logo Kompas.id
Bebas AksesKolaborasi Menguatkan Fondasi ...
Iklan

Kolaborasi Menguatkan Fondasi Ekonomi Warga Pesisir Pangandaran

Usaha mikro, kecil, dan menengah di Pangandaran perlahan menginspirasi pertumbuhan ekonomi. Pemberian kredit dari perbankan ikut mendukung semangat itu.

Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
· 7 menit baca
Pekerja mengangkat jaring untuk memeriksa kondisi kerapu yang dipelihara di keramba jaring apung (KJA) milik Supriadi di laut lepas Pantai Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Sabtu (27/6/2023).  KJA ini menjadi salah satu alternatif saat hasil tangkapan nelayan menurun dan tidak adanya regenerasi nelayan di Pangandaran.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Pekerja mengangkat jaring untuk memeriksa kondisi kerapu yang dipelihara di keramba jaring apung (KJA) milik Supriadi di laut lepas Pantai Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Sabtu (27/6/2023). KJA ini menjadi salah satu alternatif saat hasil tangkapan nelayan menurun dan tidak adanya regenerasi nelayan di Pangandaran.

Budidaya ikan kerapu hingga rumput laut di Pangandaran, Jawa Barat, perlahan menjawab beragam masalah yang dialami masyarakat pesisir. Dukungan perbankan ikut menguatkan perekonomian warga yang masih rapuh.

Supriadi (43) tersenyum saat menunjukkan keramba jaring apung miliknya di laut lepas Pangandaran, sekitar 500 meter dari bibir pantai, Sabtu (27/6/2023). Dari keramba tempat budidaya ikan kerapu itu, ia mangapungkan harapan masa depan nelayan yang lebih cerah.

Keramba segi empat itu telah mendapat sentuhan teknologi. Keramba biru bermerek Aquatec itu lentur dan kuat diterpa ombak laut. Berisi 40 kolam, keramba itu rumah bagi sebagian besar ikan kerapu, bawal, hingga kakap putih.

Lihat juga: Cycling de Jabar 2023 Tempuh Rute Sepanjang Hampir 400 Kilometer

Nelayan memeriksa jaring yang akan digunakan kembali untuk keramba jaring apung (KJA) di laut lepas Pantai Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Sabtu (27/6/2023).
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Nelayan memeriksa jaring yang akan digunakan kembali untuk keramba jaring apung (KJA) di laut lepas Pantai Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Sabtu (27/6/2023).

”Selama 2022, produksi kerapu dan barramundi (kakap putih) tembus 9 ton. Tahun ini, harapannya bisa lebih,” ujar Supri, sapaannya. Dengan harga Rp 100.000 per kilogram, nilai penjualan budidaya itu mencapai Rp 900 juta.

Dengan demikian, puluhan kolam apungnya yang masing-masing berukuran 3 meter x 6 meter dan kedalaman 5 meter itu mampu menghasilkan cuan sekitar Rp 75 juta per bulan. Angka itu fantastis dibandingkan pendapatan nelayan yang tidak menentu saat melaut,bahkan kadang juga tekor.

”Budidaya kerapu ini bisa jadi alternatif saat tangkapan nelayan menurun dan berkurangnya regenerasi nelayan,” ujarnya.

Pekerja memberi makan kerapu yang dipelihara di keramba jaring apung (KJA) milik Supriadi di laut lepas Pantai Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Sabtu (27/6/2023).
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Pekerja memberi makan kerapu yang dipelihara di keramba jaring apung (KJA) milik Supriadi di laut lepas Pantai Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Sabtu (27/6/2023).

Tangkapan menurun

Ide Supri ”banting setir” dari pengepul ikan ke pembudidaya kerapu itu muncul delapan tahun lalu. Saat itu, ia berdiskusi dengan sesepuh nelayan.

”Waktu itu, kami lihat, semakin hari nelayan muda terus berkurang. Alat tangkap juga berubah. Dulu, jaring paling kecil 2 inci untuk mencari ikan layur. Sekarang, ukurannya 1,6 inci. Jadinya, (layur) yang kecil juga kena tangkap,” katanya.

Kondisi itu membuat ikan layur yang belum waktunya tertangkap malah terjaring nelayan. Akibatnya, musim panen, hasil tangkap nelayan menurun.

