Upaya Meningkatkan Populasi Sapi Nasional
Peternakan sapi rakyat berpotensi meningkatkan kesejahteraan peternak dan keluarganya. Namun, di lapangan, mereka mesti bergulat dengan masalah produktivitas sapi.
Demi mencapai target swasembada daging sapi, peningkatan populasi sapi perlu menjadi proyek strategis nasional. Program peningkatan populasi sapi yang sudah ada perlu ditingkatkan efektivitasnya.
Usul menjadi proyek strategis nasional itu dikemukakan Direktur Utama PT Berdikari Harry Warganegara dalam diskusi mengenai swasembada daging, yang diadakan Badan Pangan Nasional di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/6/2023), yang juga diikuti Kompas. PT Berdikari adalah badan usaha milik negara yang bergerak di bidang peternakan, termasuk sapi.
Dalam proyek itu, kata Harry, perlu ada pelarangan pemotongan sapi betina produktif agar target penambahan populasi tercapai. Pelarangan pemotongan juga perlu disertai oleh solusi dari pemerintah. Proyek itu juga membutuhkan skema subsidi untuk pakan ternak serta penambahan balai veteriner di lokasi strategis, seperti Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Lampung, dan Sumatera Utara.
Apa yang dikemukakan Harry tidak sepenuhnya baru. Ikhtiar meningkatkan populasi sapi nasional dilakukan dua menteri pertanian pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Targetnya mencapai swasembada daging sapi. Tampaknya target swasembada daging menjadi pekerjaan rumah presiden hasil Pemilu 2024 karena kegagalan mencapai target tahun 2022.
Pada periode pertama Presiden Joko Widodo tahun 2014-2019, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 48 Tahun 2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting (Upsus Siwab). Upsus Siwab menargetkan swasembada daging tahun 2022.
Upsus Siwab meliputi lima kegiatan. Pertama, pemeriksaan status reproduksi dan gangguan reproduksi. Kedua, pelayanan inseminasi buatan dan intensifikasi kawin alam. Ketiga, pemenuhan semen beku dan nitrogen cair. Keempat, pengendalian pemotongan sapi dan kerbau betina produktif. Kelima, pemenuhan hijauan pakan ternak dan konsentrat.
Program Upsus Siwab tidak berlanjut karena Menteri Pertanian Amran Sulaiman diganti pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo. Menteri Pertanian yang baru, Syahrul Yasin Limpo, menerbitkan Permentan Nomor 17 Tahun 2020 tentang Peningkatan Produksi Sapi dan Kerbau Komoditas Andalan Negeri (Sikomandan).
Sikomandan juga dilaksanakan melalui lima kegiatan. Pertama, peningkatan kelahiran melalui kawin alam dan/atau kegiatan inseminasi buatan. Kedua, peningkatan produktivitas sapi dengan menunda pemotongan dan pemenuhan pakan. Ketiga, pengendalian penyakit hewan dan gangguan reproduksi. Keempat, penjaminan keamanan dan mutu pangan. Kelima, distribusi dan pemasaran.
Sejumlah kegiatan program dua menteri hampir sama, yaitu peningkatan kawin alam, inseminasi buatan, penundaan pemotongan sapi betina produktif, pemenuhan pakan, dan pengendalian penyakit. Walaupun menyebut sapi dan kerbau, kegiatan di lapangan lebih banyak dilakukan pada sapi potong.
Program Sikomandan sudah dijalankan oleh sejumlah petugas di daerah, seperti di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kepala Bidang Usaha Peternakan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali Gunawan Andriyanto menjelaskan, peningkatan populasi ternak di daerahnya didorong lewat program Sikomandan. Di daerahnya, dalam program tersebut, ada sekitar 70.000 ekor sapi betina yang dijadikan sasaran inseminasi buatan setiap tahun. Rata-rata satu ekor sapi membutuhkan dua kali penyuntikan agar bisa bunting.
”Kebuntingan dipengaruhi banyak faktor sehingga kondisinya cukup fluktuatif. Ada yang langsung berhasil. Tetapi, rata-rata dua kali penyuntikan baru berhasil. Faktornya itu mulai dari kejelian peternak mendeteksi birahi hingga kemampuan inseminator,” kata Gunawan.
