logo Kompas.id
Bebas AksesMasa Depan Anak Muda Kemiren...
Iklan

Masa Depan Anak Muda Kemiren Terbentang di Desa

Anak muda Kemiren hidup tenang di desa, memelihara akar budaya, memanfaatkan alam dan mengemasnya dalam paket wisata.

Oleh
BUDI SUWARNA, DAHLIA IRAWATI
· 7 menit baca
Pelaku kesenian barong sepuh menenangkan rekannya yang kesurupan dalam pertunjukan barong di pelataran Anjungan Wisata Osing, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (19/11/2023) subuh. Kesurupan menjadi momen puncak pertunjukan grup Barong Tresno Budaya yang ditunggu-tunggu penonton.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Pelaku kesenian barong sepuh menenangkan rekannya yang kesurupan dalam pertunjukan barong di pelataran Anjungan Wisata Osing, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (19/11/2023) subuh. Kesurupan menjadi momen puncak pertunjukan grup Barong Tresno Budaya yang ditunggu-tunggu penonton.

Malam telah menembus pagi. Seribu-dua ribu orang yang sejak semalam begadang mengikuti pertunjukan barong sepuh di pelataran Anjungan Wisata Osing, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mulai merangsek mendekati panggung. Mereka tidak sabar untuk menyaksikan momen puncak pertunjukan: orang-orang kesurupan ”roh macan”.

Di atas panggung, kemenyan telah dibakar. Sebakul dedaunan telah disiapkan. Beberapa lelaki memegangi seorang anak muda berbadan tegap. Suasana terasa magis.

Seiring makin kencangnya tetabuhan gamelan, otot-otot tangan dan wajah anak muda itu menegang. Sedetik kemudian, ia bergerak liar dan hendak melompat. Jika tidak dipegangi, ia akan menerkam dan konon menggigit penonton.

Beberapa menit kemudian, anak muda yang kesurupan itu ditarik ke belakang panggung. Lalu, muncullah anak muda kedua yang sebentar saja sudah ikut kesurupan. Semakin liar gerakan mereka yang kesurupan, semakin senang penonton. ”Ini yang ditunggu-tunggu semua orang, momen orang kesurupan macan,” ujar Adi, sopir mobil sewaan yang mengaku tidak pernah bosan menonton barong sejak ia kecil.

Penampil kesurupan saat menjadi Lundoyo Singo Barong dalam pertunjukan barong Kemiren di Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (19/11/2023) subuh.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Penampil kesurupan saat menjadi Lundoyo Singo Barong dalam pertunjukan barong Kemiren di Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (19/11/2023) subuh.

Seorang pria yang sedang kesurupan dipegangi rekan-rekannya dalam pertunjukan barong di pelataran Anjungan Wisata Osing, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (19/11/2023) subuh.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Seorang pria yang sedang kesurupan dipegangi rekan-rekannya dalam pertunjukan barong di pelataran Anjungan Wisata Osing, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (19/11/2023) subuh.

Pertunjukan barong sepuh yang dimainkan kelompok Tresno Budaya semalam suntuk sejak Sabtu (18/11/2023) malam pukul 20.00-an hingga Minggu pagi pukul 06.00-an menutup Festival Kemiren ”Raksa Rumyat Bentur” yang berlangsung sejak 17 November 2023. Panitia yang terdiri atas anak-anak muda Kemiren, yang bergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kencana, bisa bernapas lega.

”Semua berjalan lancar dan denes,” ujar Edi Saputro (26), pentolan anak muda di Pokdarwis Kencana. Denes yang dia maksud berarti sempurna.

Mata Edi tampak sembap karena banyak begadang selama perhelatan festival, tetapi wajahnya terlihat ceria. Kerja keras bersama teman-temannya di Pokdarwis Kencana menghelat Festival Kemiren sukses. Buat mereka, festival ini penting untuk menunjukkan besarnya potensi pariwisata Desa Kemiren yang bertumpu kuat pada akar dan tradisi budaya lokal.

Ia katakan, pemilihan pertunjukan barong sepuh sebagai penutup festival karena tak banyak lagi grup barong sepuh yang mampu menggelar pertunjukan semalam suntuk di Kemiren. Para pemainnya juga semakin berumur, sementara regenerasi tidak selalu berjalan. ”Jadi pemain barong itu, kan, panggilan hati, tidak bisa dipaksakan,” kata Edi.

