Perjalanan Ribuan Kilometer demi Memasok Sapi Ibu Kota
Idul Adha semakin dekat. Wartawan Kompas Defri Werdiono mengikuti perjalanan pedagang sapi dari Jawa Timur hingga ibu kota Jakarta. Perjalanan yang penuh dengan perjuangan.
Jarum jam menunjuk pukul 00.42, Kamis (1/6/2023), saat Riswanto (51) tak bisa lagi menahan kantuk. Tanda-tanda Rest Area Kilometer 389 Tol Trans-Jawa di Batang, Jawa Tengah, yang hendak dituju sebagai tempat istirahat tak kunjung terlihat.
Sementara itu, truk oranye yang telah dikemudikannya lebih dari 600 kilometer hari itu—sejak bangun tidur terakhir di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Rabu (31/5) pagi—mulai melaju kurang stabil. Truk beberapa kali melambat dan sedikit goyang. Perjalanan masih panjang sebelum sampai ke tujuan akhir di Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat.
Warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) menjadi konsumen besar dalam pasar sapi untuk hewan kurban. Kebutuhan sapi kurban dipasok dari sejumlah wilayah. Kompas menumpang salah satu truk pengangkut sapi kurban yang dikemudikan Riswanto dari Banyuwangi, Jatim.
Truk yang dikemudikan Riswanto berangkat pada Sabtu (27/5) bersama empat truk lain. Mereka berangkat dari desa-desa di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Satu hari kemudian mereka tiba di Pelabuhan Poto Tano, Sumbawa Barat. Karena menunggu kapal yang lebih terbuka dan aman bagi ternak, baru pada Selasa (30/5) pagi mereka bisa menyeberang ke Pulau Jawa. Rombongan ini tiba di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Selasa malam.
Setelah ratusan kilometer menyusuri Jalan Tol Trans-Jawa, Riswanto menguap seusai melintasi Batang. ”Uaah…. Kok belum sampai, ya? Mana rest area? Kok belum kelihatan...,” ucapnya lirih sambil menyeka mata dengan punggung tangan. Kompas yang duduk di bangku belakang sopir menawarkan diri untuk membantu membasuh mukanya dengan air mineral agar rasa kantuknya berkurang. Namun, Riswanto menolak tawaran itu.
Baca juga: Upaya Meningkatkan Populasi Sapi Nasional
Beberapa keping biskuit rasa kelapa—yang teronggok di kardus dekat tuas persneling—diambil dan dimakannya untuk ”mengganjal” pelupuk mata. Sebelumnya, sejak istirahat terakhir di Rest Area Km 487 Boyolali, sebotol minuman energi dan berbatang-batang rokok telah diisapnya, tetapi kantuk tetap menyergap.
Truk yang dikemudikan oleh Riswanto mengangkut 27 sapi yang bernilai total ratusan juta rupiah. Truk ini memiliki bak dua dek sepanjang 12 meter yang biasa dipakai untuk mengangkut sepeda motor. Sapi-sapi itu sudah tiga hari berada di bak truk.
Kesalahan kecil bisa berbuntut fatal. Truk dapat terguncang, bahkan terguling. Dampaknya, kaki sapi bisa patah. Sapi pun menjadi cacat, bahkan mati dan tak laku dijual. Di tengah rasa kantuknya, Riswanto yang berasal dari Cengkareng, Jakarta Barat, itu tentu tidak menginginkan hal ini terjadi.
Untungnya, tak begitu lama, truk tiba di Rest Area 389B. Begitu kendaraan terparkir, lelaki yang telah berpengalaman mengemudi selama 20 tahun di jalur Jawa dan Sumatera itu langsung naik ke dek atas dan tidur.
Baca juga: Peternakan Sapi Perlu Jadi Proyek Strategis
Baru sebentar terlelap, dia memutuskan kembali turun dan masuk ke kabin dengan alasan tidak kuat menahan dingin tidur beratap langit. ”Saya sebenarnya tidak biasa tidur di dalam kabin. Gerah,” ucapnya.