Di Provinsi Bali, Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Bali, I Wayan Suarna menilai, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah di Bali sudah memberikan perhatian terhadap upaya pengembangan ternak sapi bali melalui Upsus Siwab yang dilanjutkan dengan Sikomandan.
Sejumlah upaya dilakukan di Bali karena provinsi ini memiliki sapi bali. Sapi bali merupakan rumpun sapi potong yang terbanyak dipelihara di Indonesia dengan populasi mencapai 4,8 juta ekor atau 32,31 persen, menurut hasil akhir Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik 2011.
Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung Nyoman Alit Mahyuni mengatakan, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Sentra Ternak Sobangan dikhususkan sebagai tempat pembibitan dan pelestarian sapi bali, selain sebagai tempat edukasi tentang sapi bali.
Ditemui di UPT Sentra Ternak Sobangan, Mengwi, Badung, Jumat (9/6), Mahyuni mengungkapkan, jumlah anak sapi sebagai bibit di Sentra Ternak Sobangan saat itu sebanyak 79 ekor.
Bibit sapi
UPT Sentra Ternak Sobangan secara rutin mendistribusikan bibit sapi bali kepada kelompok ternak di Kabupaten Badung, yang mengajukan permintaan hibah bibit ke Pemerintah Kabupaten Badung. Mahyuni menambahkan, populasi ternak sapi di Kabupaten Badung saat ini tercatat sebanyak 32.229 ekor.
”Pemberian hibah bibit sapi bali ini sebagai upaya pemerintah melestarikan sapi bali, menjaga populasi sapi, dan mendukung produksi sapi bali,” kata Mahyuni, yang didampingi Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung I Gede Asrama.
Kelompok ternak yang menerima hibah bibit sapi tersebut diwajibkan mengembangbiakkan sapi dari hibah Pemerintah Kabupaten Badung. ”Kalau sapi induknya sudah delapan kali beranak, sapi itu boleh dijual,” ujar I Gede Asrama.
Persoalan pakan juga menjadi tantangan peternak. Menurut Sutrisno (60), peternak di Desa Jabung, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, Jawa Timur, memberikan pakan ekstra memang menguras kantong, tetapi berbanding lurus dengan hasilnya.
”Kalau hanya mengandalkan rumput, lama besarnya. Apalagi kalau memelihara sejak pedet (anakan) yang baru lahir. Memelihara sapi jantan juga beda dengan betina. Kalau betina banyak makan, tetapi lama besar. Sapi jantan cepat besar meski makannya sedikit,” kata Sutrisno, seorang pensiunan yang baru enam tahun terakhir menggeluti ternak sapi.
Di wilayah dengan curah hujan rendah, seperti di NTT, persoalannya lain lagi. Goris Sikas (43), peternak di Kabupaten Timor Tengah Utara, mengeluhkan kendala yang sering dihadapi adalah minimnya ketersediaan air ketika kemarau panjang mulai bulan Mei hingga November. Banyak sapi mati akibat dehidrasi. Siklus itu berulang setiap tahun.
Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia Nanang Purus Subendro menilai, program pemerintah untuk meningkatkan populasi sapi tidak berdampak pada kesejahteraan peternak.
”Sebenarnya masalah pokok yang dihadapi peternak adalah kesejahteraan. Jadi, apa pun program yang saat ini diberikan pemerintah dampaknya tidak terlalu berpengaruh pada kesejahteraan peternak,” kata Nanang.
Ia berharap, pemerintah mengubah fokus program dari peningkatan populasi sapi ke program peningkatan kesejahteraan peternak.
”Peternak dibiarkan untuk menjalankan usaha, mulai dari subsidi bunga untuk KUR (kredit usaha rakyat) agar bisa meningkatkan usahanya hingga alih teknologi agar peternak bisa melakukan usaha secara profesional dan efisien. Harga daging juga harus dibiarkan dengan angka keekonomian peternak melakukan usaha,” papar Nanang.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mendorong pemerintah mulai mengembangkan peternakan modern untuk memenuhi kebutuhan daging nasional. Varietas sapi dengan proporsi karkas yang tinggi juga harus menjadi bagian dari pengembangan peternakan modern.
(Nino Citra Anugrahanto/Vina Oktavia/Maria Paschalia Judith Justiari/Hendriyo Widi)