logo Kompas.id
Bebas AksesTerumbu Karang Bontang Bawa...
Iklan

Terumbu Karang Bontang Bawa Ketenangan hingga Cuan

Sebagian terumbu karang rusak di Bontang, kini bermekaran. Kolaborasi swasta dan warga berperan menjaga alam sekaligus mendongkrak cuan.

Oleh
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
· 6 menit baca

Pekerja menurunkan material untuk terumbu karang buatan dari atas mobil pengangkut di Kampung Selambai, Kelurahan Lok Tuan, Kecamatan Bontang Utara, Bontang, Kalimantan Timur, Sabtu (21/10/2023).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)

Pekerja menurunkan material untuk terumbu karang buatan dari atas mobil pengangkut di Kampung Selambai, Kelurahan Lok Tuan, Kecamatan Bontang Utara, Bontang, Kalimantan Timur, Sabtu (21/10/2023).

Terumbu karang di Bontang, Kalimantan Timur, memberikan banyak arti kehidupan. Berada di dasar lautan, peran terumbu karang tidak hanya menjaga alam. Bagi sebagian warga, terumbu karang ikut memupus trauma hingga menghadirkan kerelawanan dan cuan.

Yusta (36), warga Kelurahan Bontang Kuala, Kecamatan Bontang Utara, memperlihatkan daftar berisi 17 orang di telepon genggamnya. Sebagian menggunakan nama samaran. Semuanya warga Bontang Kuala yang pernah dan masih aktif melakukan pengeboman terumbu karang.

”Sebanyak 12 orang di antaranya sudah bergabung dengan kami. Masih ada lima lagi yang tengah dibujuk untuk meninggalkan bom dan racun ikan,” kata Yusta, kini Ketua Kelompok Konservasi Terumbu Karang Bontang Kuala (Karaka), Sabtu (21/10/2023).

Sesuai namanya, Karaka adalah pelestari terumbu karang. Sebanyak 12 anggotanya semua warga Bontang Kuala. Mereka aktif merawat terumbu karang di kawasan Tobok Batang. Letaknya di Selat Makassar, berjarak 2 kilometer dari rumah para anggota Karaka.

Yusta mengatakan, sebelum membentuk Karaka, semua anggota pernah mencari ikan dengan bom. Aktivitas yang dilakukan turun temurun itu belakangan membuat mereka harus berhadapan hukum karena merusak ekosistem laut. Kini, setelah paham bom hanya akan menghancurkan masa depan, anggota Karaka telah berubah.

”Dulu bawa bom untuk tangkap ikan di Tobok Batang. Sekarang kami ke sana bawa tumpukan beton untuk buat rumah ikan,” katanya.

Baca juga: Kampung Malahing di Bontang, dari Kampung Kumuh Menjadi Kampung Wisata

Perahu nelayan sandar di salah satu dermaga di Kampung Selambai, Kelurahan Lok Tuan, Kecamatan Bontang Utara, Bontang, Kalimantan Timur, Jumat (20/10/2023).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)

Perahu nelayan sandar di salah satu dermaga di Kampung Selambai, Kelurahan Lok Tuan, Kecamatan Bontang Utara, Bontang, Kalimantan Timur, Jumat (20/10/2023).

Stigma

Sebelum tahun 2000-an, Tobok Batang dikenal nelayan Bontang sebagai kawasan terbaik. Terumbu karang di sana padat dan berwarna-warni. Banyak ikan bertelur dan berkembang biak. Tidak heran jika perairan Bontang kaya ikan.

Namun, kondisinya berubah saat aktivitas bom ikan mulai masif setelah tahun 2000. Dalam satu rombongan, biasanya ada 12-13 orang. Masing-masing membawa 20 botol bom. Daya ledak setiap botol berukuran 600 mililiter bisa menghancurkan 3-4 meter persegi terumbu karang.

