini. Sedikit penggalannya, adalah “Lentamente poi il sipario cala, scendono le luci nel foyer….”(Lalu perlahan tirai turun, penerangan di perapian (foyer) pun padam….) (tra)