logo Kompas.id
Bebas AksesProspek Cerah Industri Rancang...
Iklan

Prospek Cerah Industri Rancang Bangun Dalam Negeri

Kualitas dan kapasitas perusahaan EPC dalam negeri tidak kalah dari asing. Bahkan, perusahaan EPC dalam negeri bisa membangun dengan biaya lebih murah karena banyak menggunakan kandungan lokal.

Oleh
M PASCHALIA JUDITH J, ADITYA PUTRA PERDANA
· 4 menit baca
Gas Processing Facility (GPF) Jambaran Tiung Biru (JTB) yang dibuat oleh PT Rekayasa Industri (Rekind) di Kabupaten Bojonegoro, Kamis (3/8/2023).
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Gas Processing Facility (GPF) Jambaran Tiung Biru (JTB) yang dibuat oleh PT Rekayasa Industri (Rekind) di Kabupaten Bojonegoro, Kamis (3/8/2023).

Fokus Indonesia dalam hilirisasi dan pengembangan industrialisasi turut menggairahkan industri jasa rancang bangun dan kerekayasaan (engineering procurement construction/EPC). Ini karena keahlian industri EPC sangat dibutuhkan dalam merancang dan membangun infrastruktur fasilitas pengolahan mineral mentah menjadi beragam produk bernilai tambah.

Hilirisasi dan industrialisasi menjadi fokus pemerintah karena daya dongkraknya terhadap perekonomian sangat besar. Untuk mendorong hilirisasi, pemerintah telah melarang ekspor mineral mentah. Kebijakan itu tertuang dalam Pasal 170 a Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam pasal itu disebutkan, pelaku usaha produksi yang memegang kontrak karya atau izin terkait dapat menjual mineral logam tertentu yang belum dimurnikan keluar negeri hingga tiga tahun sejak regulasi terbit. Artinya, pada Juni 2023, mineral mentah atau yang belum dimurnikan di dalam negeri dilarang untuk diekspor.

Secara spesifik, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan, sejumlah mineral logam hasil penambangan dalam negeri wajib dimanfaatkan pemilik izin usaha operasi produksi.

Pengolahan mineral logam itu membutuhkan pembangunan fasilitas. Fungsi ini dipegang oleh pemain-pemain di industri jasa EPC. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2022 tentang Kebijakan Industri Nasional 2020-2024 turut memasukkan sektor EPC sebagai salah satu jasa industri prioritas.

Pekerja proyek pembangunan Gas Processing Facility (GPF) Jambaran Tiung Biru (JTB) di Kabupaten Bojonegoro, Kamis (3/8/2023). Proyek Pengembangan Lapangan Unitisasi Gas JTB merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) sektor energi di bawah PT Pertamina (Persero) dan mulai dikerjakan oleh PT Rekind pada akhir 2017.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Pekerja proyek pembangunan Gas Processing Facility (GPF) Jambaran Tiung Biru (JTB) di Kabupaten Bojonegoro, Kamis (3/8/2023). Proyek Pengembangan Lapangan Unitisasi Gas JTB merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) sektor energi di bawah PT Pertamina (Persero) dan mulai dikerjakan oleh PT Rekind pada akhir 2017.

Di tengah arus hilirisasi tersebut, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Nasional Rancang Bangun Indonesia (Gapenri) Dhira Nandana menilai, pelaku jasa industri EPC menjadi salah satu aktor utama. “Yang dapat mengerjakan (infrastruktur fasilitas) hilirisasi adalah pemain EPC,” katanya saat ditemui di Jakarta, pekan lalu.

Hilirisasi, lanjut Dhira, sarat dengan teknologi dari luar negeri. Dia berharap, pemain EPC di Tanah Air mendapatkan kepercayaan dalam menggarap proyek pembangunan infrastruktur hilirisasi. Hal ini membutuhkan kepercayaan dari klien terhadap pemain industri EPC nasional dalam mengadopsi teknologi dari luar.

Di tingkat mancanegara, data yang dilansir dari laman Expert Market Research menunjukkan, transaksi industri jasa EPC mencapai 8,24 triliun dollar AS pada 2022. Angka ini diperkirakan meningkat hingga 9,89 triliun dollar AS pada 2028. Pembangunan infrastruktur yang makin terintegrasi dengan teknologi canggih mendorong pertumbuhan transaksi tersebut.

Baca juga: Industri Unggulan Tumbuh Melambat

Riset PwC menyatakan hal senada. Ulasan PwC berjudul “Next in Engineering and Construction” menyatakan, tahun 2022 menjadi penanda mulainya periode akselerasi pembangunan infrastruktur. Transaksi dari pembangunan konstruksi di dunia diprediksi bertumbuh dari 10,2 triliun dollar AS pada 2020 menjadi 15,2 triliun dollar AS pada 2030.

Pemain industri EPC dalam negeri tak boleh ketinggalan menikmati kue dari prospek pertumbuhan tersebut. PT Rekayasa Industri (Rekind), salah satu pemain EPC di Indonesia telah bersiap menangkap peluang yang ada. Presiden Direktur Rekind Triyani Utaminingsih optimistis pihaknya dapat memenuhi permintaan seiring dengan fokus pemerintah maupun tren industri yang tengah berlangsung. Rekind yang berdiri sejak 12 Agustus 1981 dan kini berstatus sebagai anak BUMN, telah mengerjakan sekitar 145 proyek, “Secara kinerja, pabrik (yang kami bangun hingga saat ini) tidak bermasalah,” ujarnya saat ditemui di kantornya di Jakarta akhir bulan lalu.