”Apalagi, paceklik (sulit mendapatkan ikan) sekarang semakin panjang, bisa sampai 8 bulan. Dulu, paling lama 6 bulan,” ungkapnya.

Supri lantas mencoba budidaya ikan dengan bantuan rekannya, Mami dan Jajang. Setelah berbincang dengan sejumlah pembudidaya, ia pun memilih kerapu karena harganya menggiurkan.

Namun, seperti gelombang di lautan, usahanya juga naik turun. Apalagi, ia tidak punya pengalaman budidaya, jaringan, dan terbatas modal. Susah payah tanya sana-sini, akhirnya ia mendapat kontak benih kerapu di Lampung.

Pekerja mengangkat jaring untuk memeriksa kondisi kerapu yang dipelhara di keramba jaring apung (KJA) di laut lepas Pantai Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Sabtu (27/6/2023).
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Pekerja mengangkat jaring untuk memeriksa kondisi kerapu yang dipelhara di keramba jaring apung (KJA) di laut lepas Pantai Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Sabtu (27/6/2023).

”Saya langsung ke sana. Setelah sampai di Karawang, kata brokernya, ikannya sudah enggak ada. Saya pusing, sudah jalan jauh, tetapi belum ada hasilnya. Saya cari info, ada di Karimunjawa,” kenangnya.

Sayangnya, ketika sampai sana, benih ukuran 10 sentimeter yang ia cari ternyata tidak ada. Supri kemudian mengejar benih kerapu di Tuban, Jawa Timur. Lagi-lagi, hasilnya nihil. Setelah tiga hari, ia akhirnya mendapatkan benih di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo.

Awalnya, ia hanya menebar sekitar 500 ekor benih kerapu di dalam enam kolam ukuran 3 m x 3 m. Hasilnya hanya balik modal, belum untung. Tahun kedua, UPTD Perikanan Air Payau dan Laut Wilayah Selatan (PAPLWS) Jabar dan dinas terkait mulai mendampinginya.

Para pekerja menaiki perahu menuju keramba jaring apung (KJA) di laut lepas Pantai Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Sabtu (27/6/2023).
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Para pekerja menaiki perahu menuju keramba jaring apung (KJA) di laut lepas Pantai Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Sabtu (27/6/2023).

Pinjaman Bank bjb

Setelah fokus produksi, ia belajar pemasaran. Mulanya, ia mengandalkan penjualan di Pangandaran, laku Rp 55.000-Rp 60.000 per kilogram.

Supri lalu mencari konsumen di Jakarta. Ia bekerja sama dengan pengusaha restoran di sana. Harganya Rp 100.000 per kg.

”Ternyata, kualitas kerapu Pangandaran itu lebih bagus. Kalau kerapu dari daerah lainnya, disimpan tiga hari di akuraium, kulitnya sudah terkelupas. Tapi, kerapu Pangandaran masih tahan sampai dua minggu,” klaim Supri. Itu sebabnya, harga ikannya terbilang mahal.

Walakin, usaha Supri sulit berkembang karena terbatas modal. “Untungnya, saya ambil pinjaman di Bank bjb. Sudah sekitar lima tahun sampai sekarang. Bantuan permodalan ini sangat membantu. Ibarat senapan, saya sudah punya M16 (senapan serbu),” ungkapnya.

Supri enggan menyebut jumlah pinjaman dan bunga dari Bank bjb. Namun, menurut dia, bantuan modal itu membuatnya memperluas kolamnya hingga 40 unit.

“Satu kolam itu membutuhkan modal dari awal sampai panen, sekitar Rp 33 juta-Rp 34 juta,” katanya.

Ia bahkan tengah membangun KJA ketiga sehingga total kolam mencapai 88 unit. Dengan jumlah itu, ia menargetkan panen hingga 4-5 ton per bulan.

Supriadi memperlihatkan sejumlah ikan kerapu yang dipelihara di keramba jaring apung (KJA) miliknya di laut lepas Pantai Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Sabtu (27/6/2023).
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Supriadi memperlihatkan sejumlah ikan kerapu yang dipelihara di keramba jaring apung (KJA) miliknya di laut lepas Pantai Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Sabtu (27/6/2023).

Apalagi, dari laman Jabar Satu Data, Pangandaran menjadi satu-satunya daerah di Jabar yang memproduksi budidaya kerapu. Dalam skala nasional, produksi ikan kerapu mencapai 12.378 ton pada 2019.

