Komunitas punya peran penting untuk menularkan minat baca di lingkungan sekitar. Lebih jauh, komunitas juga dapat memberi dampak yang lebih luas bagi masyarakat.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Literasi dan menggugah minat baca publik menjadi perhatian beberapa komunitas. Sejumlah program dan gerakan yang melibatkan partisipasi masyarakat pun dilakukan. Komunitas meyakini bahwa kehadiran mereka harus berdampak bagi publik.
Hal itu yang melatarbelakangi dibentuknya komunitas Peduli Bangsaku beberapa tahun silam. Komunitas itu fokus di bidang literasi membaca. Bermula dari kumpulan sejumlah mahasiswa di kampus, mereka memutuskan menghampiri masyarakat demi menularkan minat baca.
”Gerakan kami dimulai dari hal kecil. Kami mengumpulkan buku yang kebanyakan milik saya dan teman-teman, lalu kami bawa dengan kardus atau keranjang ke lapangan kecamatan. Di sana ada yang jadi ikut membaca hingga menyumbangkan buku,” kata pendiri Peduli Bangsaku, Muhammad Ridwan, Sabtu (21/11/2020), pada diskusi virtual Literasi Mode On seri ke-10 berjudul ”Dari Relawan Literasi hingga Kopi”.
Lapak bacaan sederhana yang dibuka Peduli Bangsaku lama-lama berkembang. Mereka membuat kegiatan-kegiatan lain dengan harapan dapat mendorong literasi di ruang publik. Beberapa kegiatan itu adalah menyelenggarakan malam seni dan literasi, membuat diskusi nasionalisme dan keagamaan, bedah buku, pertunjukan musik, hingga sesi belajar bersama.
Komunitas berperan penting untuk memantik minat baca di lingkungan sekitar. Menurut laporan Indeks Aktivitas Literasi Membaca 2019, capaian indeks aktivitas literasi nasional berada di angka 37,32. Angka itu masuk dalam kategori rendah. Hanya sembilan provinsi di Indonesia yang memiliki skor aktivitas literasi membaca di kategori sedang (40-60 poin).
Adapun taman baca komunitas Peduli Bangsaku bisa ditemui di Tangerang Selatan, Banten. Peduli Bangsa juga mendirikan Kampung Inggris untuk membantu masyarakat belajar bahasa Inggris. Warga yang ingin belajar hanya perlu membayar biaya pendidikan. Kampung Inggris di Tangsel mengadopsi konsep Kampung Inggris Pare di Jawa Timur.
Selain literasi, komunitas tersebut turut membantu masyarakat saat pandemi. Ridwan mengatakan, mereka menghimpun donasi untuk membantu masyarakat sekitar taman bacaan yang terdampak pandemi.
”Jika selama ini mereka butuh bahan bacaan, kini yang paling mereka butuhkan adalah bantuan berupa sembako. Sebagai komunitas, kami harus bisa hadir sebagai solusi. Jadi, tidak hanya menumbuhkan minat baca saja,” kata Ridwan.
Kembangkan makna literasi
Ridwan mengatakan, literasi tidak melulu berkaitan dengan membaca. Memahami seni kehidupan pun dinilai sebagai literasi. Mengembangkan makna literasi ia nilai penting karena zaman sekarang publik dituntut adaptif dengan perubahan.
”Literasi juga bisa mengenai kemampuan seseorang memilah informasi yang benar dan salah. Literasi juga berarti mengetahui apa yang baik dan tidak,” katanya.
Pada sesi diskusi sebelumnya, pendiri Rumah Literasi Indonesia, Tunggul Harwanto, mengatakan, program literasi di komunitasnya berdasar pada tiga prinsip. Pertama, program harus berkaitan dengan pendidikan karakter. Kedua, program harus partisipatif atau melibatkan banyak pihak. Ketiga, program harus memberi ilmu baru bagi publik.
”Kami punya cetak biru tentang apa yang harus dilakukan ke depan. Ini juga agar kami menjaga keberagaman sumber belajar. Jangan sampai kami berhenti di buku yang selama ini dianggap sumber belajar tunggal. Sumber belajar bisa ditemukan di mana-mana, baik di pasar, taman, dan sebagainya,” kata Tunggul.
Literasi pun harus padu dengan teknologi. Tunggul menilai, teknologi merupakan pintu untuk mengakses lebih banyak ilmu. Belum lagi, ada lebih dari 338 juta pengguna ponsel pintar di Indonesia dan 175, juta pengguna internet. Ilmu yang diperoleh dari buku bisa dikonversi jadi produk yang menarik dengan bantuan teknologi.
Menurut Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Samto, literasi jadi fondasi bagi rakyat Indonesia di abad ke-21 untuk bertahan. Literasi dasar perlu dikuasai anak-anak sebagai generasi penerus bangsa.
”Literasi tak hanya bisa membaca, tetapi juga paham konteks apa yang dibaca dan memanfaatkan kecakapan membaca untuk meningkatkan mutu hidup. Ini harus dimulai sejak usia anak,” ujarnya (Kompas.id, 7/10/2020).