logo Kompas.id
Bebas AksesDari Srimulat, Warkop, hingga ...
Iklan

Dari Srimulat, Warkop, hingga ”Stand Up Comedy” dan Konten Humor Medsos

Dari waktu ke waktu, panggung hiburan Tanah Air tak pernah sepi dari seniman komedian yang piawai mengundang gelak tawa masyarakat. Inilah cerita para komedian dari masa ke masa.

Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA, PRAYOGI DWI SULISTYO, DAHLIA IRAWATI, I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
· 5 menit baca
Warkop DKI di sebuah acara di Stasiun RCTI, 8 Februari 1994.
KOMPAS/ARBAIN RAMBEY

Warkop DKI di sebuah acara di Stasiun RCTI, 8 Februari 1994.

Dari waktu ke waktu, panggung hiburan Tanah Air tak pernah sepi dari seniman komedian yang piawai mengundang gelak tawa masyarakat. Berbagai gaya dan jenis humor mereka terus berubah seiring zaman. Namun, satu yang pasti, gelak tawa masyarakat tetap konsisten terjaga hingga saat ini.

Selama tiga hari pada 4-6 Agustus 2023, Gedung Tenis Indoor Senayan, Jakarta, pecah dengan gelak tawa yang tak berkesudahan. Bagaimana tidak, selama seluruh isi ruangan gedung itu dibombardir pementasan dari 164 pelawak tunggal atau komika kepada ribuan penonton yang hadir.

Ya, itulah acara Stand Up Fest 2023. Inilah panggung bagi komika untuk tampil bersama-sama merayakan eksistensinya menghibur publik selama 12 tahun terakhir.

Seniman komedi kawakan Indro Warkop pun terharu menyaksikan fenomena itu. ”Saya senang sekali dunia panggung hiburan komedi kini begitu variasi jenis bercandanya. Makin kreatif dan sangat berwarna,” ujar Indro ditemui di kediamannya, Jakarta Timur, Senin (18/9/2023). ”Ini bagian panjang dari sejarah dunia hiburan komedi Tanah Air,” katanya.

Baca juga: Humor, Berefleksi Sembari Tertawa

Indro Warkop, pelawak
KOMPAS/RIZA FATHONI

Indro Warkop, pelawak

Baca juga: Yuk, Ketawa demi Kesehatan Kita

Perjalanan panjang

Sebelum kini dijejali berbagai konten humor di media sosial dan diwarnai kehadiran para komika, dunia hiburan komedi Tanah Air punya perjalanan panjang dan berwarna.

Indro yang sudah malang melintang di jagat komedi sejak dekade 70-an ini menceritakan dinamika perkembangan panggung humor dari waktu ke waktu.

Pada dekade 60-an, grup-grup lawak saat itu lekat kaitannya dengan kelompok ideologis tertentu yang tengah berkembang saat itu, antara lain komunis, nasionalis, atau agamis. Karena berkewajiban harus berkutat dan melekatkan diri pada ideologis tertentu, grup-grup lawak ini malah justru tidak berkembang.

Baru pada dekade 70-an, muncul grup-grup lawak yang telah lebih bebas berekspresi dan tidak terjerat muatan ideologis-ideologis itu. Grup-grup lawak ini banyak juga yang berangkat dari akar kesenian tradisional atau kedaerahan mereka. Salah satu grup yang meledak dan melegenda hingga kini adalah Srimulat.

Foto dokumentasi tokoh Srimulat, Gepeng, ditampilkan saat Pameran Nostalgia Srimulat kerja sama Pemkot Surabaya dengan Museum Gubug Wayang di lantai dasar Balai Pemuda, Kota Surabaya, Jawa Timur, Kamis (22/9/2022).
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Foto dokumentasi tokoh Srimulat, Gepeng, ditampilkan saat Pameran Nostalgia Srimulat kerja sama Pemkot Surabaya dengan Museum Gubug Wayang di lantai dasar Balai Pemuda, Kota Surabaya, Jawa Timur, Kamis (22/9/2022).

Baca juga: Srimulat adalah Tawa Bahagia

Mengutip buku Srimulat Aneh yang Lucu, yang ditulis Sony Set dan Agung Pewe, Srimulat sejatinya telah berdiri sejak 1950. Didirikan oleh Teguh Slamet Rahardjo bersama dengan istrinya, RA Srimulat, menjadi fenomena komedi yang berhasil menggabungkan konsep ”Dagelan Mataram” ala Yogyakarta dengan banyolan khas Jawa Timur.

Iklan

Srimulat kian berjaya di dekade 70-an. Mereka berkembang menjadi paket pertunjukan seni yang sering pentas di kota-kota besar dan perdesaan di Pulau Jawa lalu perlahan menjadi pertunjukan humor. Jatuh-bangun dialami kelompok ini hingga berhasil tampil ribuan kali di televisi, layar lebar, dan panggung hiburan.

”Pelawak kalau sudah disukai penonton pasti ditunggu. Mereka sudah siap tertawa. Ketika sudah lama tidak tampil, ada rasa kerinduan penonton,” ujar Tarzan, seniman komedi kawakan yang juga mantan personel Srimulat, ketika ditemui di kediaman pribadinya, Jakarta Timur, Rabu (13/9/2023).

Pelawak Tarzan
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Pelawak Tarzan

Tarzan, yang bergabung di Srimulat pada periode Mei 1979-Desember 1986 ini, menjelaskan, selain Srimulat yang saat itu sedang top, banyak juga grup lawak lainnya yang tengah naik daun, antara lain grup Jayakarta yang dimotori Jojon. Lalu juga ada Kwartet Jaya yang dimotori Bing Slamet dan Edy Sud. Grup empat orang lainnya yang tak kalah top zaman itu adalah Kwartet S yang beranggotakan Bagong, Bambang, Djoko, dan Djati.