Edi ingat, sejak 2021 ia dan Pokdarwis Kencana memetakan potensi budaya yang ada di Desa Kemiren dengan pendampingan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Mereka berhasil memetakan 40 pelaku budaya di Kemiren. ”Jumlah sebenarnya lebih dari itu. Cuma kami dihadapkan keterbatasan waktu,” ujar Edi.

Pertunjukan barong sepuh yang berlangsung semalam suntuk dari Sabtu (18/11/20230) malam hingga Minggu (19/11/2023) subuh di pelataran Anjungan Wisata Osing, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Pertunjukan barong sepuh yang berlangsung semalam suntuk dari Sabtu (18/11/20230) malam hingga Minggu (19/11/2023) subuh di pelataran Anjungan Wisata Osing, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Pemeran minak jinggo dalam pertunjukan janger di  pelataran Anjungan Wisata Osing, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (17/11/2023) malam. Kesenian ini kerap menjadi hiburan warga saat acara-acara <i>selametan. </i>
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Pemeran minak jinggo dalam pertunjukan janger di pelataran Anjungan Wisata Osing, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (17/11/2023) malam. Kesenian ini kerap menjadi hiburan warga saat acara-acara selametan.

Para pemain musik gamelan mengiringi pertunjukan kesenian janger di pelataran Anjungan Wisata Osing, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Jumat (17/11/2023).
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Para pemain musik gamelan mengiringi pertunjukan kesenian janger di pelataran Anjungan Wisata Osing, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Jumat (17/11/2023).

Dari hasil pemetaan itu, Pokdarwis Kencana memilih untuk mengembangkan beberapa tradisi budaya, yakni angklung paglak, bonang, gandrung, dan barong. Dari ranah kuliner, mereka memilih dua menu yang berakar kuat pada tradisi selamatan, yakni tumpeng serakat dan pecel pithik.

”Kami dokumentasikan semuanya secara audio visual agar bisa dipelajari kelak. Yang namanya seni tradisi itu transfer pengetahuannya, kan, secara langsung oleh pelaku budayanya. Lha, kalau pelaku budayanya meninggal bagaimana?” lanjut Edi yang dipilih Kemendikbudristek sebagai Daya Desa Kemiren pada 2021. Ia bertugas menggerakkan warga dan potensi Desa Kemiren.

Tradisi budaya yang dipetakan dan telah dikembangkan hasilnya akan dipetik oleh warga dan pelaku budaya lewat pariwisata. Untuk memperbesar pasar wisata, Pokdarwis Kencana membuat paket-paket wisata yang bertumpu pada tradisi Kemiren.

Baca juga: Memperkuat Akar Budaya Osing di Kalangan Anak Muda

Kezia Fitriani (28), anak muda Kemiren, mengatakan, wisatawan yang datang diajak mengalami kehidupan sehari-hari orang Kemiren. Untuk wisatawan asing, mereka bisa mengikuti kelas memasak makanan Kemiren, belajar menari, belajar gamelan, atau belajar menganyam daun kelapa untuk atap.

Wisatawan juga diajak jalan-jalan ke pekarangan atau dapur rumah warga, bercengkerama dengan mereka, ngemil kue tradisional, dan menyeruput kopi yang bahan-bahannya dari tanah di Kemiren. Di desa, wisatawan juga bisa menghirup udara bersih, atau menikmati sawah dan kebun yang subur sambil mendengarkan angklung paglak yang dimainkan di atas ”menara” dari bambu.

Ternyata, paket wisata semacam itu disukai banyak orang karena memberikan ketengan dan pengalaman yang tidak bisa ditawarkan kota-kota besar. Meski kadang-kadang tingkah laku wisatawan dari kota sering kali menggelikan buat orang-orang di Desa Kemiren.

Peserta makan bersama masyarakat dengan makanan khas Desa Kemiren dalam acara Festival Kemiren 2023 di Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (17/11/2023).
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Peserta makan bersama masyarakat dengan makanan khas Desa Kemiren dalam acara Festival Kemiren 2023 di Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (17/11/2023).