Subuh pun tiba. Masih dibuai lelap, pintu truk tiba-tiba digedor dari luar oleh kawan sesama sopir. Sang kawan mengingatkan Riswanto untuk kembali melaju agar sampai di Jabodetabek sesuai target waktu, yakni Kamis malam.
Sepanjang perjalanan, para sopir yang ditemani ”pengawal sapi” itu hanya tidur tiga-empat jam per hari. Lokasinya pun seadanya, terkadang di rest area, tetapi tak jarang di teras warung di pinggir jalan. Pada siang hari, mereka lebih sering beristirahat karena menyesuaikan dengan kebutuhan istirahat sapi dan kondisi cuaca. Tak semua truk memiliki sopir pengganti dan kernet.
Saat istirahat, begitu pengawal sapi memberi makan dan minum kepada ternak yang mereka antar, para awak truk memanfaatkan waktu untuk makan, minum kopi, merokok, dan terkadang bermain gim di telepon seluler. Minuman berenergi menjadi bekal yang wajib dibawa.
Para sopir yang ditemani ”pengawal sapi” itu hanya tidur tiga-empat jam per hari.
Rombongan Riswanto dan empat truk lain mengangkut total 116 sapi. Sapi-sapi itu dibeli oleh seorang bos untuk dijual lagi menjelang Idul Adha. Dengan berat hingga 300 kilogram per ekor, sapi itu dibeli seharga Rp 10 juta-Rp 12 juta per ekor dari peternak.
Keuntungan pedagang
Di Bima, tidak sulit mendapatkan sapi dari peternak. Ada pedagang yang berkeliling, datang ke rumah-rumah untuk membeli sapi. Oleh pedagang, ada sapi yang dikirim langsung ke Jakarta. Ada pula yang dibeli lagi oleh pedagang lain, lalu dikirim ke luar daerah.
Tentu saja, di tiap tingkatan pedagang ada kenaikan harga Rp 500.000-Rp 1 juta per ekor. Sampai di Jakarta, saat menjelang Idul Adha seperti sekarang, harga sapi melambung hingga Rp 20 juta per ekor. Penyebabnya, ada pertimbangan faktor biaya transportasi, risiko perjalanan, dan lainnya. Pada hari biasa, harga sapi di bawah Rp 15 juta per ekor.
Lukman, salah seorang bos sapi di Sawangan, Depok, menuturkan, menjelang Idul Adha kali ini, harga belanja dan harga jual sapi naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Harga belanja sapi dari peternak tahun ini naik 10-15 persen. Adapun harga jual naik 10 persen.
”Peningkatan harga dipengaruhi ekspedisi. Harga di tingkat petani juga naik sehingga kami pun menaikkan harga sedikit,” kata Lukman yang menyiapkan 120 sapi asal Bima.
Dia belum bisa menyebut harga di lapaknya karena sapi-sapi baru saja tiba dari Bima dan membutuhkan adaptasi beberapa hari di kandang.
Menurut dia, jumlah sapi yang masuk ke Jabodetabek tahun ini lebih banyak dibandingkan waktu yang sama tahun lalu karena pada 2022 masih terpengaruh penyakit mulut dan kuku. Jumlah pedagang sapi saat ini juga lebih banyak ketimbang sebelumnya.
Untuk mengangkut sapi dari Bima biasanya dilakukan melalui ekspedisi. Ongkosnya Rp 25 juta-Rp 30 juta per truk dengan jumlah muatan lebih dari 20 ekor. Satu ekor dihitung Rp 1,5 juta. Kendaraan yang dipakai adalah truk barang yang dimodifikasi sehingga aman untuk mengangkut ternak.
Ikut mengantar sapi sejauh 1.700-an kilometer, termasuk menyeberangi lautan, menuju Ibu Kota ternyata penuh perjuangan. Apa pun memang harus dilakukan demi memenuhi kebutuhan masyarakat Ibu Kota dan sekitarnya menyambut Idul Adha.