logo Kompas.id
Bebas AksesPerusahaan Telekomunikasi...
Iklan

Perusahaan Telekomunikasi Masih Berhati-hati Berinvestasi di Web3

Dunia Web3, seperti kecerdasan buatan, ”metaverse”, ”blockchain”, hingga NFP, sudah di depan mata. Namun, perusahaan telekomunikasi belum merasa perlu terjun lebih dalam di dunia itu.

Oleh
SIWI YUNITA CAHYANINGRUM
· 3 menit baca
Seorang pengunjung melintas di depan karya seni kripto <i>non-fungible token</i> (NFT) yang dipamerkan di Indo NFT Festiverse, 9-17 April 2022, di Galeri Katamsi, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
ARSIP INDO NFT FESTIVERSE

Seorang pengunjung melintas di depan karya seni kripto non-fungible token (NFT) yang dipamerkan di Indo NFT Festiverse, 9-17 April 2022, di Galeri Katamsi, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

NUSA DUA, KOMPAS — Pelaku bisnis telekomunikasi dunia masih berhati-hati menginvestasikan dananya di Web3, seperti kecerdasan buatan, non-fungible token (NFT), metaverse, hingga blockchain. Meski teknologi ini sudah di depan mata, ekosistemnya belum benar-benar terbentuk. Apalagi, biaya investasinya pun disebut tidak murah.

Hal itu terungkap dalam Bali Annual Telkom International Conference (BATIC) 2023 di Bali International Conference Center, Nusa Dua, Kamis (7/8/2023). Konferensi tersebut diselenggarakan PT Telekomunikasi Indonesia Internasional (Telin) dan dihadiri lebih dari 300 perusahaan telekomunikasi, digital, hingga regulator. Salah satu tema yang diangkat adalah ”Building Indopasific‘s Web3 Infrastruktur”.

Web3 merupakan konsep generasi ketiga atau termodern dari internet. Direktur Digital Business Telkom Indonesia M Fajrin Rasyid mencontohkan, kecerdasan buatan, NFT, blockchain, dan metaverse adalah bentuk dari Web3. Semuanya lebih canggih dibandingkan Web1, seperti media daring dan video, bahkan Web2 yang berupa konten interaktif, seperti Instagram dan lainnya.

Direktur Digital Business Telkom Indonesia M Fajrin Rasyid
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)

Direktur Digital Business Telkom Indonesia M Fajrin Rasyid

Web3 unggul dalam berbagai bidang. Keberadaannya dianggap lebih efisian bagi dunia bisnis, lebih aman dari sisi kebocoran data, dan memberi pengalaman yang lebih baik pada pengguna internet atau konsumen.

Dalam penggunaan sehari-hari, misalnya, kecerdasan buatan akan lebih cepat dan akurat. Di bidang keuangan, transaksi keuangan bisa dilakukan tanpa perantara, yang artinya tidak ada biaya tambahan. Selain itu, sistem keamanannya lebih kuat karena pembajak perlu melumpuhkan lebih dari 50 persen blockchain untuk mendapatkan data.

Telkom Indonesia, kata Fajrin, sudah menjajaki teknologi Web3 itu. Salah satu bentuknya adalah loyalti point exchange yang melibatkan Telkomsel, Garuda Indonesia, dan Bank Mandiri. Dalam loyalti poin itu, nasabah atau pengguna bisa menukarkan poin dari ketiga perusahaan tersebut sesuai kebutuhan tanpa platform perantara. Selain itu, ada juga metanesia, yakni dunia metaverse yang dikembangkan Telkom Indonesia.

Iklan

Baca juga: BATIC Membawa Bisnis Telekomunikasi Mendunia

Tangkapan layar tampilan <i>metaverse</i> Batik Lasem saat diskusi Metaverse Ruang Virtual Masa Depan Pelestarian Batik Lasem melalui daring, Jakarta, Minggu (18/12/2022).
HIDAYAT SALAM

Tangkapan layar tampilan metaverse Batik Lasem saat diskusi Metaverse Ruang Virtual Masa Depan Pelestarian Batik Lasem melalui daring, Jakarta, Minggu (18/12/2022).

Namun, menurut Fajrin, Telkom masih membatasi investasi di Web3. Salah satu alasannya, belum ada potensi yang terbukti menguntungkan. Metaverse, misalnya, saat ini masih stagnan. Adapun, kondisi NFT bahkan kripto saat ini tengah turun. Di sisi lain infrastruktur fisik yang dibutuhkan tergolong besar.

”Kami memantau dulu. Kalau nanti sudah terbukti potensial, kami akan tambahkan lagi investasinya,” kata Fajrin.

CEO Voice and Mobile Data iBasis Edwin Van Ierland, saat ditemui usai diskusi, mengakui ongkos yang harus dikeluarkan akan sangat tinggi jika berinvestasi pada Web3, terutama kecerdasan buatan. Perusahaan telekomunikasi yang berpusat di Belanda itu mengakui kecerdasan buatan penting karena bisa membuat segala sesuatu lebih efisien. Namun, sampai saat ini, ia belum menemukan produk kecerdasan buatan yang tepat untuk perusahaannya.

Menurut Van Ierland, jika melakukan riset untuk menemukannya, biaya yang harus dikeluarkan akan sangat besar. Jika jadi melakukannya, pihaknya bakal memilih bekerja sama dengan perusahaan lain. ”Berapa jumlah investasinya? Saya belum bisa membayangkan,” katanya.

Baca juga: Kolaborasi Menjadi Kunci dalam Pengembangan Bisnis Digital

https://cdn-assetd.kompas.id/mKRpJ8AXYMZoMUSLCDKs40b1ovQ=/1024x1024/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F02%2F01%2F5ce47373-77f9-4dcc-aa0d-245a174e320c_png.jpg

Associate Vice President Tech Mahindra, Prasanth Singh Parihar, dalam diskusi, mengatakan, kecerdasan buatan sangat penting. Namun, hal penting lainnya adalah infrastruktur fisik. Ia mencontohkan di Indonesia, infrastruktur telekomunikasi masih terpusat di Jawa, begitu pula penggunanya. Hal ini perlu diperhitungkan agar nanti investasi Web3 benar-benar sesuai dengan kebutuhan.

Senior Managing Director Delta Partners, Vincent Stevens, juga mengungkapkan, penggunaan teknologi Virtual Reality dan Web3 lainnya akan membutuhkan kapasitas jaringan internet (bandwidth) dan daya yang besar. Untuk itu, penting menjamin penyiapan matang infrastruktur telekomunikasi.

Baca juga: Sejumlah Pertanyaan Sebelum Anda Berinvestasi di Kecerdasan Buatan

Editor:
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000