Iklan
Warga Desa Kemiren bermain alat musik angklung paglak dari atas pagalak atau saung di acara Festival Kemiren 2023 di Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (17/11/2023).
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Warga Desa Kemiren bermain alat musik angklung paglak dari atas pagalak atau saung di acara Festival Kemiren 2023 di Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (17/11/2023).

Penampilan musik gedhogan di Pasar Kampoeng Osing di Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (19/11/2023). Setiap hari Minggu pagi, Gang Lurung Cilik yang bertempat di samping Kantor Desa Kemiren digunakan sebagai tempat digelarnya Pasar Kampoeng Osing.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Penampilan musik gedhogan di Pasar Kampoeng Osing di Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (19/11/2023). Setiap hari Minggu pagi, Gang Lurung Cilik yang bertempat di samping Kantor Desa Kemiren digunakan sebagai tempat digelarnya Pasar Kampoeng Osing.

”Orang-orang dari kota kadang lucu, diajak ke sawah mereka teriak, ’Wah banyak pohon padi.’ Padi kok disebut pohon,” ujar Edi sambil tertawa.

Memagari wisata

Edi mengatakan, pihaknya dengan sangat sadar merancang paket-paket wisata yang bertumpu pada tradisi budaya orang Osing Kemiren. Bagaimanapun budaya merupakan kekuatan dasar Desa Kemiren. ”Jadi, wisata mesti mengikuti budaya, bukan sebaliknya,” kata Edi.

Selain itu, wisata juga harus dikerjakan bersama-sama warga sesuai filosofi lung-lungan atau gotong royong orang Kemiren serta melibatkan lembaga adat.

”Dengan begitu, pariwisata akan memperkuat budaya Kemiren, bukan memperlemah. Kesenian-kesenian lama bahkan bisa dihidupkan lagi lewat pariwisata,” ujar Ketua Lembaga Adat Desa Kemiren Suhaimi.

Yang penting, lanjut Suhaimi, tuntutan baru yang datang dari pariwisata mesti disesuaikan dengan pakem. Ia menceritakan, seiring berkembangnya pariwisata, banyak tamu yang ingin mencicipi pecel pithik. Padahal, menu itu adalah menu yang hanya disajikan untuk ritual. Tidak boleh dimakan sehari-hari. Tetapi, akhirnya Lembaga Adat Desa Kemiren membolehkan asalkan pecel pithik dibuat dan disajikan secara berbeda.

”Kalau untuk ritual, ingkung ayam sebelum didoakan tidak boleh dipotong-potong. Setelah didoakan, baru dipotong. Sebaliknya, untuk sajian sehari-hari tidak boleh disajikan utuh. Mesti dipotong-potong terlebih dulu,” kata Suhaimi.

Aktivitas para pemuda-pemudi di Pasar Kampoeng Osing di Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (19/11/2023). Setiap hari Minggu pagi, Gang Lurung Cilik yang bertempat di samping Kantor Desa Kemiren digunakan sebagai tempat digelarnya Pasar Kampoeng Osing.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Aktivitas para pemuda-pemudi di Pasar Kampoeng Osing di Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (19/11/2023). Setiap hari Minggu pagi, Gang Lurung Cilik yang bertempat di samping Kantor Desa Kemiren digunakan sebagai tempat digelarnya Pasar Kampoeng Osing.

Mural bertema kesenian gedhogan menghiasi tembok-tembok rumah di kawasan Pasar Kampoeng Osing di Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (19/11/2023).
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Mural bertema kesenian gedhogan menghiasi tembok-tembok rumah di kawasan Pasar Kampoeng Osing di Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (19/11/2023).

Fajar menyingsing di Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (19/11/2023).
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Fajar menyingsing di Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (19/11/2023).

Dengan bertumpu pada akar budaya, wisata di Desa Kemiren terus mekar. Tengoklah sepanjang jalan utama Kemiren. Guest house, restoran, rumah makan, toko cendera mata, hingga kedai kopi bertumbuhan. Sebagian warga yang memiliki kamar tidur lebih juga menjadikan rumahnya sebagai homestay. Wisatawan yang menginap akan diajak menyelami gaya hidup slow living orang Kemiren dan belajar kesadaran hidup selaras dengan alam dan Tuhan. Hidup secukupnya. Yang penting hati tenang.