Grup tenar lainnya seperti Trio Los Gilos, yakni Bing Slamet, Mang Cepot Hardjodipuro, dan Mang Udel Purnomo, dikenal sebagai pelopor lawakan cerdas karena menyuguhkan lelucon berisi sindiran sosial, termasuk isu korupsi.

Salah satu grup lawak yang melejit kala itu dan masih mendapatkan tempat istimewa di hati dan benak masyarakat hingga saat ini adalah grup Warkop. Grup yang awalnya kuintet lalu jadi trio legendaris Dono, Kasino, dan Indro ini terkenal melalui gaya komedi verbal yang kocak, tetapi juga menyentil kondisi sosial masyarakat. Banyak penggalan frasa yang dipopulerkan trio ini yang masih ”hidup” dan relevan di masa kini seperti ”Gile lu, Ndro!” atau ”Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang”.

Berbagai penampilan panggung, tayangan televisi, dan film bioskop pun dihasilkan oleh Warkop. Sepeninggal Nanu, Kasino, Dono, dan Rudy, gaya komedi khas Warkop yang cerdas masih bertahan, tetap eksis, bahkan jadi panutan para komedian muda saat ini.

Dari atas ke bawah, Indro Kusumonegoro, Nanu Mulyono, Wahjoe Sardono, Rudy Badil, dan Kasino Hadibowo. Nanu, Wahjoe, dan Kasino adalah sarjana lulusan FISIP UI, Badil dari FIB UI, dan Indro dari Universitas Pancasila.
ARSIP INDRO KUSUMONEGORO

Dari atas ke bawah, Indro Kusumonegoro, Nanu Mulyono, Wahjoe Sardono, Rudy Badil, dan Kasino Hadibowo. Nanu, Wahjoe, dan Kasino adalah sarjana lulusan FISIP UI, Badil dari FIB UI, dan Indro dari Universitas Pancasila.

Makin berwarna

Masa ke masa, tongkat estafet penghibur masyarakat terus diberikan ke generasi-generasi lebih muda, seperti grup Bagito, grup Patrio, Komeng, grup Cagur, dan lain-lain. Mereka berhasil mengambil hati penonton melalui berbagai ciri khasnya masing-masing.

Memasuki dekade 2010-an, boleh dibilang jadi babak baru dunia komedi hiburan. Pada 2011, dua stasiun televisi swasta menyiarkan acara komedi tunggal atau stand up comedy. Sejak itulah genre komedi ini mulai dikenal dan terus berkembang hingga saat ini. Lalu pada 2015, bertambah satu lagi televisi swasta yang ikut menyiarkan komedi tunggal ini.

Komedian Panji Pragiwaksono memberikan komentar saat berlangsung rekaman salah satu episode Stand Up Comedy IX Indonesia (SUCI) di Kompas TV, Jakarta, Selasa (16/2/2021). Dunia televisi beradaptasi dengan berbagai penyesuaian selama masa pandemi ini.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Komedian Panji Pragiwaksono memberikan komentar saat berlangsung rekaman salah satu episode Stand Up Comedy IX Indonesia (SUCI) di Kompas TV, Jakarta, Selasa (16/2/2021). Dunia televisi beradaptasi dengan berbagai penyesuaian selama masa pandemi ini.

Kini, bahkan perkembangannya lebih pesat lagi. Konten-konten humor pun kian menjejali ke berbagai saluran media sosial dan kian dekat dengan masyarakat sehari-hari.

Chief Executive Officer (CEO) Institut Humor Indonesia Kini (IHIK) Novrita Widiyastuti mengatakan, tren dan dinamika dunia seni komedi terus berkembang seiring dengan perubahan zaman dan teknologi media massa. Zaman dulu Warkop bisa meledak melalui medium film setelah sebelumnya sudah merambah radio dan televisi. Kini hadirnya media sosial turut mengubah gaya hidup dan cara masyarakat mengonsumsi humor.

Dilihat dari bentuk formasinya, pelawak zaman dulu tergabung dalam grup, kini melawak tunggal. Namun, belakangan para pelawak tunggal ini pun juga kembali membentuk grup, seperti Rigen, Rispo, dan Hifdzi yang membentuk grup GJLS. ”Secara sosiologis, orang Indonesia senang berkelompok, jadi saat membentuk grup komedi pun akhirnya kembali kepada format grup,” ujar Novri, Selasa (12/9/2023).

Meski mengagumi perkembangan pesat dinamika dunia komedi, di sisi lain Indro juga mencemaskan kini makin berkembang sensitivitas masyarakat akan beberapa isu tertentu. Ia mencontohkan, pada awal kemunculan Warkop, mereka kerap berceloteh menggunakan logat dan tema dari suku daerah tertentu. Saat itu semua orang tidak ada yang marah, penonton tertawa bahkan bangga dengan lawakan yang mengangkat keanekaragaman Indonesia itu. Namun, jika lawakan model serupa dibawakan saat ini, maka bisa saja mengundang kemarahan dan bisa dibawa ke meja hijau.

Walau dengan segala kelebihan dan kekurangannya, seniman komedi kawakan seperti Indro dan Tarzan mengagumi kreativitas para komedian muda dan perkembangan cepat dunia komedi Tanah Air.

”Ini nih impian gue dari dulu sama (almarhum) Dono dan Kasino. Banyak generasi muda seniman komedi yang kreatif, penuh ide segar, colorfull banget. Senang sekali ini bisa tercapai sekarang!” pungkas Indro.

Editor:
ADI PRINANTYO
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000