Spirit Kebangsaan Prajurit
Judul: Spirit Kebangsaan Prajurit. Dalam Perspektif Spirituali Militum Curae
Penulis: RD Rofinus Neto Wuli
Penerbit: Penerbit Obor, Jakarta
Cetakan: Maret, 2019
Tebal: xxvii + 280 halaman
ISBN: 978-979-565-842-9
Buku ini berjudul Spirit Kebangsaan Prajurit. Dalam Perspektif Spirituali Militum Curae. Subjudul bahasa Latin itu berarti ’dalam perspektif pemeliharaan spiritual militer’ atau reksa pastoral bagi prajurit. Ini dipungut dari Konstitusi Apostolik tentang Ordinariat Militer, Spirituali Curae tanggal 21 April 1986 yang berkekuatan hukum sejak 21 Juli 1986.
Dalam konstitusi itu, Paus Yohanes Paulus II merevisi sejumlah norma reksa pastoral bagi tentara beragama Katolik. Tujuannya agar norma-norma itu memiliki kekuatan baru dan berdaya guna (Kata Pengantar Uskup TNI/Polri—Ordinariatus Castrensis Indonesia (OCI) Mgr Ignatius Suharyo—hal xvi).
Disebut norma-norma baru sebab sebelumnya sudah ada norma-norma berdasar Surat Keputusan Nomor 102/50 dan 103/50 tentang Keuskupan Militer dan memasukkan reksa rohani untuk militer (termasuk polisi) beragama Katolik dalam Kitab Hukum Kanonik.
Meskipun kehadiran Keuskupan Militer (Ordinariatus Castrensis) sudah ada sejak 24 November 1917, OCI baru terbentuk atas keputusan Sultan Hamengku Buwana IX Menteri Pertahanan tahun 1949.
Pada tanggal 3 November 1949 terbentuk unit pelayanan rohani dan mental di Angkatan Perang demi perjuangan kemerdekaan. Sebulan kemudian Pimpinan Tertinggi Gereja Katolik Roma mendirikan Keuskupan Militer di Indonesia dengan Dekret No 102/50 yang dikeluarkan Kongregasi Pengembangan Iman (kini Kongregasi Evangelisasi Bangsa-bangsa) tanggal 25 Desember 1949.
Keuskupan militer menangani kebutuhan rohani khusus anggota Angkatan Perang yang beragama Katolik. Uskup militer pertama OCI, Vicariatus Castrensis Mgr Albertus Soegijapranata, SJ, yang kedua Justinus Kardinal Darmoyuwana, yang ketiga Julius Kardinal Darmaatmadja, SJ.
Berikutnya, setelah Mgr Julius mengundurkan diri, Mgr Ignatius Suharyo sejak 2016. Saat ini Indonesia termasuk satu di antara tiga negara di Asia yang memiliki keuskupan militer, selain Korea Selatan dan Filipina.
Penegasan Gereja Katolik menjamin reksa pastoral anggota tentara sesuai dengan kebutuhan didasarkan pada instruksi Solemne Semper tanggal 23 April 1951 yang diumumkan oleh Kongregasi Konsistori. Melalui Konstitusi Apostolik tentang Ordinariat Militer (Spirituali Militum Curae) Paus Yohanes Paulus II tanggal 21 April 1986 merevisi sejumlah norma tentang keuskupan militer tahun 1951. Itulah dasar keberadaan keuskupan militer di dunia hingga saat ini, meliputi 36 negara termasuk Indonesia.
Perayaan tahunan keuskupan militer tanggal 16-23 Mei 2017 di Paris merupakan kesempatan perjumpaan tahunan yang dihadiri 20.000 orang terdiri atas tentara aktif, pastor militer, veteran, penyandang disabilitas akibat melaksanakan tugas negara sebagai tentara maupun pelayan kesehatan.
Mereka berasal dari 28 negara, dua pertiga anggota Keuskupan Militer dunia, termasuk Indonesia. Dari OCI–Keuskupan Umat Katolik TNI/Polri hadir Pastor Bernardus Hari Susanto (Pastor PNS di lingkungan Mabes TNI AU) dan Pastor Letkol (Sus) Yosef Maria Marcelinus Bintoro (dosen Akademi Militer AU atau Romo Yote).
Romo Yote sampai saat ini merupakan satu-satunya militer yang pastor di Indonesia, sekaligus satu-satunya di dunia.