Kepala Pokja Ketahanan Budaya Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek Syukur Asih Suprojo menilai, wisata yang bertumpu pada akar budaya seperti terjadi di Kemiren akan langgeng, apalagi program-programnya dirancang dari akar rumput.

”Pendekatan seperti ini yang harus dilakukan di desa-desa budaya lain. Jika tidak, digelontorkan uang berapa pun belum tentu berhasil,” katanya.

Masa depan

Seingat Suhaimi, pariwisata di Desa Kemiren mulai tumbuh sejak tahun 2015 setelah festival Banyuwangi. Saat itu, Kemiren sudah berstatus sebagai Desa Adat Osing. Penobatannya dilakukan tahun 1996 oleh Gubernur Jawa Timur Basofi Sudirman.

Seiring waktu, pariwisata di Desa Kemiren berkembang hingga sekarang. Edi Saputro menceritakan, omzet yang bisa dicetak Pokdarwis Kencana pada periode Januari 2023-September 2023 hampir Rp 500 juta. Ia yakin, omzet akan terus tumbuh seiring semakin banyaknya potensi desa yang bisa dikembangkan.

Suasana pintu masuk Desa Adat Kemiren, Banyuwangi. Foto diambil pada Kamis (15/06/2023).
KOMPAS/DAHLIA IRAWATI

Suasana pintu masuk Desa Adat Kemiren, Banyuwangi. Foto diambil pada Kamis (15/06/2023).

Kedai Kopi Krakatau, salah satu tempat <i>ngopi </i>di Banyuwangi, yang lokasinya berada di Desa Adat Kemiren. Foto diambil pada Kamis (15/6/2023). Bangunan bertema Jepang ini masih meyertakan atap khas Banyuwangian.
KOMPAS/DAHLIA IRAWATI

Kedai Kopi Krakatau, salah satu tempat ngopi di Banyuwangi, yang lokasinya berada di Desa Adat Kemiren. Foto diambil pada Kamis (15/6/2023). Bangunan bertema Jepang ini masih meyertakan atap khas Banyuwangian.

Jika pariwisata berkembang, kata Edi, warga Kemiren bisa mendapatkan manfaat lebih dari program pemajuan dan pemanfaatan kebudayaan. Pendapatan pelaku budaya juga akan terjaga. Secara otomatis produk-produk kebudayaan Desa Kemiren juga akan terlestarikan.

Ke depan, pariwisata juga diharapkan akan mengubah cara berpikir anak muda Kemiren. Mereka tidak perlu mati-matian mengejar mimpi sebagai pegawai negeri atau susah payah hidup di perantauan. Lebih baik mengembangkan potensi yang ada di desa dan hidup tenang bersama-sama.

Cara berpikir seperti itu sudah mulai menghinggapi sejumlah anak muda Kemiren. Safira, siswa SMA Kelas XII SMA 1 Glagah Banyuwangi, mengatakan, dirinya tidak berpikir suatu ketika akan merantau dan bekerja di kota lain. Yang akan dia lakukan adalah mengejar pendidikan setinggi mungkin lantas kembali ke Kemiren dan membuat usaha. ”Bahkan, saya pikir nantinya saya berharap menikah dengan orang Kemiren saja,” katanya.

Kezia Fitriani (28) menambahkan, belakangan ini ada semacam kegairahan di kalangan anak muda Kemiren untuk kembali ke desa dan mengembangkan usaha terkait dengan pariwisata. ”Ada anak muda lulusan S-2. Setelah punya pendidikan, dia kembali ke Kemiren dan kini mulai menjadi pembicara tentang Kemiren," ujar Keiza.

Di luar itu, ada pula anak-anak muda yang memanfaatkan potensi budaya Kemiren sebagai bekal menjadi Youtuber, fotografer, pelukis, dan pelaku usaha lainnya.

Buat anak-anak muda Kemiren, masa depan memang terbentang di desanya. ”Sekarang mungkin kami masih ’pangeran’. Ke depan kami adalah ‘raja’ di desa kami sendiri,” kata Edi.

Editor:
DWI AS SETIANINGSIH
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000