”Dalam sekali perjalanan, mereka bisa mendapatkan Rp 40 juta dari memungut ikan yang mati. Namun, setelah itu, mereka tidak bisa lagi mencari ikan di tempat yang sama. Rumah ikan hancur. Butuh waktu puluhan tahun untuk mengembalikan lagi terumbu karang. Saat itu terjadi, selesai juga rezeki manusianya,” kata Yusta.

Dampak cara instan itu fatal. Berdasarkan data Dinas Perikanan, Kelautan, dan Pertanian Kota Bontang, sekitar 50 persen atau 2.500 hektar terumbu karang di Bontang rusak pada 2015. Padahal, 70 persen wilayah Bontang adalah lautan seluas 34.977 hektar.

Selain itu, perairan Bontang merupakan bagian dari kawasan Segitiga Terumbu Karang Dunia (Coral Triangle). Keberadaannya dicadangkan sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dan gudang hayati laut bagi keamanan pangan dunia.

Kerusakan itu sejalan dengan semakin sulitnya nelayan mencari ikan. Tidak jarang nelayan Bontang harus melaut hingga Kutai Timur, sekitar 1 jam atau setara 20 liter solar dari Bontang. Untuk menghemat ongkos, mereka harus menginap dan meninggalkan keluarga ketimbang pulang-pergi.

”Jauh-jauh melaut hanya dapat Rp 2 juta per minggu. Sampai di rumah, setelah dipotong ongkos solar dan makan, sisanya tinggal Rp 200.000,” katanya.

Pengebom ikan yang masih keras kepala juga hidup tidak tenang. Mereka enggan tinggal lama-lama di rumah. Selalu ada kekhawatiran bakal diciduk aparat.

”Ujungnya, nama Bontang Kuala kena stigma. Jika ada kasus bom ikan, yang dituduh pasti nelayan Bontang Kuala,” kata Yusta.

Baca juga: Pesan dari Bontang untuk Dunia

Iklan
Pekerja menurunkan material untuk terumbu karang buatan dari atas mobil pengangkut di Kampung Selambai, Kelurahan Lok Tuan, Kecamatan Bontang Utara, Bontang, Kalimantan Timur, Sabtu (21/10/2023).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)

Pekerja menurunkan material untuk terumbu karang buatan dari atas mobil pengangkut di Kampung Selambai, Kelurahan Lok Tuan, Kecamatan Bontang Utara, Bontang, Kalimantan Timur, Sabtu (21/10/2023).

Solusi dari laut

Hingga akhirnya, laut juga yang memberi solusi. Hati Yusta dan kawan-kawannya yang resah dibuat penasaran saat melihat nelayan dari Kampung Selambai di Kelurahan Lok Tuan, Bontang Utara, kerap beraktivitas di Tobok Batang, tahun 2022. Padahal, Selambai jaraknya 4 km dari Tobok Batang atau dua kali lipat lebih jauh dari Bontang Kuala.

Setelah ditanya, jawabannya bukan menangkap ikan. Nelayan Selambai menyebut tengah merevitalisasi terumbu karang. Menamakan diri sebagai kelompok Kimasea, mereka berusaha mengembalikan terumbu yang rusak bersama PT Pupuk Kaltim (PKT) sejak 2017.

Jika nelayan Karaka adalah pengebom, anggota Kimasea pernah mengepul ikan yang mati kena bom. Kini, anggota Kimasea berjumlah 46 orang. Sebanyak 15 orang di antaranya aktif di konservasi terumbu.

Kami ingin terus belajar agar bisa semakin banyak membuka peluang baru yang berkelanjutan.

Jusman (46), Ketua Kimasea, mengatakan, awalnya dia dan nelayan tidak serta bergabung dengan PKT. Mereka sebatas membantu Pupuk Kaltim merehabilitasi terumbu di tahun 2009. Lama bergaul menyelamatkan terumbu, nelayan sadar semuanya demi masa depan anak cucu.

”Kami lantas didampingi pemantauan hingga pengamatan terumbu. Nelayan juga dibantu sertifikasi menyelam demi keamanan beraktivitas di dalam air,” kata Jusman.