Dalam surat pengangkatannya oleh Uskup Umat Katolik di Lingkungan TNI dan Polri, Mgr Suharyo—Uskup Agung Keuskupan Agung Jakarta—tertanggal 25 Januari 2019—disebutkan tugas Pastor Yote selain sebagai pejabat organik di Pusat Pembinaan Mental (Pusbintal) TNI juga melaksanakan tugas pelayanan pastoral mewakili Uskup Militer di Lingkungan TNI dan Polri selama 3 tahun.
Sebelumnya sudah diangkat Pastor Bantuan Militer dan Polisi (Pasbanmilpol) Pastor RD Rofinus Neto Wuli tertanggal 19 Mei 2015 dengan tugas membantu kelancaran tugas pelayanan pastoral kerasulan TNI/Polri.
Bunga rampai
Buku ini merupakan bunga rampai, tetapi tidak semua kumpulan tulisan menyangkut informasi tentang OCI. Ke-26 artikel atau 26 bab dirangkai dalam judul buku Spirit Kebangsaan Prajurit. Epilog Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian—mantan Wakil KSAD—mempertegas eksistensi OCI sebagai pemersatu para prajurit TNI/Polri; oase kehidupan militer dan polisi bersama keluarganya (hal 278).
OCI menjawab kerinduan para prajurit TNI/Polri untuk selalu dekat dengan Tuhan, sekaligus dekat dengan sesama prajurit yang tersebar di berbagai kesatuan.
Dalam prolog Mgr Ignatius Suharyo menegaskan pula, eksistensi OCI yang terbentuk sejak 1949 merupakan tanda dan wujud dukungan Gereja Katolik bagi NKRI (hal xv-xxiv). Dalam pelayanan pastoralnya, Uskup Militer dibantu dua jenis pastor, yakni anggota militer penuh (militer organik) dan pastor yang berstatus PNS di lingkungan TNI/Polri yang tidak memperoleh pangkat militer/kepolisian titular. Mereka merupakan bagian dari Pusbintal.
Judul buku membingkai ke-26 artikel dalam arti dalam semua selalu dikaitkan dengan spirit kebangsaan prajurit. Untuk topik yang terkait langsung dengan prajurit, usaha itu mempertegas uraian, tetapi ada sejumlah topik yang terasa dipaksakan.
Sebagian besar artikel termasuk subsidiaristis atau mempertegas tentang spirit kebangsaan prajurit. Beberapa di antaranya kurang relevan sehingga terasa mengada-ada.
Contohnya, artikel ”Natal sebagai Ajakan Perdamaian” (hal 173-178), ”Filsafat Perdamaian Eric Weil: Di Nice Aku Mulai” (hal 165-172), atau ”Dari Ngada untuk Indonesia: Ketuhanan yang Berketuhanan yang Berkebudayaan dalam Upacara Reba Ngada” (hal 103-119).
Artikel itu memaksakan keterkaitannya dengan spirit kebangsaan prajurit yang justru mengurangi bobot buku. Alangkah baiknya, kalau kelak dicetak ulang, artikel-artikel itu dikeluarkan atau diganti dengan artikel yang relevan dalam bentuk edisi revisi.
Dalam serakan artikel-artikel itu bisa ditangkap spirit kebangsaan prajurit dalam perspektif reksa rohani militer. Berkali-kali dikutip warisan Uskup Militer pertama OCI, Mgr Soegiyapranata, SJ ”100 persen Katolik 100 persen Indonesia” yang menginspirasi spirit kebangsaan, tidak hanya bagi militer dan polisi, tetapi juga bagi umat Katolik Indonesia.
Juga penegasan bahwa peran TNI/Polri mempertahankan keutuhan NKRI, dan Pancasila khususnya Sila 1 sebagai landasan pembinaan TNI/Polri.
Dibingkai dalam judul buku, dengan beberapa catatan ada yang ”dipaksakan”, buku ini tetap bisa disebut sebagai informasi pertama secara publik tentang OCI. Mungkin lebih baik, dalam pengantar penulis—RD Rofinus Neto Wuli—saat ini Pasbanmilpol OCI, menguraikan lebih mendalam tentang OCI berikut perkembangannya serta informasi tentang OC dunia.
ST SULARTO Penulis, Tinggal di Jakarta