Soal pemasaran, Supri tak lagi khawatir. “Dulu, saya yang nyari-nyari buyer (pembeli). Sampai mereka telat bayar juga enggak apa-apa. Sekarang, buyer yang nunggu saya. Bahkan, mereka bisa menelepon tiga sampai empat kali,” ujarnya diiringi senyum.

Iklan

Pengembangan budidaya kerapu ini juga memberi lapangan kerja bagi nelayan. Saat ini, KJA miliknya memberdayakan lima warga setempat. ”Kalau enggak melaut, kami masih dapat pemasukan dari budidaya ini. Apalagi, masa paceklik panjang,” ujar Hamami (45), nelayan.

Bapak dua anak ini merasakan betul berkurangnya hasil tangkap di laut. Satu dekade lalu, ia bisa menjaring 1 kuintal ikan layur saat melaut pukul 09.00-16.00. “Sekarang, nyari 10 kg ikan layur seharian saja susah. Belum lagi harga bensin dan perbekalan yang tinggi,” ujarnya.

Hamami dan Supri percaya, budidaya ikan dapat menjadi alternatif menguatkan perekonomian nelayan yang rapuh. Bahkan, budidaya bisa bersanding dengan pariwisata. “Pernah ada turis dari Taiwan dua kali datang ke keramba saya. Dia juga makan kerapu langsung dari sini,” ujar Supri.

Herni Hernawati mengemas makanan ringan rumput laut di tempat usaha pembuatan makanan ringan tersebut di Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Jumat (26/5/2023). Makanan ringan rumput laut ini dijual bukan hanya di Pangandaran, melainkan juga di kawasan wisata di Pulau Bali.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Herni Hernawati mengemas makanan ringan rumput laut di tempat usaha pembuatan makanan ringan tersebut di Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Jumat (26/5/2023). Makanan ringan rumput laut ini dijual bukan hanya di Pangandaran, melainkan juga di kawasan wisata di Pulau Bali.

Semangat penyintas kanker

Lina (41), warga Desa Bagolo, Kecamatan Kalipucang, Pangandaran, menjadi salah seorang yang merasakan manfaat itu. Lama berjuang melawan kanker payudara, ia sempat ingin menyerah di tahun 2015. Anjuran kemoterapi ia abaikan. Dia tidak lagi punya semangat untuk menjalaninya.

Tanpa pengobatan layak, hidup Lina di ujung tanduk. Sakit tidak ia hiraukan.

Herni Hernawati mengemas makanan ringan rumput laut di tempat usaha pembuatan makanan ringan tersebut di Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Jumat (26/5/2023).
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Herni Hernawati mengemas makanan ringan rumput laut di tempat usaha pembuatan makanan ringan tersebut di Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Jumat (26/5/2023).

Hingga delapan tahun kemudian, bukan maut yang mendatangi Lina. Saat itu, Herni datang dengan tawaran bisnis, meneruskan usaha keripik bayam yang terbengkalai sejak divonis kanker.

Sempat ragu, Lina perlahan tertarik saat Herni banyak bercerita tentang bisnis snack selada lautnya (Uva Lactuca). Banyak inovasi yang dilakukan dan ternyata meningkatkan penjualan.

”Salah satunya adalah pentingnya kemasan. Jika sebelumnya hanya dikemas dengan plastik bening, usaha selada dibungkus kertas kemasan dari aluminium,” katanya.

Herni Hernawati Produsen makanan ringan rumput laut di Pangandaran, Jawa Barat, Jumat (26/5/2023).
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Herni Hernawati Produsen makanan ringan rumput laut di Pangandaran, Jawa Barat, Jumat (26/5/2023).

Semangat Herni mempromosikan usahanya menular kepada Lina. Lina penasaran. Bisa jadi usahanya bakal bertambah besar bila menerapkan banyak ilmu yang dimiliki Herni.

“Demi bisa menerapkan ilmu wirausaha itu saya memberanikan untuk kemoterapi,” katanya. Tahun ini, Lina harus mengikuti delapan kali terapi dan berlangsung sebulan sekali.

“Terapi ternyata membuat tubuh saya lebih baik. Saya tidak akan begini jika tanpa Bu Herni,” katanya.

Dengan tubuh yang sehat, ia bisa fokus berdagang. Setelah kemoterapi kelima di bulan Juni 2023, Lina kembali produktif. Dalam sebulan, ada 100 bungkus yang dia buat dan laku terjual. Setiap bungkus dia jual Rp 25.000.