Seiring waktu, upaya itu membuahkan hasil. Kini, ada 14 gugus dengan ribuan media terumbu buatan di lahan seluas 6 hektar, dari potensi 20 hektar. Tercatat ada 34 jenis karang dan 35 ikan.

”Tobok Batang juga pernah didatangi lumba-lumba dan sempat terlihat hiu karang,” kata Jusman bangga.

Kisah sukses Kimasea itu juga yang kini tengah dirintis Karaka. Baik Kimasea maupun Karaka kini terlibat bersama PKT dalam program Konservasi Taman Laut dan Sarana Media Terumbu Karang (Kilau Samudera) di Tobok Batang.

Tidak hanya perlindungan kawasan, program itu memikirkan banyak hal berkelanjutan bagi nelayan. Jusman mengatakan, nelayan Kimasea kini punya alternatif mata pencarian baru lewat berbagai usaha, mulai dari budidaya keramba kerapu, perjalanan wisata air, hingga pekerjaan bawah air dari berbagai pihak.

”Rata-rata anggota yang terlibat bisa mendapat tambahan penghasilan Rp 2 juta-Rp 3 juta per bulan,” ujarnya.

Baca juga: Pemuda Bontang Berdaya dengan Bonjek dan Borneos.co

Masjid terapung Darul Irsyad di Kampung Selambai, Lok Tuan, Kecamatan Bontang Utara, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Senin (24/7/2023). Masjid berbentuk kapal ini menjadi ikon baru wisata religi di Bontang. Masjid ini dibangun dengan anggaran senilai Rp 60 miliar.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Masjid terapung Darul Irsyad di Kampung Selambai, Lok Tuan, Kecamatan Bontang Utara, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Senin (24/7/2023). Masjid berbentuk kapal ini menjadi ikon baru wisata religi di Bontang. Masjid ini dibangun dengan anggaran senilai Rp 60 miliar.

Peluang baru

Yusta juga mengamini berkah itu. Meski jalannya tidak mudah karena praktik bom ikan sudah terjadi sejak lama, titik terang bermunculan. Salah satu yang menarik adalah bakat terpendam anggotanya bermunculan. Sebagian mengelola tambak ikan putih. Ada juga yang sekarang menekuni pekerjaan sebagai pemain kibor organ tunggal.

”Konservasi terumbu karang menjadi jembatan mengerjakan berbagai hal baru. Kami ingin terus belajar agar bisa semakin banyak membuka peluang baru yang berkelanjutan,” katanya.

Salah satu anggota Karaka yang getol ikut kegiatan konservasi adalah Said Ahmad Rafi (33). Bagi dia, pelestarian terumbu karang adalah terapi lepas dari trauma.

Saat masih mengebom ikan, hidupnya tidak tenang. Meski belum pernah tertangkap aparat, sudah ada teman dan saudaranya mendekam di penjara.

”Bersama Karaka, hati ini lebih tenang karena tidak berurusan dengan bom atau racun ikan. Sekarang saya jadi pencari lobster sembari belajar banyak tentang terumbu,” katanya.

Pada Minggu (22/10/2023) siang, niatnya belajar konservasi terlihat saat terlibat menurunkan media terumbu buatan baru di Tobok Batang. Setelah melihat bentuk trapesium, kubus, hingga kubah, Said kini terlibat menyusun modelnya seperti piramida yang disusun dari balok beton. Panjangnya bervariasi dari 1 meter hingga 1,5 meter dengan berat 25-30 kilogram per balok. Total ada 72 balok beton untuk dua media terumbu.

”Semoga bisa menjadi rumah bagi ikan. Jika semakin banyak ikan, yang untung pada akhirnya nelayan juga,” kata Said.

Baca juga: Karnaval Budaya Bontang Berlangsung Meriah

Editor:
CHRISTOPERUS WAHYU HARYO PRIYO
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000