PT Rekayasa Industri (Rekind), salah satu pemain EPC di Indonesia bersiap menangkap peluang yang ada

Dia mengibaratkan perusahaannya sebagai lokomotif yang menggerakkan gerbong industri Tanah Air mengingat dalam pengerjaan sebuah proyek, terdapat lebih dari 100 pelaku, bahkan kadang di atas 1.000 pelaku, yang terlibat. Mulai dari mitra kontraktor, vendor material, hingga perusahaan penunjang lainnya.

Iklan

Proyek yang melibatkan pemain EPC domestik biasanya memiliki tingkat komponen dalam negeri yang tergolong tinggi. Karena itu, dengan menggunakan jasa EPC dalam negeri, biaya pembangunan pabrik menjadi lebih murah ketimbang menggunakan perusahaan EPC asing. Triyani memperkirakan, penghematan bisa mencapai 30 persen dari total nilai proyek.

Hal tampak dari pembangunan proyek Pusri IIB yang dijalankan konsorsium Rekind dengan Toyo. Konsorsium tersebut dapat menekan nilai proyek hingga 45 juta dollar AS jika dibandingkan dengan penawaran dari perusahaan kompetitor asing.

Direktur Utama PT Rekayasa Industri (Rekind) Triyani Utaminingsih
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Direktur Utama PT Rekayasa Industri (Rekind) Triyani Utaminingsih

Selain itu, pemain EPC dalam negeri juga memiliki komitmen yang lebih tinggi ketimbang asing dalam merampungkan sebuah proyek. Triyani mencontohkan pembangunan proyek pembangunan gas lapangan unitisasi Jambaran-Tiung Biru (JTB) di Bojonegoro, Jawa Timur, milik PT Pertamina EP Cepu yang ditetapkan sebagai proyek strategis nasional. Konsorsium EPC yang membangun terdiri dari Rekind dan dua mitra korporasi asing. Pembangunan proyek berlangsung sejak 2017.

Namun, di tengah jalan, mitra asing itu mundur. Rekind pun mengambil alih tugas yang ditinggalkan mitra asing tersebut. Proyek itu pun rampung dan mulai beroperasi pada 2022.

Baca juga: Hilirisasi Beriringan dengan Integrasi Industri

Perlu didukung

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian Ignatius Warsito mengatakan, peran industri EPC dalam negeri perlu didukung. Sebab, sejauh ini, industri kimia, farmasi, dan tekstil masih bergantung pada industri EPC asing.

https://cdn-assetd.kompas.id/mq9aReCIbY6Uld7IiO1144Qv198=/1024x1928/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F08%2F11%2F94c63a38-b3fd-48d5-bf11-2aa891300fd7_png.png

Menurut Triyani, selain mengerjakan EPC pabrik pupuk, Rekind juga membangun sejumlah pekerjaan EPC di bidang energi, salah satunya pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Kamojang Unit 4, di Jawa Barat, pada 2006. Itu merupakan pekerjaan EPC panas bumi pertama yang dikerjakan perusahaan nasional.

Di samping itu, Rekind, bersama SK Engineering & Construction Co Ltd, Hyundai Engineering Co Ltd, dan PT PP (Persero) Tbk dipercaya mengerjakan megaproyek Refinery Development Master Plan (RDMP) di Balikpapan, Kalimantan Timur. RDMP Balikpapan akan menjadi kilang modern yang ramah lingkungan.

Pembangunan tersebut memiliki tingkat kesulitan tinggi karena pengerjaan proyek itu berdampingan dengan kilang yang ada dan masih beroperasi. Penggunaan peralatan berkapasitas besar dan berat menjadi tantangan dalam pengerjaan proyek itu.

Kilang minyak Pertamina di Balikpapan, Kalimantan Timur,
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Kilang minyak Pertamina di Balikpapan, Kalimantan Timur,

Catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), proyek RDMP Balikpapan, yang juga merupakan proyek strategis nasional ditargetkan selesai bertahap pada 2024-2025. Proyek tersebut akan meningkatkan kapasitas produksi kilang dari 260.000 barel per hari menjadi 360.000 barel per hari. Menurut data Pertamina, hingga Juli 2023, progres fisik EPC RDMP Balikpapan mencapai 76,70 persen.

Kilang Balikpapan nantinya dapat memproses hampir semua jenis minyak mentah (crude) dengan proses yang lebih canggih. Kualitas produk yang dihasilkan dari kilang tersebut akan meningkat dari dari euro 2 menjadi euro 5.

Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso, Rabu (9/8/2023) mengatakan, secara umum, pekerjaan proyek itu masih sesuai rencana. Ia pun membenarkan, ke depan, pembangunan proyek-proyek infrastruktur Pertamina, termasuk kilang, akan lebih modern, efisien, dan ramah lingkungan.

Proyek-proyek tersebut menunjukkan, kualitas dan kapasitas EPC dalam negeri tidak kalah dari asing, bahkan bisa melampaui. Karena itu, sudah saatnya industri EPC dalam negeri menjadi tuan di negeri sendiri.

Editor:
ARIS PRASETYO, MUHAMMAD FAJAR MARTA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000