Herni Hernawati mengemas makanan ringan rumput laut di tempat usaha pembuatan makanan ringan tersebut di Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Jumat (26/5/2023).
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Herni Hernawati mengemas makanan ringan rumput laut di tempat usaha pembuatan makanan ringan tersebut di Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Jumat (26/5/2023).

Berbagi ilmu

Di Bagolo, Herni sudah lama dikenal sebagai wirausaha yang suka berbagi ilmu. Lewat usaha makanan ringan (snack)selada lautnya, dia memberi bukti, bisnis bisa dilakukan siapa saja dengan bahan yang bisa ditemukan di sekitarnya.

”Selada laut diambil dari pesisir pantai di Bagolo. Sekarang sudah agak sulit ditemui yang berkualitas, tetapi dalam saat-saat tertentu ada dan siap untuk diambil. Kalau tidak diambil juga sayang karena bakal mati atau dibawa ombak,” ujar Herni.

Herni memulai usaha itu sejak tahun 2018. Saat itu, dia bersama sejumlah warga mendapatkan pelatihan untuk mengolah selada laut tersebut menjadi makanan ringan. Namun, seiring waktu berjalan, sebagian besar warga tidak melanjutkannya. Mereka menilai usaha itu tidak menguntungkan.

”Waktu awal mengolah, saya menggunakan plastik bening. Ternyata selada lautnya tidak tahan lama. Apalagi waktu itu saya belum menggunakan alat seperti sekarang sehingga masih banyak minyaknya,” ujar Herni.

Selama dua tahun pertama, Herni masih mengandalkan usaha barang-barang grosir yang dia jalankan lebih dari 10 tahun. Namun, saat pandemi melanda di awal 2020, usahanya lesu karena tidak banyak barang yang datang. Herni pun memutar otak hingga akhirnya kembali memberanikan diri membuat makanan ringan dari selada laut.

Saya berharap usaha selada laut ini terus berkembang. Namun, lebih dari itu, saya ingin terus membantu banyak orang lain bisa kreatif menjalankan usahanya. (Herni Hernawati)

Untuk menambah modal, Herni mencoba ikut program kredit Mesra (Masyarakat Ekonomi Sejahtera) dari Bank bjb tahun 2021. Syaratnya mudah, hanya melampirkan fotokopi kartu tanda penduduk, kartu keluarga, dan akta nikah.

Permintaannya disetujui. Mendapat lebih kurang Rp 5 juta, Herni menjadikannya sebagai modal membeli kemasan. Tidak ada produsen kemasan di Pangandaran, Herni mencarinya hingga Kota Bandung.

“Karena jarak Pangandaran hampir 200 kilometer dari Bandung, sekali pesan kemasan bisa sampai ribuan bungkus atau setara hingga Rp 3 juta. Kemasan memang menjadi modal terbesar,” ujarnya.

Herni Hernawati mengemas makanan ringan rumput laut di tempat usaha pembuatan makanan ringan tersebut di Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Jumat (26/5/2023).
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Herni Hernawati mengemas makanan ringan rumput laut di tempat usaha pembuatan makanan ringan tersebut di Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Jumat (26/5/2023).

Inspirasi

Meski menjadi biaya tertinggi, Herni percaya kemasan yang baik memengaruhi penjualan. Saat ini, Herni mampu menjual makanan ringan dengan merek Ulva Q hingga ratusan bungkus per bulan.

“Sebulan bisa laku 800 bungkus. Bahkan, Lebaran bisa sampai 1.000 bungkus. Pembelinya ada yang dari Bali,” ujarnya.

Kisah Herni dengan cepat menjadi inspirasi. Dia kerap diundang dalam berbagai acara menularkan kiat bisnisnya. Dalam Cycling de Jabar 2022 di Alun-alun Paamprokan, misalnya, ia menjadi contoh kreditor Bank bjb yang piawai menjalankan usahanya.

”Saya berharap usaha selada laut ini terus berkembang. Namun, lebih dari itu, saya ingin terus membantu banyak orang lain bisa kreatif menjalankan usahanya,” katanya.

Lihat juga: Petani Milenial Cianjur Manfaatkan Pohon Kelapa untuk Bangun Sekolah

Editor:
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000